Tulisan ini terinspirasi dari pertemuan hari ini dengan rekan -rekan dosen dan karyawan di Fakultas Teknik UNTAR. Pertama, saya mengagumi teman -teman saya yang beragama muslim yang mempersiapkan Hari Raya Idul Adha dengan melakukan puasa satu hari, dan persiapan lainnya untuk acara keagamaan.
Kedua, saya mengagumi teman-teman saya yang berprofesi dosen dari berbagai agama tetapi mereka memiliki hati untuk berkurban bagi mahasiswa-mahasiswanya. Hati yang berkurban itu bagaimana maksudnya?
Maksudnya adalah, saya melihat bagaimana mereka berusaha melayani, mendengarkan, menyemangati, membimbing dan mengarahkan mahasiswa, untuk dapat berprestasi di tingkat nasional dan internasional. Saya juga melihat bagaimana beberapa dosen mendengarkan dan menyemangati mahasiswa yang bermasalah untuk tidak putus asa dalam proses kehidupan-nya.
Di kampus manapun, pastinya mahasiswa datang dari berbagai latarbelakang kehidupan keluarga dan pertemanannya. Tak jarang kondisi ekonomi, kondisi keharmonisan keluarga, dan pengaruh pertemanan membawa dampak yang sangat besar untuk keberhasilan mahasiswa berkarya di kampus. Tak jarang sebagai dosen, kami melihat dan mendengar ada saja mahasiswa yang mengalami luka batin yang sangat dalam sehingga sampai menganggu perkuliahannya.
Penyebab luka batin bermacam-macam, mulai dari masalah ekonomi, orang tua yang bercerai, orang tua yang berselingkuh, tidak mengetahui jatidirinya karena tidak mengenal orang tuanya sejak lahir, merasa dibuang oleh orang tuanya, pelecehan seksual, dijauhkan teman karena dianggap aneh, kebiasaan teler/mabuk dan lain sebagainya.
Biasanya mahasiswa yang bermasalah hanya memboroskan energi mereka dengan pikirannya sendiri yang rumit. Dia menjauhkan diri dari pertemanan karena merasa tidak aman dan menganggap dirinya tidak layak dan tidak disukai. Kadang harga dirinya sangat rendah, kadang harga dirinya terlalu tinggi sehingga dia tidak mampu mengucapkan kata “tolong dan terima kasih”. Tak jarang terlihat dia tidak punya sopan santun, banyak berbohong, terlalu mengasihani diri sendiri, tidak punya semangat dan kemauan untuk menyelesaikan kuliahnya. Kalau saya boleh mengatakan deskripsi tentang keadaan mahasiswa yang bermasalah diatas adalah suatu keadaan terikat pada sisi gelap dalam diri mereka sendiri.
Sebagai pendidik, tentunya semua dosen berharap masing-masing mahasiswa dapat bertanggung jawab terhadap perilaku mereka sendiri. Tetapi pastinya dosen menyadari bahwa banyak hal yang turut membentuk karakter seorang mahasiswa.
Saya menyadari tiap mahasiswa yang ada di kampus dilahirkan dalam lingkungan yang berbeda-beda, tetapi cara mereka mampu menggunakan unsur-unsur kehidupan yang khusus adalah pilihan masing-masing. Kalau kamu seorang mahasiswa yang sedang bermasalah dan kamu sedang membaca tulisan ini, jangan biarkan pengalaman yang tidak menyenangkan menjadi alasan mu untuk memilih tidak mengambil bagian dalam kehidupan.
Luka batin dan kebiasaan buruk bisa disembuhkan, jangan biarkan rasa sakit dan nyeri karena masa lalu yang gelap mengatur kehidupan mu sebagai mahasiswa. Jangan terus biarkan berpikir, kamu adalah korban. Kamu bukan korban. Kamu memegang kendali atas hidup mu sendiri. Kamu dapat belajar berkurban dengan memaafkan diri mu sendiri, keluarga mu, dan orang-orang lain yang membuat hidup mu terasa dalam gelap. Jika kamu membutuhkan bantuan, kamu dapat mencari psikolog ataupun koselor di kampus mu. Maafkanlah dan Bersyukurlah kepada Allah! Dengan demikian kamu sudah berkurban dan kamu siap melangkah kembali untuk membuat hidupmu menjadi lebih baik.
Bapa Abraham/Nabi Ibrahim juga lahir dalam kelemahan. Beliau juga memiliki sisi gelapnya sendiri. Ia melakukan sejumlah kesalahan ketika menghadapi berbagai ancaman dan tekanan dalam hidupnya.