Pada hari Minggu tanggal 3 Maret 2024 rombongan kami Reak Kelompok 13 memulai perjalanan menuju desa Cireundeu untuk melaksanakan kegiatan Kebhinekaan 2. Tujuan kami adalah mempelajari adat istiadat, tradisi, dan cara hidup setempat di desa tersebut.
Sesampainya di Cireundeu, kami berjalan kaki sekitar lima menit untuk mencapai pusat kegiatan. Kegiatan pertama kami adalah belajar memainkan angklung, alat musik tradisional yang terbuat dari bambu. Kami dibantu oleh Mang Rey yang mengajari kami tentang angklung buncis, sejenis alat musik unik yang nadanya berbeda dengan angklung modern. Kita mengetahui bahwa angklung tradisional mempunyai nada pentatonik, sedangkan angklung modern mempunyai nada diatonis. Mang Rey juga mengajarkan cara memegang angklung yang benar, yaitu tangan kiri memegang tiang tengah dan tangan kanan memegang pangkal kanan bawah. Setelah akrab dengan alat musiknya, kami bersama-sama memainkan sebuah lagu dengan menggunakan angklung.
Kegiatan kedua kami adalah mengamati cara membuat rasi atau nasi singkong yang merupakan makanan lezat yang terkenal di desa tersebut. Kami mengetahui bahwa singkong telah menjadi makanan pokok di Cireundeu sejak tahun 1918. Singkong dikonsumsi sebagai pengganti nasi untuk mencapai kemandirian, baik lahir maupun batin. Sebelum singkong, mereka biasa mengonsumsi jagung, talas, dan tanaman lainnya. Pada tahun 1924, mereka mulai mengelola singkong dan menjadikannya makanan pokok. Proses pembuatan nasi singkong meliputi pengupasan, pencucian, pemarutan, pemerasan, penumbukan, pengeringan, dan pengayakan. Kami juga diperkenalkan dengan masakan singkong lainnya, seperti adedemes dan tape singkong yang terbuat dari sisa singkong.
Kegiatan ketiga kami adalah mendengarkan Kang Yayat, pakar setempat, menjelaskan adat dan tradisi desa tersebut. Beliau memberikan pemahaman mendalam mengenai adat istiadat masyarakat dan cara penegakannya. Kami belajar tentang keyakinan, nilai-nilai, dan cara hidup mereka. Kami juga belajar tentang praktik unik mereka, seperti ritual saat menanam atau memanen singkong.
Selesai beraktivitas kami menikmati makan bersama, mencicipi nasi singkong dan masakan singkong lainnya. Kami mendokumentasikan pengalaman kami dan kembali ke akomodasi masing-masing. Namun perjalanan pulang sedikit lebih lama dari perkiraan karena kemacetan di kota Bandung. Secara keseluruhan, perjalanan ini sukses besar, dan kami memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang adat istiadat dan tradisi desa tersebut.
Reporter: Helena Halim
Editor: Salsa Solli Nafsika, M.Pd
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H