Kebetulan dosennya baik, tapi kalau nyindir suka nyelekit. Jadi daripada nanti tersinggung disindir di depan kelas, mendingan tugasnya dikerjakan sebaik mungkin.
Mendadak sontak, gak ada angin gak ada hujan, beberapa orang berseragam Satpol PP menggerebek warung nasi timbel. Truk pengangkut barang pun sudah parkir di luar. Semua orang di dalam warung terkejut dan panik.
Makan belum selesai, eh kursi dan meja kosong sudah diberantakkin sebelum diangkut ke truk. Si penjual dan beberapa karyawannya tak kalah panik, walaupun mereka diam tak berkata apa-apa.
Gerobak dikeluarkan dari warung. Semua piring dan gelas dikumpulkan di kontainer plastik. Sambal dan kecap juga dimasukkan ke dalam wadah. Kompor dimatikan dan selang gas dicabut.
Saya dan teman baik saya pun akhirnya memutuskan menyudahi acara makan kami. Padahal baru dimakan setengahnya, sayang banget. Tapi daripada ikutan terciduk, mendingan menahan lapar.
Saat saya mencuci tangan di kobokan air, saya memperhatikan si penjual memindahkan minyak panas dari wajan besar ke ember berukuran sedang.
Dengan bodohnya saya bertanya ke teman baik saya, “Kok minyak dari wajan dimasukkan ke ember plastik ya? Emangnya itu thermoset? Thermoset itu apa, silakan googling ya.
Saya heran karena setahu saya plastik kena minyak panas pasti meleleh. Teman baik saya pun menjawab, “Ya elah, kondisi gini elu masih mikir itu thermoset apa gak. Buruan gih.”
Walaupun teman saya sudah ngomel-ngomel, saya masih terpaku melihat pemandangan di depan saya. Ember itu memang digunakan untuk menyimpan minyak goreng, tapi bukan dalam keadaan panas.
Mungkin karena Satpol PP dari tadi mendorong-mendorong si penjual dan para karyawannya, jadi dia tidak bisa berpikir jernih. Minyak panas tadi pun dimasukkan saja ke dalam ember.