Pandemi covid-19 sendiri cukup menyibukan masing-masing negara dalam menjaga stabilitas kesehatan. Pada konteks Asia Tenggara (ASEAN) kerjasama kesehatan dalam masa pandemic diupayakan mencakup sokongan dana dari re-alokasi anggaran yang dapat digunakan dalam catatan bagi negara yang benar-benar membutuhkan untuk mendukung kesehatan nasionalnya. Meskipun dengan kesulitan, penguatan kawasan sudah saling diusahakan pula lewat ketahanan kawasan. Pada tahun 2020 peranan kerjasama regional dianggap kurang mumpuni dalam penyelesaian kasus covid-19 yang luar biasa dampak negatifnya bagi seluruh aspek kehidupan tanah air. Meskipun seluruh dunia merasakannya, bagi Indonesia yang terletak dalam kawasan ASEAN peranan ASEAN dirasa tidak nampak signifikan dalam membantu sehingga tidak digencarkan diplomasi kerjasama regional. Usaha ASEAN terbatas tourism corridor, sehingga melalui pemerintah, negara Indonesia meningkatkan upaya penyelesaian covid-19 dengan tidak terpaku kawasan.
Bagi negara maju yang memiliki industry vaksin, produksi dan pembelian oleh pemerintah sendiri sudah mampu mencukupi kebutuhan bagi negaranya, maka masalah selesai. Namun bagi Indonesia sebagai negara berkembang, baru dapat di mulai dengan secara aktif ikut serta dalam forum bilateral dan multilateral sebagai solusi dan jawaban atas wabah Covid-19 yang tak terbendung. Politik luar negeri disesuaikan dengan desakan keadaan global dan guncangan internasional sehingga focus diplomasi Indonesia tidak serta merta selalu mengenai diplomasi ekonomi yang menjadi unggulan. Sebelumnya 4+1 diplomasi Indonesia secara situasional ditambahkan dengan diplomasi bilateral dan multilateral mengenai urgensi pandemi. Agar relevan dengan diplomasi lain penerapan  lockdown dibatasi demi kepentingan ekonomi di tengah kacaunya pandemic meskipun menuai pro dan kontra.
Dilihat dari sudut pandang prioritas, formulasi 4+1 harus selaras dan konsisten agar masih tetap bisa dijalankan meskipun dalam era pandemic. Ketersediaan vaksin menjadi optimisme solusi dengan melibatkan kegiatan ekonomi. Dalam masa pandemic diplomasi ekonomi masih dapat diupayakan, menurut pengamatan IMF di wilayah Asia sendiri dapat meningkat 6,9%. Â Namun di saat yang sama tantangan rivalitas negara besar masih kuat untuk saling membuktikan kekuatan menghadapi pandemic satu sama lain, jika tidak ada kesadaran untuk sedikitnya melakukan kerjasama multilateral niscaya pandemi sullit berakhir. Selain itu akses negara juga menjadi salah satu hambatan, terutama dalam kuartal 1 covid-19. Â Indonesia yang menyadarinya dengan cepat mengambil kebijakan pengadaan tarif impor mau tidak mau diturunkan agar diplomasi vaksin ala Indonesia segera direalisasikan.
Berbagai tahapan yang tidak mudah mulai dari norm setting hingga eksekusi kebijakan untuk mengatasi pandemic disiapkan sedemikian rupa di Indonesia. Diplomasi vaksin dan kerjasama bilateral dengan RRT melalui state counselor terus dilakukan secara intensif selama beberapa pekan gawat covid di tahun 2020. Bak terkena angin segar, komunikasi Indonesia dengan RRT mengenai diplomasi vaksin tidak lagi dilakukan day by day melainkan hour by hour dalam menanggapi urgensi pandemic Indonesia yang semakin meningkat. Â Timbal balik positif dan sangat membantu inilah yang membuat diplomasi bilateral semakin diutamakan dalam masalah pandemi Indonesia ini.Â
Kerja ekstra dengan dilakukannya diplomasi bilateral membuahkan hasil yang tak sia sia, 1,2 juta vaksin pertama mendarat di Indonesia pada tahun 2020 yang diproduksi oleh Tiongkok. Satu bentuk pencapaian ini membuka peluang pemecahan masalah pandemic covid-19, karena besarnya kuantitas kewajiban perlindungan bagi warna negara Indonesia yang berada di diseluruh dunia dan tidak hanya di Indonesia saja. Indonesia sendiri terus mengembangkan vaksin dalam negeri namun kekayaan dan upaya domestic tidaklah cukup, sehingga gerbang diplomasi selanjutnya dengan Russia, Swiss, Inggris terbuka lebar setelah dampak positif diplomasi terhadap Republik Rakyat Tiongkok. Gayung bersambut, diterbitkan nya Covax Vacility sebagai forum multilateral yang kemudian menjamin kesetaraan akses vaksin termasuk negara berkembang seperti Indonesia. Covax menjadi pilar dunia untuk menjalankan distribusi vaksin, Indonesia paham betul jika tidak semua negara selesai dengan masalah covid-19 nya maka dunia ini tidak akan selesai dengan ketahanan kesehatannya.
Dalam taraf paling awal telah dicetuskan wacana jangka panjang, yaitu dorongan membangun sebuah ketahanan kesehatan global, dengan dibahasnya perjanjian untuk mempersiapkan pencegahan pandemic di masa depan ini menjadi penanda diplomasi multilateral kembali berhasil memberikan dampak positif. Indonesia sekali lagi melalui pemerintah menjadi salah satu negara yang akan stand by mempelopori perjanian multirateral ini. Selain untuk ketahanan kesehatan nasional juga stabilitas ketahanan secara global.
Dengan adanya pandemic Indonesia belajar betapa pentingnya solidaritas, kolaborasi, dan kerjasama yang diwujudkan dalam diplomasi multilateral ini.  Namun, dalam hal kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia tentu saja tidak akan selalu bilateral dan multirateral, semua ini berdasarkan situasi dan kondisi yang dihadapi apakah termasuk issue based atau state based sebagai penentu arah kepentingan suatu kebijakan politik luar negeri Indonesia. Pada dasarnya Politik Luar Negeri erat kaitannya dengan pencitraan, dan yang dicari adalah keuntungan masing-masing negara. Maka bagi Indonesia ada saatnya negara Indonesia secara realistis menyikapi masalah yang sedang terjadi, ada saatnya pula secara kontruktivis, karena yang paling penting adalah kemanfaatannya bagi negara Republik Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H