Kota Jakarta berkembang secara masif dalam bidang ekonomi, sosial, politik, hingga kependudukannya setelah Indonesia meraih kemerdekaannya. Sebagai Ibukota Negara, Jakarta menjadi pusat dari aktivitas seluruh kegiatan di Indonesia. Masifnya perkembangan di Jakarta membuat banyak orang tertarik untuk mencari penghidupan di kota Jakarta. Urbanisasi yang terus-menerus terjadi mengakibatkan Jakarta semakin padat dan kemudian mengalami banyak permasalahan mulai dari ekonomi, kesehatan, sosial, dan lain sebagainya.Â
Permasalahan kepadatan penduduk ini telah dialami oleh kota Jakarta sejak zaman kolonial. Jakarta atau dahulu dikenal sebagai Batavia dijadikan sebagai pusat dari kegiatan para koloni. Pembangunan infrastruktur yang memadai, menarik minat masyarakat pribumi maupun pendatang asing untuk menjadikan Batavia sebagai tempat tinggalnya. Keadaan ini yang kemudian memicu terjadinya kepadatan penduduk. Permasalahan ini memunculkan lokasi tempat tinggal baru dalam bentuk perkampungan-perkampungan bagi masyarakat pribumi. Kondisi ekonomi yang buruk serta politik segregasi yang diterapkan kepada pribumi mengakibatkan banyak tumbuh slum area di wilayah Batavia dan memunculkan berbagai permasalahan sosial hingga kesehatan.Â
Permasalahan-permasalahan tersebut banyak muncul di perkampungan kumuh. Berbagai penyakit, kejahatan, kemiskinan muncul dari perkampungan-perkampungan yang mayoritas dihuni oleh penduduk pribumi. Kondisi tersebut semakin mengkhawatirkan hingga membuat salah seorang anggota Dewan Kota yang kita kenal dengan nama Muhammad Husni Thamrin atau MH.Thamrin berusaha untuk mengubah wajah perkampungan Batavia tersebut.Â
Thamrin memiliki sebuah program yang dikenal dengan nama Kampong Verbetering. Program ini berupa revitalisasi kampung dengan memperbaiki segala kebutuhan dari sebuah lingkungan tempat tinggal mulai dari air bersih, sanitasi, jalanan, hingga pengelolaan distribusi pasokan beras ke perkampungan. Posisi Thamrin sebagai anggota Dewan Kota serta memiliki kedekatan Daan Van Der Zee (Sekretaris Gemeenteraad) membuat gagasannya lebih mudah diterima dan masuk dalam pembahasan dewan kota. Hingga akhirnya gagasan Thamrin mendapat dukungan dari pemerintahan kolonial. Pada tahun 1921, program Kampong Verbetering dimulai sebagai upaya untuk memperbaiki wajah perkampungan di Kota Batavia.Â
Program Kampong Verbetering kemudian diadopsi oleh Gubernur Ali Sadikin untuk mengatasi masalah serupa yang masih terjadi di Kota Jakarta hingga selepas masa kemerdekaan ini. Gubernur Ali Sadikin yang memiliki beragam kebijakan kontroversial saat itu, menamai program ala Thamrin ini menjadi "Proyek MH.Thamrin".Â
Proyek MH.Thamrin ini dimulai pada tahun 1968 hingga akhir tahun 1970an. Serupa dengan Kampong Verbetering, program ini mengusahakan perbaikan pada kampung-kampung kumuh dengan memperbaiki sanitasi, jalanan dan jembatan kampung, aliran air bersih, pengelolaan sampah, dan sebagainya. Ali Sadikin gemar mengunjungi kampung-kampung untuk melihat pemukiman kumuh yang perlu direvitalisasi. Sudah menjadi kewajiban baginya sebagai seorang Gubernur untuk memperbaiki kondisi hunian dari warganya. Awalnya Proyek ini banyak ditolak oleh pejabat di pemerintahan. Pada masa itu pemerintah lebih mendukung program pembangunan rumah murah dibandingkan revitalisasi perkampungan kumuh. Namun, Ali Sadikin tetap teguh dengan pemikirannya bahwa ia lebih setuju dengan pembenahan ulang perkampungan.Â
Penolakan yang banyak diterima oleh Ali Sadikin membuat proyek ini sempat terhambat oleh permasalahan biaya. Tidak banyak pemasukan yang diterima, terutama Kas kota Jakarta yang tentunya tidak cukup untuk menutupi biaya revitalisasi kampung tersebut. Sehingga Ali Sadikin menggunakan hasil Pajak dari kebijakan Judi dan Hiburan Malam yang pernah ia tetapkan untuk kemudian dialokasikan kepada Proyek MH.Thamrin miliknya. Hingga akhirnya permasalahan biaya mulai teratasi ketika Bank Dunia memberikan kucuran dana untuk membantu proyek itu.Â
Proyek yang berlangsung dari tahun 1969-1979 ini lama-kelamaan mulai mendapatkan dukungan dari banyak pihak. Proyek ini menjadi bagian dari PELITA yang menjadi program unggulan dari pemerintahan masa orde baru. Â Hingga akhir masa jabatan Ali Sadikin, Â lebih dari 4.000 hektare perkampungan telah berhasil menjadi bagian dari program pembenahan kampung.
Kebijakan perbaikan kampung yang diterapkan oleh Ali Sadikin ini cukup menyelesaikan beberapa permasalahan kota Jakarta. Dalam kehidupan di kota Metropolitan, masyarakat yang tinggal di wilayah kumuh seringkali menerima pandangan miring dari masyarakat kelas atas lainnya. Mereka dianggap sebagai masyarakat rendahan yang tersisihkan dari pembangunan kota. Perbaikan kampung dengan tujuan untuk memperbaiki taraf hidup bagi didalamnya membawa perubahan pada kehidupan sosial masyarakat kampung tersebut. Membaiknya kondisi lingkungan akan mengurangi sedikit demi sedikit pandangan miring yang diterima oleh kelompok masyarakat perkampungan kota. Hal ini akan memberikan dampak baik pula pada kondisi kesehatan dan perekonomian masyarakat kedepannya. Â