Mohon tunggu...
helmy rafsanjani
helmy rafsanjani Mohon Tunggu... -

berusaha menjadi ular dalam selang, it's about time.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Era Krisis Karakter

23 Februari 2016   12:49 Diperbarui: 23 Februari 2016   12:58 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="lukisan yang menggambarkan krisis karakter lampiran dari indoartnow.com karya gatot pudjiarto"][/caption]

Pekenalan baru seminggu itu pun dari social media (sosmed). Bertemu di dunia virtual hingga membawa pada janjian untuk bertemu secara langsung. Pertemuan pertama akan memberi kesan untuk memutuskan rencana kedepan, memilih atau dipilih. Menyambut kehadiran dunia baru dari pertemuan yang singkat untuk memilih.

Dipermudah dengan kehadiran teknologi menjadikan teknologi itu sebagai dua mata pisau. Perkembangan teknologi yang pesat membawa dampak yang besar pada kehidupan manusia. Dimudah untuk segala hal dari sebelumnya memakan waktu yang lama untuk melakukannya, salah satu contoh dari perkembangan yang terjadi saat ini.

Social media (Sosmed) yang mambawa potensi besar untuk peradaban sekarang menempatkan seseorang pada era krisis karakter. Kebutuhan untuk dikenal dalam lingkungannya menempatkan orang lain sebagai subjeksitas dari objeksitas diri. Orang yang menjadi cerminan diri dimanfaatkan untuk melihat dari kaca mata kuda bukan secara objektif.  Bermula dari perkenalan lewat sosmed, pertemuan terjadi secara tatap muka. Sebisa mungkin menyimpan diri dari yang belum diketahui sebelumnya.

Kehidupan yang selama ini tercermin pada layar HP berubah menjadi interaksi langsung. Terpatah-patah bahkan ada yang masih malu pada pertemuan yang sebenarnya. Dipaksakan oleh perkembangan teknologi dalam paradigm yang keliru untuk dipahami membuat diri manampilkan hal positif. Memancing perhatian untuk diperhatian baik dengan respon positif maupun negatif. Hiporia pada dunia sosmed memberi perhatian tersendiri dari keinginan akan eksitensi. Manafikan sebuah keinginan tidak disadari mengarahkan pada krisis karakter.

Meniru, berpura-pura, hingga menutupi diri dari perkembangan yang dikiranya telah berkembang. Hakikatnya, setiap insan mempunya jadi diri sebagai identitas dalam melawan era yang krisis karakter ini. Untuk lebih dipahami karakter diri meruapakan bagian dari pembeda dari keseragaman menjadi pengikut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun