Mohon tunggu...
Imaduddin Hekmachtyar
Imaduddin Hekmachtyar Mohon Tunggu... -

Urban and Regional Planning College

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kerjasama Pemerintah-Swasta Sebagai Solusi Terhadap Rendahnya Investasi Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur

19 Desember 2016   06:30 Diperbarui: 19 Desember 2016   06:47 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ASEAN Transport Strategic Plan telah disepakati pemerintah. Rencana ini berisi tentang peningkatan konektivitas, efisiensi, integrasi, dan sistem transportasi yang berkelanjutan. Rencana ini bertujuan untuk mendukung daya saing dan pertumbuhan ekonomi Indonesia di mata dunia. Yang menjadi pertanyaan utama dari berita tersebut adalah, “Sudah siapkah Indonesia?”

Berdasarkan data Global Rangking Logistic Performance Index yang dikeluarkan oleh world bank pada tahun 2016. Indeks kualitas infrastruktur Indonesia berada di peringkat 63, berada di bawah Singapura yang berada di rangking 5, Malaysia di Ranking 32, dan Thailand di peringkat 45. Sedangkan berdasarkan World Economic Forum (WEF), infrastruktur Indonesia masih menempati urutan 82 dari 142 negara yang memiliki kualitas infrastruktur baik.

Buruknya kualitas infrastruktur Indonesia tidak terlepas dari masalah pendanaan. Selama ini, belanja investasi infrastruktur rendah dan tidak memadai untuk membiayai pembangunan infrastruktur yang menjangkau wilayah Indonesia yang sangat luas. Pada tahun 2015, pemerintah menganggarkan dana untuk belanja infrastuktur sebesar Rp 290,3 triliun, hanya berkisar 2,5% dari produk domestic bruto(PDB). Jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, anggaran infrastruktur di Indonesia tidak memadai. Thailand mengeluarkan belanja infrastruktur sebesar 17% dan Vietnam sebesar 12% dari PDB. Rendahnya alokasi anggaran untuk pembiayaan infrastruktur di Indonesia mengakibatkan rendahnya kualitas dari infrastruktur yang disediakan, untuk itu diperlukan adanya kerjasama dengan pihak ketiga (swasta).

Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2015-2019 sebesar Rp 6.780 triliun (Gambar 1).  Kebutuhan dana investasi infrastruktur Indonesia yang diperkirakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional hanya dapat dipenuhi oleh APBN sebesar Rp 1.000 triliun, APBD sebesar Rp 500 triliun, BUMN dan swasta sebesar Rp 210 triliun, Perbankan sebesar Rp 500 triliun, Asuransi dan Dana Pensiun sebesar Rp 60 triliun, serta lembaga pembiayaan infrastruktur yang ada sebesar Rp 500 triliun, masih ditemui adanya financial gap sebesar Rp 4.000 triliun yang harus dipenuhi dari sumber pendanaan lain guna melakukan akselerasi pembangunan infrastruktur di Indonesia.

Pemerintah perlu mengundang pihak swasta agar berperan lebih besar dalam pembiayaan pembangunan terutama infrastruktur. Melalui PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII), Pemerintah dapat menjamin keberlangsungan proyek yang dijalankan atas tiga risiko penting investasi di sektor infrastruktur yaitu resiko pengembalian investasi, resiko politik, dan resiko terminasi. Apabila ke depan Pemerintahan berganti, yang memungkinkan Pemerintah yang baru mengubah kebijakan terkait program KPS, masih terdapat jaminan Pemerintah terhadap program yang sudah berjalan. 

Di dalam agenda pembangunan jangka menengah 2015‐2019, pemerintah telah mengindentifikasi bahwa penyediaan infrastruktur melalui skema Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) atau Public Private Partnerships (PPP) sebagai salah satu alternatif pembiayaan infrastruktur yang melibatkan peran badan usaha menghadapi permasalahan yang selama ini muncul, yakni:

  • Masih kurangnya informasi mengenai proyek baik dari sisi detil teknis maupun informasi keuangan serta analisis terhadap berbagai macam risiko dan jaminan pemerintah untuk pengelolaan risiko tersebut.
  • Masih sulitnya penerapan peraturan terkait dengan KPS oleh para Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama (PJPK).
  • Masih rendahnya kapasitas aparatur dan kelembagaan dalam melaksanakan KPS.
  • Belum optimalnya dokumen perencanaan proyek KPS bidang infrastruktur mengakibatkan pilihan  strategi  pelaksanaan  proyek  yang  kurang  memihak  pada  KPS  sehingga  proyek infrastruktur yang menarik bagi pihak swasta (off‐budget) akhirnya dilaksanakan melalui pembiayaan APBN/APBD (on‐budget), sementara proyek infrastruktur yang tidak menarik justru ditawarkan kepada pihak swasta.
  • Masih kurang memadainya pendanaan PT SMI dan anak perusahaannya PT IIF serta PT PPI masing‐masing sebagai instrumen pembiayaan dan penjaminan pembangunan infrastruktur melalui skema KPS.
  • Belum adanya mekanisme pemberian insentif bagi Penanggung Jawab Proyek Kerja (PJPK) dalam melaksanakan KPS.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun