Mohon tunggu...
Heidy Kaeni
Heidy Kaeni Mohon Tunggu... -

Seorang perempuan. Menikah dan berbahagia. Jatuh cinta pada dunia anak, remaja, pendidikan, kebahasaan, dan kepenulisan. Bernafas dengan belajar, mengajar, dan tentu saja: menulis. Juga berbagi di http://heidykaeni.blogspot.com/ dan http://tigasebelas.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Budaya dan Kebudayaan

8 Maret 2014   16:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:08 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Istilah kebudayaan dapat dibedakan dari peradaban dan budaya. Kata kebudayaan yang merupakan kata benda berpadanan dengan culture dalam bahasa Inggris. Kata budaya dapat berstatus sebagai kata benda yang berpadanan dengan custom atau kata sifat yang berpadanan dengan kata cultural. Baik custom maupun cultural merupakan bagian dari culture, dan di dalamnya termasuk pula apa yang kita kenal dengan habit (kebiasaan). Sementara itu, istilah peradaban erat kaitannya dengan adab (civilization) dan beradab (civilized). Peradaban biasanya dihubungkan dengan pendidikan dan merupakan pandangan yang subjektif, bukan objektif.

Dalam sebuah pertemuan di kelas Bahasa, Kognisi, dan Budaya, dosen saya yang mengampu mata kuliah tersebut, Dr. Felicia N. Utorodewo, menyinggung kembali istilah budaya dan kebudayaan. "Segala sesuatu yang dipelajari dan diberi arti itu kan budaya," katanya. Kemudian ia memberi contoh kecil: sebuah kedipan mata. Mengapa kita mengedipkan mata?

Jawaban menurut ilmu biologi adalah agar mata kita basah sehingga tidak terasa perih. Kedipan mata bisa terjadi kapan saja. Entah sudah berapa kali saya mengedipkan mata secara otomatis saat mengetik tulisan ini untuk tujuan yang telah disebutkan di atas. Namun, kedipan mata juga bisa terjadi pada kesempatan lain untuk tujuan yang sama sekali berbeda. Misalnya saat sepasang suami istri ingin meninggalkan suatu acara di tengah orang banyak. Kedipan mata yang diberikan sang suami atau istri pada pasangannya menjadi kode dengan makna tersendiri. Saat itulah, kedipan mata telah menjadi sebuah budaya. Kedipan mata itu menjadi budaya ketika berfungsi sebagai kode dan memiliki arti tertentu. Jadi, segala sesuatu yang dipelajari dan diberi arti itu adalah budaya. Semoga ini dapat menjadi jawaban bagi siapa saja yang bertanya apakah dan mengapa bahasa merupakan bagian dari budaya.

Lain lagi dengan kebudayaan. Mari mengingat suara azan. Apa yang dirasakan oleh kelompok muslim yang berkewajiban untuk salat setelah mendengar suara tersebut? Ada perasaan terpanggil untuk salat. Semakin lama, jika belum juga menunaikan kewajiban itu, semakin gelisah. Dengan demikian, mendengar azan telah menjadi suatu kebudayaan bagi para muslim, bukan hanya budaya. Mengapa?

Menurut Kroeber dan Kluckhohn, kebudayaan terdiri dari pola-pola, baik eksplisit maupun implisit yang dipelajari, diteruskan oleh tanda-tanda tertentu, membedakan dengan kelompok manusia yang lain, termasuk perwujudan dalam artefak-artefak. Inti penting dari kebudayaan terdiri dari ide-ide tradisional dan khususnya nilai yang tertanam. Lebih lanjut, sistem kebudayaan dapat dianggap sebagai produk tindakan dan juga sebagai elemen-elemen yang mengkondisikan tindakan lebih lanjut.

Definisi kebudayaan dapat dipandang dari sudut antropologi dan ilmu-ilmu sosial. Dari sudut antropologi, kebudayaan berarti pengetahuan kompleks yang dipelajari, kepercayaan, seni, moral, hukum, dan budaya. Sementara itu menurut ilmu-ilmu sosial, kebudayaan merupakan segala yang ada di masyarakat yang lebih diteruskan secara sosial ketimbang secara biologis.

Mendapat pelajaran ini, saya pun mengerti ketika Prof. Benny Hoedoro Hoed, guru besar FIB UI yang mengajar dalam mata kuliah Teori Kebudayaan, bercerita bahwa ia tidak dapat marah saat ingin membeli sesuatu di sebuah warung tradisional dan tidak ada orang yang mengantri. "Ya itu kan memang bukan kebudayaan mereka," tandasnya. Sebuah kebijaksanaan yang berasal dari pemahaman yang mendalam di tengah-tengah masyarakat yang beraneka warna. Masyarakat yang sebagian kelompok di antaranya masih bisa memelihara sikap jijik dan benci pada kelompok lainnya yang tak sama nilai.

Terimakah kita disebut "tidak berbudaya" saat makan nasi dan lalapan sambal dengan tangan oleh kelompok masyarakat yang menganut aturan makan-harus-dengan-sendok-garpu? Lalu adilkah jika kita mencibir pula  pada kelompok manusia lain yang menganut ide atau nilai yang berbeda dengan kita? Mari terus belajar memahami budaya dan kebudayaan. Dengan bekal tersebut, semoga kita dapat lebih bijaksana dalam hidup bermasyarakat.

Heidy Kaeni

(dari berbagai sumber)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun