Anda sedang mempertimbangkan untuk mencari tambahan modal untuk mengembangkan usaha. Lalu teman Anda mengatakan, “Sudah, main ini saja! Sekali hantam bisa kembali ratusan kali!” Anda bingung, dan bergumul: Kalau saya lakukan, saya tahu itu salah. Tetapi kalau tidak saya lakukan, jalan apa lagi yang bisa saya tempuh?
Bagaimana mengambil keputusan dalam situasi pelik seperti itu? Macam-macam cara yang ditempuh orang.
Tipe pertama. Tipe orang yang tidak mau pusing. Ambil keputusan sekenanya. Pokoknya, tidak pusing. Misalnya: buah simalakama. Dimakan, ibu mati. Tidak dimakan. Bapak mati. Apa kata orang-orang tipe ini? “Peduli amat siapa yang mati, pokoknya bukan saya yang mati.”
Bagaimana kalau kita tidak mau ambil pusing? Dengar saja suara cecak! Atau hitung kancing baju saja!
Tipe pertama ini bukanlah cara yang bertanggung jawab dalam mengambil keputusan. Apalagi keputusan-keputusan yang penting. Kalau hanya mau ambil keputusan untuk membeli mi bakso atau tidak, memang tidak usah pusing-pusing! Tetapi untuk keputusan yang penting, kita memang harus mau pusing, mau bergumul, sampai tiba pada keputusan yang kita yakini paling baik, paling benar, paling tepat. Mungkin belum benar atau baik 100 persen, tetapi yang paling optimallah.
Ini membawa kita pada tipe kedua. Lakukan tidak? Lakukan tidak? Bagaimana? Untuk tiba pada keputusan ya atau tidak, tipe ini mempertimbangkan akibatnya, konsekuensinya. Kalau saya lakukan, apa akibatnya? Apa untungnya? Apa ruginya? Kalau saya tidak lakukan, apa akibatnya? Apa untungnya? Apa pula ruginya? Lalu setelah dihitung-hitung, dikalkulasi, mana yang lebih besar keuntungannya atau mana yang lebih kecil kerugiannya.
Cara ini praktis, menarik, logis, tetapi tidak selalu bisa diandalkan! Akibat dan konsekwensi memang harus diperhitungkan, dipertimbangkan. Kalau tidak, ini namanya nekat, ngawur. Namun demikian, jangan hanya mempertimbangkan akibat atau untung ruginya saja! Kalau akibatnya baik sekali, untung besar, tetapi tindakannya jahat bagaimana? Dan pada pihak lain, kita tahu ini yang benar, tetapi kita tahu pula kalau kita lakukan ada risikonya! Bagaimana? Apa kita tidak akan melakukannya hanya karena risiko? Jangan!
Tipe ketiga. Akibat dipertimbangkan. Harus! Tetapi tidak sebagai pertimbangan satu-satunya. Tidak juga sebagai pertimbangan utama yang paling penting. Apa yang utama dan paling penting? Motivasi! Jadi, yang paling penting bukanlah apa yang terjadi setelah tindakan dilakukan melainkan apa yang ada di dalam hati, apa yang ada di dalam otak, apa yang menjadi motivasi sebelum tindakan dilakukan. Yang paling penting bukanlah apakah akibatnya baik atau buruk, tetapi motivasinya benar atau salah. Itu dulu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H