Apa yang terlintas di pikiran kita ketika mendengar kata pajak? Pasti akan terlintas mengenai pajak penghasilan, pajak kendaraan bermotor, pajak atas makanan di restoran, membayar iuran atau sumbangan dan sebagainya. Namun, sebenarnya apa itu pajak? Menurut Undang - Undang No.28 Tahun 2007, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.Â
Secara sederhana, pajak dapat disebut sebagai iuran wajib yang diberikan oleh masyarakat kepada negara dari hasil kekayaan atau pendapatannya yang bertujuan untuk pembangunan negara dan demi kemakmuran masyarakat Indonesia. Pajak merupakan sumber dana bagi pemerintah dan sumber penerimaan negara paling besar, kontribusi pajak dalam APBN 2019 sebesar Rp 1.332,1 triliun atau setara dengan 84,4%. Pajak digunakan oleh pemerintah sebagai alat untuk stabilisasi dan pemerataan pembangunan di Indonesia.
Di era globalisasi dan digitalisasi, teknologi telah mengubah cara kita bertransaksi dan berinvestasi. Transaksi digital telah menjadi bagian yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan sehari-hari. Perubahan dan perkembangan teknologi informasi menghasilkan inovasi salah  satunya pada sektor keuangan yaitu online shop, bisnis online, e-commerce, bahkan mata uang kripto yang semakin mendominasi lanskap ekonomi global. Perkembangan teknologi yang begitu pesat memunculkan tantangan dan peluang dalam hal perpajakan. Lantas, bagaimana sistem perpajakan beradaptasi dengan transaksi digital di era globalisasi?Â
Kemunculan e-commerce memudahkan konsumen dalam hal berbelanja, masyarakat tidak perlu keluar meninggalkan rumah untuk berbelanja. Namun, kemudahan ini menimbulkan pertanyaan serius tentang bagaimana pemerintah dapat mengenakan pajak pada transaksi digital atau online. Tantangan utamanya yaitu dalam penentuan yurisdiksi perpajakan karena dalam e-commerce sebuah perusahaan dapat beroperasi tanpa adanya kantor fisik. Hal ini tentu berdampak terhadap batasan perpajakan dan penentuan tarif pajak yang adil. Sulitnya menentukan lokasi pajak yang benar dan sesuai dapat memicu ketidakpastian hukum dan administratif.
Selain e-commerce yang semakin berkembang pesat, mata uang kripto seperti Bitcoin dan Ethereum juga menjadi alternatif yang populer dalam transaksi digital. Mata uang kripto atau yang biasa disebut dengan cryptocurrency adalah mata uang digital atau virtual yang memiliki fungsi sama seperti uang pada umumnya namun hanya dapat digunakan untuk transaksi secara online. Memang mata uang kripto menawarkan anonimitas yang tinggi namun pemerintah tetap harus menyadari perlunya mengatur pajak terkait mata uang kripto. Bagaimana pemerintah dapat menerapkan pajak pada aset digital yang bersifat terdesentralisasi sedangkan pajak pada aset digital sulit untuk dilacak dan diaudit transaksinya karena sifat aset digital yang desentralisasi dan anonim?
Sejumlah negara telah merespons tantangan perpajakan pada transaksi digital termasuk Indonesia. Beberapa tindakan yang diambil dalam menghadapi tantangan perpajakan tersebut yaitu:
- Kerjasama Internasional : negara-negara di dunia bekerja sama untuk menciptakan standar perpajakan yang konsisten di seluruh dunia, menghindari kekosongan hukum dan potensi penghindaran pajak. Kerjasama internasional ini juga diperlukan ketika suatu toko melakukan transaksi perdagangan lintas negara. Dibutuhkan kerjasama internasional untuk memastikan bahwa pendapatan dari transaksi tersebut dikenakan pajak dengan adil.
- Regulasi Pajak Khusus E-commerce : pengembangan regulasi khusus yang menangani perpajakan dalam e-commerce dapat memberikan pedoman yang lebih jelas dan adil. Salah satu organisasi internasional yaitu Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) yang beranggotakan negara-negara yang berkolaborasi dan bersama-sama mencari solusi masalah sosial-ekonomi telah menciptakan pedoman dan kerangka yang dapat membantu negara menangani permasalahan perpajakan di era transaksi digital.
- Pelacakan Transaksi Mata Uang Kripto : pemerintah berupaya untuk meningkatkan tranparansi dalam transaksi mata uang kripto dengan menerapkan langkah-langkah seperti pelaporan wajib untuk pertukaran kripto. Melacak transaksi mata uang kripto menjadi tantangan tersendiri karena seringkali bersifat anonim sehingga sulit untuk menentukan apakah transaksi mata uang kripto tersebut seharusnya dikenakan pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, atau pajak lainnya.
Selain beberapa tindakan di atas, Indonesia menghadapi tantangan perpajakan di era transaksi digital dengan menyusun dan menerbitkan beberapa peraturan dan perundang-undangan yang terkait, seperti Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68 Tahun 2022 yang merupakan aturan turunan dari Undang -- Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang membahas mengenai transaksi aset kripto yang dikenakan tarif PPh dan PPN yang bersifat final, PMK Nomor 60/PMK.03/2022, dll.Â
E-commerce yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP) akan dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) dengan tarif 11% atas transaksi penyerahan barang kena pajak (BKP) atau jasa kena pajak (JKP). Jika e-commerce memiliki omzet yang tidak lebih dari Rp 4,8 milyar akan dikenakan PPh final UMKM sebesar 0,5% dan e-commerce yang omzetnya tidak mencapai Rp 500 juta akan terbebas dari pajak tersebut.