Mohon tunggu...
Didi Jagadita
Didi Jagadita Mohon Tunggu... Administrasi - pegawai swasta

pegawai swasta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bersatu Setelah "Perang"

24 Februari 2024   13:29 Diperbarui: 24 Februari 2024   13:47 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hal yang tidak disadari oleh para calon presiden atau legislatif atau pilkada, adalah keterbelahan pada level masyarakat setelah masa kontestasi. Pada saat para elit mulai berdamai dengan membangun rekonsiliasi, masyarakat di kalangan bawah masih bertikai dan tidak saling sapa.

Seperti yang terjadi saat ini. Presiden Indonesia, Joko Widodo mengatakan dirinya akan menjadi jembatan bagi semua pihak termasuk partai. Karena itu kita baca baliau berusaha berkomunikasi dengan Megawati melalui Sultan Hamengkubuwono ke X. Lalu kita lihat adanya makan malam bersama antara Joko Widodo dengan ketua umum Nasdem, Surya Paloh yang dinilai bermacam-macam oleh publik. Setelah makan malam itu, beliau mengatakan begini :

"Ini baru awal-awal, nanti kalau sudah final kami sampaikan, tapi itu sebetulnya, saya itu hanya menjadi jembatan, yang paling penting kan partai-partai," kata Jokowi di RS Pertahanan Negara, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Senin (19/2/2024)

Ini memang tipikal Indonesia. Kita menyebutnya silaturahmi - dan ini memang merupakan nilai moral bangsa indonesia sekaligus bertujuan untuk kebaikan bangsa. Hakekatnya adalah sikap yang baik. Setelah berseteru untuk mendapatkan kekuasaan, para petinggi partai akan putar otak, bagaimana mereka bisa mendekat ke penguasa, karena bagaimanapun, partai akan lebih mudah jika mendekat ke penguasa. Maka, silaturahmilah jadi salah satu cara untuk mendapat solusi.

Namun jika mereka tidak sejalan dengan pemenang Pilpres (dan partai-partainya) mereka akan mencari jalan untuk tetap menjalankan tugas partai dengan menjadi oposisi. Kita melihat hal ini pada PKS dan partai Demokrat pasca Pemilu 2019, dimana PDIP menjadi partai pemenang dengan Joko Widodo sebagai Presiden untuk periode kedua.

Inilah juga yang seharusnya dilakukan oleh masyarakat yang mungkin beda pilihan. Beda pilihan boleh, namun jangan sampai  putus silaturahmi. Dalam satu keluarga , ibu yang mungkin berbeda pilihan dengan anak, tidak boleh menjaga jarak hanya karena beda pilihan. Juga dua sahabat yang berbeda pilihan selayaknya juga tetap bersahabat setelah pemilu usai.

Dan masyarakat lainnya juga harus tetap bersatu dan tidak boleh terpancing oleh pihak-pihak tertentu untuk memperpanjang perbedaan (pilihan politik). Kita tak mungkin "perang" terus menerus. Persatuan Indonesia harus tetap kita jaga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun