Kita tentu ingat kisah Nabi Muhammad hijrah dari Mekkah ke Madinah. Beliau menemukan komunitas yang beragam ketika di Madinah. Di situ dia menyatukan berbagai kaum untuk persaudaraan baru.
Nabi kemudian menyatukan berbagai kaum yang berbeda dalam satu keyakinan politik dan mendirikan negara Madinah. Dalam pandangan Nabi, Â tidak jadi masalah seseorang umat beriman berasal dar Quraisy, Aws, Khazraj ataupun Yahudi. Begitu mereka menjadi satu komunitas di Madinah, maka yang berlaku adalah keyakinan politik bersama bukan soal keturunan.
Aturan politik dan sosial di Madinah diwujudkan dalam naskah yang disebut Piagam Madinah yang disepakati pada 12 Ramadan tahun 1 Hijriah. Piagam Madinah memberi rincian bahwa Nabi Muhammad akan memerintah Madinah dan sudah membuat aturan bagi seluruh kaum di sana. Mu'minun akan menjadi saau unit politik dan Nabi menjadi penentu bagi aturan itu.
Saat itulah nabi memberi pondasi penting bagi negara modern di jazirah Arab. Hukum Arab kuno yang memberi penekanan pada pembalasan atas kesewenang-wenangan atau ketidak adilan dihilangkan untuk mendukung system baru yang diciptakan Nabi Muhammad. Piagam Madinah diberlakukan dan semua pihak menghargainya.
Piagam ini memberikan kebebasan kepada kaum Yahudi untuk menjalankan agamanya, tetapi mereka harus mengakui otoritas politik Muhammad di kota ini dan bergabung dalam kelompok pertahanan bersama, apabila ada serangan dari Quraisy.
Bila kita analogikan maka apa yang diciptakan Nabi Muhammad atas Madinah yaitu piagam Madinah, mirip dengan Pancasila. Keduanya meleburkan beberapa hal untuk tercipta sesuatu baru yang baik untuk semua pihak.
Demikian juga dengan Pancasila. Pancasila meleburkan beberapa kepentingan termasuk piagam Jakarta yang sebelumnya diperjuangkan oleh beberapa pihak. Demi kepentingan masyarakat Indonesia yang lebih besar, maka Pancasila dengan seluruh sila-silanya mereka terima agar masyarakat minoritaspun dapat memakai pondasi itu untu mewujudkan cita-cita bersama.
Perjalanan bangsa memang tak semuanya mulus, kadang harus melewati beberapa tikunga dan tanjakan. Sama dengan Madinah di  masa lalu yang kadang dihantui serangan dari beberapa suku yang memusuhi mereka.
Sama halnya dengan Indonesia dimana musuh itu tidak saja dari luar tapi juga dari dalam negeri. Dari luar adalah pengaruh-pengaruh yang tidak sesuai dengan budaya kita, sedangkan dari dalam adalah keinginan untuk merasa berbeda dengan yang lain. Selain itu juga beberapa perasaan yang ada semisal lebih benar dibanding kaum lainnya.
Inilah yang harus kita perangi bersama mengingat sebagai bangsa yang berakar dari Nusantara, kita dipersatukan di atas segala perbedaan yang ada. Karena itu kita harus bersatu karena sama dengan berbagai suku yang dijadikan satu oleh Nabi Muhammad di konstitusi Madinah, kita juga dipersatukan oleh Pancasila. Sekarang dan berlaku sampai kapanpun
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H