Sepertinya masih terlalu banyak pejabat publik yang mencari celah korupsi tiap ada ‘proyek basah’. Pembangunan proyek banyak diincar pejabat-pejabat nakal, bahkan Masjid sekalipun.  pejabat publik sudah banyak yang kehilangan integritas dan melupakan tanggung jawab profesinya saat dihadapkan dengan proyek-proyek menggiurkan. Integritas merupakan indikator kapasitas seorang pejabat publik saat dipertentangkan antara profesionalitas dan keuntungan pribadi.
Manipulasi dan korupsi proyek-proyek sangat tidak terpuji jika ditunjukkan dan dilakukan oleh seorang pejabat publik. Tindakan koruptif kali ini diduga kuat melibatkan mantan Walikota Jakarta Pusat, Sylviana Murni terkait pembangunan Masjid Al-Fauz di Kantor Walikota Jakarta Pusat. Pembangunan masjid menuai polemik karena dananya tidak transparan dan sarat tindakan korupsi.
Korupsi harus kita buang jauh-jauh dari keseharian dan rutinitas kita, sekecil apapun itu. Lalai menggunakan dan memanfaatkan waktu saja bisa dibilang korupsi, apalagi duit bermilyar-milyar. Masjid Al-Fauz ditenggarai menghabiskan dana hingga 27 Miliar pada awalnya bahkan ditambah 5 Miliar untuk menuntaskan pembangunannya. Dana melimpah untuk membangun Masjid Al-Fauz mengandung indikasi dan dugaan merugikan negara ratusan hingga miliaran rupiah.
Sylviana Murni yang saat awal pembangunan Masjid menjabat sebagai Walikota harus mengklarifikasi dan mempertanggungjawabkan anggaran dana pembangunan Masjid tersebut. Dugaan korupsi ini ditemukan berdasarkan audit BPK (Badan Pemeriksaan Keuangan) dan juga laporan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat). Substansi kasus ini jelas, untuk menguak keterlibatan pejabat publik dengan korupsi – korupsi yang kerap terjadi tiap ada proyek yang sedang berjalan.
Selain menjaga integritas dan profesionalitasnya sebagai pejabat publik untuk tidak melakukan korupsi, seorang aparatur negara juga harus menjaga keutuhan NKRI dengan segenap tenaganya. Sebelum kasus dugaan korupsi ini mencuat ke publik, ada dugaan lain yang mengaitkan suami Sylviana Murni, I Gde Sardjana dengan kasus dugaan makar.
Gde Sardjana terekam melakukan transfer sejumlah uang kepada Zamran, salah seorang yang terkait dengan kasus makar. Zamran adalah tersangka dalam kasus UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) atas dugaan penyebaran informasi berbau SARA. Gde Sardjana mengaku melakukan transfer uang untuk keperluan kampanye dan untuk istri Zamran yang hendak melahirkan.
Meski belum ada keputusan hukum yang sah terkait dua kasus ini, hal ini menunjukkan sebagai pejabat publik dan aparatur negara seseorang harus bekerja dengan ‘lurus’. Istilah kacamata kuda diperlukan untuk mengantisipasi adanya oknum yang ‘lirik-lirik’ proyek atau tindakan yang berujung pelanggaran hukum lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H