Mohon tunggu...
Heddy Yusuf
Heddy Yusuf Mohon Tunggu... Jurnalis - Ingin jadi orang bijaksana, eh..jadinya malah Bijak sini - Bijak situ...
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Tulislah apa yang mau kau tulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bupati Karawang Kabur Didemo Mahasiswa (Protes Megapolitan Karawang)

10 November 2012   12:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:40 705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1352548671626704247

Demonstrasi puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Karawang yang menuntut revisi rencana Karawang menjadi Megapolitan diwarnai kericuhan karena petugas menghalang-halangi aksi mahasiswa yang mendesak menemui bupati Karawang Ade Swara.

Dalam orasinya Ketua PMII Karawang Yopi Kurniawan mengatakan, “kami ingin mengoreksi kebijakan Pemda yang akan menjadikan Karawang Megapolitan tanpa perencanaan yang matang, karena berdampak sosial sangat buruk. Tapi jika memang harus dipaksakan Karawang menjadi Megapolitan, seharusnya juga pemerintah menyediakan dulu sarana prasarana bagi masyarakat daripada mendahulukan kepentingan para pengusaha,” tegasnya.

Menurut Heigel mahasiswa Fak Hukum Universitas Singaperbangsa Karawang yang tergabung dalam demo tersebut menambahkan, “Megapolitan artinya modernisasi, di mana-mana akan dibangun kawasan industri otomotif dan elektronik, bandara udara, pelabuhan dan jalan tol dibangun untuk kepentingan distribusi kapitalisme global. Sebagai gantinya, sawah ladang, lahan teknis habis tergilas. Limbah industri di buang ke sungai Citarum. Kita orang Karawang hanya dijadikan “jongos kapitalis”, SDM yang minim akan membuat rakyat Karawang jadi penonton, rakyat dimiskinkan secara struktural, grafik angka kriminalitas bisa meningkat tajam. Maka selayaknya bupati Ade Swara mengadakan dialog dengan kaum intelektual di Karawang, jangan malah kabur!” tegas Heigel.

Tiba-tiba unjuk rasa berubah ricuh saat Satpol PP berusaha memadamkan api dari ban bekas yang dibakar mahasiswa tepat di depan pintu kantor yang biasa bupati Ade Swara parkir mobil mewahnya. Kerusuhan juga terjadi saat puluhan mahasiswa merangsak masuk ke dalam kantor lantai 1 tempat sekda dan wakil bupati berada, mereka berlarian naik ke lantai 2 dimana ruang bupati dan ruang rapat berada, tiap ruangan di sweeping mahasiswa yang mencari keberadaan bupati Karawang.

Untuk menghindari kerusuhan yang hampir saja tidak terkontrol menjadi besar, ketua PMII membubarkan anggotanya, para mahasiswa pulang dengan diiringi nyanyian lagu wajib mereka:

“Darah Juang”

Di sini negeri kami

Tempat padi terhampar luas

Samuderanya kaya-raya

Negeri kami subur, Tuhan

Di negeri permai ini

Berjuta rakyat bersimbah luka

Anak kurus tak sekolah

pemuda desa tak bekerja

Mereka dirampas haknya

Tergusur dan lapar

Bunda relakan darah juang kami

Tuk membebaskan rakyat

Padamu kami berjanji

Padamu kami mengabdi

Tuk membebaskan rakyat

Sementara itu, Rambo Ketua LSM Forum Masyarakat Lingkungan (Formalin) Karawang menyatakan, “tuntutan mahasiswa itu murni menyuarakan suara rakyat tanpa ditunggangi pihak manapun, lihatlah dampak lingkungan yang akan dirasakan rakyat atas pembangunan Megapolitan Karawang jika dipaksakan tanpa mapping, planning, tujuan pembangunandi Kabupaten Karawang tidak transparan, pastinya Amburadul. Apalagi jika bupati dan birokrat hanya mau cari untung doang jadi broker.” Ujar Rambo.

Menurut Ketua LSM Gerakan Rakyat Pemantau Korupsi (GRPK) Endang Saputra, “aksi protes mahasiswa wajib didengar bupati, dia harus berani menjelaskan Karawang mau dibawa kemana? Bupati jangan lari dari tanggungjawab. Jangan malah mahasiswa dibenturkan dengan aparat keamanan, Satpol PP dan Polisi. Awas..! jangan sampai terjadi tindakan represif, penindasan. Jangan sampai terjadi kekerasan fisik pada mahasiswa yang malah bisa menambah permasalahan baru,” imbuhnya.

“Jika bupati tidak mau berkomunikasi dengan mahasiswa, tidak bisa berkomunikasi dengan wakil bupati, tidak juga dengan DPRD, pers, aktivis, LSM bahkan dengan rakyatnya sendiri. Bupati tidak tahu apa yang terjadi dengan Karawang? maka semua jadi menambah panjang deretan disharmonisasi dengan stakeholder di segala bidang. Modernisasi di Karawang harus dikomunikasikan dengan cara-cara yang beradab, bukan dengan benturan kekuatan dan kebodohan, primitif, zaman kerajaan seperti sekarang ini.” Ujar ketua LSM GRPK Karawang menegaskan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun