Mungkin ada yang tersinggung, murang-maring, pendukung calon lain menjawab emosi; "Beredar video ini bentuk propaganda busuk politik dungu yang jelas bertujuan untuk mendiskreditkan paslon No.2. Mengira rakyat bisa dibodohi dengan rekayasa video tersebut . Ini jelas perbuatan krimial/kejahatan politik, harus ada penindakan dan penyidikan dari aparatur penegak hukum (Kepolisian), siapa pelaku dan pembuat video tersebut," komen-nya.
Netizen lainnya pun menimpali; "Tapi bisa saja, beredar video itu bentuk propaganda nekat dan busuk yang jelas bertujuan untuk mendiskreditkan paslon No urut 3. Seolah paslon No urut 3 membuat video tolol itu. Tujuannya paslon No urut 3 dihakimi bersalah? Di fitnah...oleh yg membencinya.
Tidak semudah itu. Jangan pula mengira rakyat bisa dibodohi dengan rekayasa video tersebut. Ini jelas perbuatan/kejahatan politik, harus ada penindakan dan penyidikan dari aparatur penegak hukum (Kepolisian) siapa pelaku dan pembuat video tersebut?." Jawabnya.
Saling bully, saling gertak di medsos bikin ramai rasanya. Tapi mungkin saja ada hal baru, Pilkada Serentak 2020 kali ini bisa jadi mengakibatkan sindrom, gejala gangguan kecemasan yang merupakan penyakit kesehatan mental, gejala berupa cemas, gugup, khawatir dan ketakutan yang berlebihan. Barangkali atau mungkin saja Netizen pendukung paslon tertentu mengalami Sindrom Minggu Tenang Tidak Tenang?
Pada pasal 278 UU Pemilu diatur larangan bagi peserta, pelaksana, tim kampanye pemilu memberi imbalan kepada pemilih agar tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih kandidat tertentu di hari mendekati Pemilu.
Jika larangan itu dilanggar, sanksi pidana penjara maksimal 4 tahun dan denda paling banyak Rp. 48 juta menanti orang terkait.
Peserta pemilu juga dilarang melakukan kampanye dalam bentuk apapun selama masa tenang. Aturan itu terdapat di Pasal 24 ayat (4) Peraturan KPU tentang Kampanye Pemilu.
Di masa tenang ini, diharapkan pemilih makin memantapkan diri untuk menjalankan hak politiknya datang ke bilik suara Rabu, 9 Desember 2020. Diharapkan pula Pilkada Serentak 2020 ini tingkat partisipasi publik bisa tercapai tenang, tertib, aman dan lancar. Kondusif.
Karena Pilkada ada kedekatan emosi dan psikologis antara publik pendukung dan calon pemimpin di tingkat lokal.
Heigel kembali menegaskan, siapapun dia yang terbukti menyalahgunakan masa tenang jelas melanggar Pasal 278 UU Pemilu, dan harus ditindak tegas.(dot)