Menurut SPI Kedaulatan pangan adalah hak setiap bangsa dan setiap rakyat untuk memproduksi pangan secara mandiri dan hak untuk menetapkan sistem pertanian, peternakan, dan perikanan tanapa adanya subordinasi dari kekuatan pasar internasional.
Pada Deklarasi Roma tentang Ketahanan Pangan Dunia (Rome Declaration on World Food Security) yang dirancangkan pada saat Pertemuan Puncak Pangan Dunia (World Food Summit) tanggal 13-17 November 1996, ketahanan pangan di definisikan sebagai:
“… when all people, at all time, have physical and economic access to sufficient, safe and nutritious food to meet their dietary needs food preferences for an active and healthy life”
Ketersediaan pangan dan keterbatasan dari kelaparan merupakan hak-hak asasi fundamental yang ditegaskan pada pertemuan puncak tersebut. Penegasan ini kemudian mengarah pada pendekatan human welfare and development terhadap ketahanan pangan, dimana tujuan yang ingin dicapai adalah pemberdayaan masyarakat dan perluasan bentangan pilihan-pilihan yang berbasis potensi lokal. (Banowati 2011: 123)
Indonesia adalah tanah surga, begitulah sebuah lagu menggambarkan Indonesia. Indonesia dengan wilayah yang sangat potensial di bidang lahan pertanian, peternakan, dan perikanan. Peluang yang selama ini kita tahu, namun kurang kita sadari serta luput dari perhatian. Peribahasa “rumput tetangga lebih hijau” mungkin tepat untuk menggambarkan masyarakat Indonesia. Hal ini terbukti dengan membiarkan lahan sebagai Industri non-pertanian, perumahan, selain itu masyarakat kita lebih meminati produk luar negeri.
Menurut para pakar ekonomi bahwa di era krisis, yang mana seluruh sektor pembangunan tumbuh negatif, ternyata sektor pertanian masih mampu tumbuh positif meskipun hanya 0,26% pada tahun 1998. Artinya bahwa sektor ini mempunyai daya tahan yang kuat terhadap krisis ekonomi dan kondisi demikian berlanjut hingga tahun 2002. (Banowati 20011: 123)
Presiden pertama kita Ir. Soekarno dalam pidatonya “Rakyat padang pasir bisa hidup, masak kita tidak bisa hidup! Rakyat Mongolia (padang pasir juga) bisa hidup, masak kita tidak bisa membangun satu masyarakat adil-makmur gemah ripah loh jinawi, tata tenteram kertaraharja, di mana si Dullah cukup sandang, cukup pangan, si Sarinem cukup sandang, cukup pangan? Kalau kita tidak bisa menyelenggarakan sandang-pangan di tanah air kita yang kaya ini, maka sebenarnya kita Beograd yang tolol, kita Beograd yang maha tolol.“ (Pidato Bung Karno pada Konferensi Colombo Plan di Yogyakarta 1953)
Pidato tersebut sejatinya masih sangat relevan dengan keadaan negeri kita menyangkut pemenuhan serta kemandirian pangan kita. Sudah saatnya kita menyadari serta menyikapi keadaan pangan negeri kita.
Dilihat dari SDMnya Indonesia sangat memungkinkan untuk bangkit, meskipun lebih dari 80% petani tidak tamat sekolah dasar. Hal ini bisa diatasi dengan memanfaatkan para kaum intelektual Indonesia.
Mahasiswa yang disebut-sebut sebagai “agen of change” sudah seharusnya bersatu untuk men”change” negeri ini, khusunya di bidang pangan. Pemikiran-pemikiran yang dikembangkan hendaknya diaplikasikan setelah lulus kemudian terjun ke masyarakat. Sarjana pertanian, agribisnis, agroteknologi, ilmu pangan, perikanan,peternakan dan lain-lain yang kita cetak setiap tahun untuk mendampingi, memberi pelatihan keterampilan kepada para petani.
Saya membayangkan apabila sarjana kita di sebarkan ke seluruh penjuru negeri, para petani di bentuk berkelompok-kelompok dibimbing oleh sarjana kita secara continue maka masalah pendidikan petani bukan masalah lagi. Sudah seharusnya kita tak mencibir ketertingalan teknik yang dipakai petani kita, sudah tugas kaum intelektual “do something” serta mencerdaskan masyarakat. Sudah kewajiban pula para sarjana kita untuk tidak melenceng dari jurusan yang mereka ambil setelah lulus.
Semua sarjana dari berbagai jurusan dapat kita berdayakan guna mewujudkan kedaulatan pangan. Sarjana pertaian harus terus mencari strategi pembangunan pertanian serta peningkatan mutu SDM pertanian. Sarjana agroteknologi berkontribusi untuk terus melakukaninovasi produk pertanian, pengembangan bioteknologi dan lain-lain. Sarjana agribisnis terus mengembangkan usaha pemasaran produk dipasar local khususnya. Sarjana teknik kita manfaatkan dalam pembuatan dan pengembangan alat-alatpertanian, serta jaringan system informasi yang mantap melihat wilayah Indonesia yang terpencar. Sarjana ekonomi membangun bank khusus pemodalan bagi para petani, UKM, Koperasi dan kemitraan.
Fraksi DPR termasuk MPR juga harus memperjuangan statemen politik tentang kebijaksanaan makro ekonomi yang berpihak kepada sektor pertanian yang di dukung oleh semua sektor pembangunan, sehingga sektor pertanian memiliki kekuatan politik yang memadai untuk pengembanga. Pemerintah juga harus menguatkan posisi Indonesia di WTO guna memperjuangkan kepentingan pertanian Indonesia.
Melihat potensi yang sangat luar biasa negeri ini, saya yakin “BISA” jika kita bergerak “BERRSAMA” mewujudkan kedaulatan pangan bagi seluruh rakyat Indonesia!
Referensi:
Banowati, dkk. 2011. Geografi Pertanian. Semarang: Sanggar Krida Aditama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H