Manusia diciptakan dengan karakteristik yang berbeda-beda mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki. Kecerdasaan adalah suatu kemampuan manusia dalam memahami suatu permasalahan yang mempunyai tujuan dengan cara berfikir yang rasional. Kecerdasan pada setiap individu berbeda namun seringkali dalam melihat kecerdasaan seseorang,kita melihat dengan seberapa tinggi Intelligence Quotient (IQ) yang dimiliki.Â
Intelligence Quotient (IQ) adalah istilah untuk kecerdasan manusia dalam kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah, belajar, berfikir, penggunaan bahasa dan lainnya. Semakin tinggi IQnya semakin tinggi pula tingkat kecerdasannya karena inteligensi dapat menjadi bekal yang akan memudahkan dalam proses belajar.
Padahal,penentu kecerdasan seseorang tidak hanya dilihat dari seberapa IQ yang dimiliki orang tersebut. Menurut Binet dalam buku Winkel yang berjudul Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar inteligensi adalah kemampuan untuk menetapkan dan mempertahankan suatu tujuan, untuk mengadakan penyesuaian dalam rangka mencapai tujuan itu, dan untuk menilai keadaan diri secara kritis dan objektif. (WS Winkel,1997:529)
Menurut Goleman, kecerdasan intelektual (IQ) hanya memberikan 20% bagi kesuksesan, 80% nya adalah faktor kekuatan-kekuatan lain, seperti kecerdasan emosional atau Emotional Quotient (EQ) [L2] yaitu kemampuan dalam memotivasi diri sendiri, mengatasi frustasi, mengontrol desakan hati, mengatur suasana hati (mood), berempati serta kemampuan bekerja sama (Daniel Goleman,2000:44).Â
Pengelolaan emosi dalam semua hal sangat diperlukan apalagi dalam mengambil sebuah keputusan,karena kecerdasan intelektual tidak akan berarti tanpa pengelolaan emosi yang baik.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, ternyata penenentu kecerdasan tidak hanya berdasarkan IQ yang dimiliki seseorang tetapi ada juga faktor lain yaitu EQ. Maka makalah dengan judul penentu faktor kecerdasan perlu ditulis dan dibahas lebih lanjut.
PEMBAHASAN
Emotional quotient (EQ) adalah kemampuan seseorang dalam mengatur diri sendiri dalam berhubungan dengan lingukan dan orang lain disekitarnya dengan menggunakan semua kemampuan psikis yang dimikinya seperti contohnya adaptasi,kerjasama,komunikasi,empati dan inisiatif. Teori ini pertama kali dikenalkan oleh Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire pada tahun 1990.Â
Lalu istilah emotional intelligence ini dipopulerkan oleh Daniel Goleman yang merupakan seorang penulis terkenal dengan bukunya Emotional Intelligence. Menurut Goleman, kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang 20% bagi kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor kekuatan-kekuatan lain, diantaranya adalah kecerdasan emosional atau Emotional Quotient (EQ).
Daniel Goleman mengatakan bahwa kecerdasan emosional memiliki beberapa pengertian. Pertama, bahwa kecerdasan emosi tidak hanya bersikap ramah, namun juga sikap tegas yang menunjukan sifat tidak menyenangkan, namun mengungkapkan kebenaran yang selama ini tidak di ungkapkan.Â
Kedua, kecerdasan emosional tidak berarti memberikan kebebasan kepada perasaan untuk dapat berkuasa memanjakan perasaan itu, namun mengelola perasaan sehingga menunjukan ekspresi yang efektif dan sesuai dengan perasaan kita sehingga dapat membuat orang bekerja sama dengan lancar menuju sasaran bersama.Â