Mohon tunggu...
Radharani DeviDasi
Radharani DeviDasi Mohon Tunggu... -

Penyembah Sri Krishna dan Srimati Radharani

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Krishna Sankirtanam...yang Tak Terganti

22 Oktober 2014   23:21 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:04 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik



Kamu...membingungkan

Bingung mengartikan esensi “kamu” dalam hatiku, bingung mencerna ingatan demi ingatan yang tidak pernah sirna dari otakku, dan bingung mengikhlaskan kamu dari hidupku.

Siapa sih kamu? Apa sih istimewanya kamu? Selalu itu yang aku tanya pada diriku sendiri, namun tanya itu tidak pernah terjawab. Mengapa hanya kamu yang terlintas di kalbu, mengapa hanya kamu yang terhembuskan dalam setiap hela nafas, mengapa hanya kamu yang menghiasi khayal dan mimpi-mimpi malamku, mengapa hanya kamu yang teringat ketika bibirku mengucap doa, dan mengapa hanya kamu yang sanggup menghadirkan segala bentuk perasaan yang tak pernah aku rasakan sebelumnya.

Kamu...menyakitkan

Menyakitkan mendengarmu terluka karena ke”tidaktahudiri”anku menipu perasaanmu, dan menyakitkan mengetahui betapa kamu membenci aku. Aku tidak sakit atas hujatan-hujatanmu, aku menerimanya dengan ikhlas, yang meyakitkanku adalah menyadari bahwa kamu begitu “tidak terima” dengan semua kenyataan yang ada. Kamu begitu sakit dan ingin menolak semua kenyataan pahit itu. Aku sakit bukan karena diriku sendiri, tapi karena aku mengetahui kamu berdarah-darah karena diriku. Mungkin seumur hidupku, sakit itu akan selalu berbekas. Aku yang paling tidak ingin melihatmu sakit, ternyata adalah orang yang paling menyakitimu.

Kamu...Keajaiban

Keajaiban yang membuatku rela menyebut namamu dalam doa tiap waktu. Tak peduli bahwa kamu mungkin menghujat dan mengharapkanku pergi, tapi doa-doa yang terpanjatkan untukmu tak pernah putus. Pagi, siang, sore, malam, bahkan ketika terbangun tengah malampun doa yang terucap untukmu selalu sama. Menginginkan bahagiamu yang sempat kukoyak-koyakkan dengan teganya. Mengharap Tuhan melipat gandakan nikmat yang Dia anugrahkan padamu. Aku mendoakanmu tulus, tanpa niat, lepas dan hanya untuk kamu saja..

Kamu...Ketulusan

Mempelajari bagaimana menyayangi dengan tulus tanpa mengharap balasan darimu. Menginginkan kamu merasakan yang ingin kamu rasakan dan mencoba mewujudkannya tanpa ingin diperlakukan sama. Dari kamu aku belajar bagaimana “hanya menyayangi”, bukan “menyayangi dan disayangi”. Dari kamu aku belajar sabar, tulus menerima segala bentuk perlakuanmu.

Kamu...Keikhlasan

Ikhlas menerima segala yang harus ku terima, ikhlas tersenyum diatas sakit yang terasa saat membaca segala bentuk ketidakpedulianmu, ikhlas berusaha mewujudkan impian-impianmu, ikhlas membiarkan kamu menemukan dunia lain, ikhlas merelakan kamu dicintai dan mengagumi, dan ikhlas melepasmu terbang jauh...

Terima kasih “kamu”...telah mengajariku arti hidup, mengajariku sabar, mengajariku ikhlas dan tulus. Terimakasih telah membenciku, karena bencimu telah mendekatkanku padaNya, bencimu telah mengakrabkanku denganNya, dan bencimu telah membuatku memilihNya sebagai pendengar setia semua cerita-ceritaku tentangmu. Mungkin saat kamu dulu selalu mendukung dan menjagaku, aku begitu pongah tapi rapuh, aku menganggap diriku raksasa yang bisa menguasai dunia tapi aku lemah, terbukti ketika kamu memutuskan pergi, aku langsung rapuh, kehilangan pegangan, jatuh terguling-guling tanpa ada yang mampu menyelamatkan. Aku mencari-cari pegangan lain yang membuatku semakin terperosok dalam. Dan akhirnya aku mulai belajar, belajar menaiki jurang yang membuatku terperosok perlahan-lahan, agar aku bisa kembali berdiri tegak diatas. Setiap langkah kutemukan cobaan, yang menyakitkan dan menggulirkan airmata, namun aku tak mempedulikannya, biarlah sandungan-sandungan itu menjadi kekuatanku, karena batu-batu sandungan itu bila ku tumpuk-tumpuk pasti bisa menjadi tangga agar aku bisa kembali menaiki jurang itu.

Terima kasih “kamu” ... Terima Kasih...

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun