Mohon tunggu...
Hade Miladia
Hade Miladia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Program Studi Hukum Ekonomi Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum: Alat untuk Pembangunan Masyarakat

12 Desember 2022   09:15 Diperbarui: 12 Desember 2022   09:58 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Masalah utama yang saat ini dihadapi oleh para ilmuwan sosial yaitu untuk membantu mendorong tindakan hukum dan mendorong untuk memahami dan menerapkan aturan hukum. Hal ini penting agar fakta sosial lebih bernilai atas nama hukum. Karena hukum merupakan alat rekayasa sosial yang digunakan untuk mengubah pola dan tingkah laku masyarakat sesuai dengan peraturan yang dikehendaki oleh hukum.

Hukum Efektif Melindungi Hak-Hak Orang dan Membantunya Mendapatkan Apa Yang Pantas Didapatkan

Keefektifan suatu hukum itu diukur dari kesesuaiannya dengan cita-cita hukum dalam hal penerapan dan pemahamannya. Realitas hukum juga harus memenuhi syarat lain dari hukum yang baik, seperti adil dan berlaku bagi semua orang. Jadi secara detailnya efektivitas hukum itu mencakup apakah sudah sesuai atau adakah kendala terhadap hukum yang diberlakukan dalam masyarakat. Adapun adanya regulasi undang-undang adalah cara untuk memeriksa apakah suatu undang-undang berjalan sebagaimana mestinya. Dimana efektivitas hukum suatu undang-undang menentukan seberapa baik ia mampu mencapai tujuan yang dimaksudkan. Menurut Zainuddin Ali, efektivitas hukum itu berarti mengkaji kaidah hukum dan harus memenuhi syarat yaitu berlaku secara yuridis, berlaku secara sosiologis serta berlaku secara filosofis.

a. Secara yuridis, berlakunya hukum secara yuridis dijumpai dengan adanya anggapan-anggapan sebagai berikut:

1. Hans kelsen yang menyatakan bahwa kaidah hukum mempunyai kelakuan yuridis apabila penetuannya berdasarkan kaidah yang lebih tinggi tingkatannya. Ini berhubungan dengan teori “stufenbau” dari kelsen.

2. W. Zevenbergen menyatakan bahwa suatu kaidah hukum mempunyai kelakuan yuridis jikalau kaidah tersebut “op de verischte ize is tot sand gekomen”

b. Secara sosiologis, kaedah hukum berlaku secara sosiologis apabila kaedah tersebut efektif, artinya kaedah tersebut dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa walaupun tidak diterima oleh warga masyarakt (teori kekuasaan), atau kaedah tadi berlaku karena diterima dan diakui oleh masyarakat (teori pengakuan). Berlakunya kaidah hukum secara sosiologis menurut teori pengakuan adalah apabila kaidah hukum tersebut diterima dan diakui masyarakat. Sedangkan menurut teori paksaan berlakunya kaidah hukum apabila kaidah hukum tersebut dipaksakan oleh penguasa.

c. Secara filosofis, berlakunya hukum secara filosofis berarti bahwa hukum tersebut sesuai dengan cita-cita hukum sebagai nilai positif  tertinggi.

Lantas bagaimana penerapan pendekatan sosiologi hukum yang berhubungan dengan hukum ekonomi syariah ?

Pendekatan sosiologis yang berkaitan dengan hukum ekonomi syariah berfokus pada pemahaman bagaimana manusia berinteraksi satu sama lain dengan lingkungannya. Pendekatan ini didasarkan pada iman dan Islam yang sesuai dalam Al-qur’an dan Hadits. Penerapan kajian sosiologi hukum yang sesuai dengan hukum ekonomi syariah membantu terciptanya masyarakat yang adil dan merata. Salah satu contohnya yaitu kajian menngenai pendekatan sosiologi hukum terhadap praktik jual beli followers di media sosial instagram. Dimana instrumen jual beli itu dapat menjadi terlarang atau bersifat gharar diantaranya  karena ketidakjelasan objek dalam jual beli yang bersifat tidak ditempat. Pola ini menemukan bahwa konsep jual beli yang dilarang berkesan memiliki ketidakjelasan tujuan dari pokok barang yang dijual. Sehingga pola jual beli seperti ini akan memunculkan sifat menipu dan tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Adapun solusi dari praktek jual beli tersebut adalah dengan memunculkan sistem akad saling senang, yakni akad saling percaya dalam penyerahan uang dan pemberiaan objek barang yang akan dijual.

Hukum Tumpul Ke Atas dan Tajam Ke Bawah

Jika kita melucuti yang kuat dan mempersenjatai yang lemah, itu akan merubah tatanan sosial yang sudah dipertahankan. Hal ini terjadi karena tidak adil bagi yang kuat untuk selalu berkuasa atas yang lemah, dan keadilan akan ditegakkan ketika ada ketidakadilan. Keadilan adalah sanksi atas ketidakadilan yang mapan. Gagasan hukum progresif muncul bahwa hukum harus didasarkan pada kebutuhan masyarakat, bukan pada kebutuhan aparat penegak hukum yang bertugas menegakkannya. Hukum progresif mencoba mengubah cara penegakan hukum agar lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang ingin dilindunginya. Di Indonesia, hukum progresif muncul sekitar tahun 2002, dimana hukum ini lahir karena selama ini ajaran ilmu hukum positif (analytical jurisprudence) yang dipraktikan pada realitas empirik di Indonesia tidak memuaskan. Gagasan Hukum Progresif muncul karena keprihatinan terhadap kualitas penegakan hukum di Indonesia terutama sejak terjadinya reformasi pada pertengahan tahun 1997. Untuk mencari solusi dari kegagalan penerapan analytical jurisprudence, hukum progresif memiliki asumsi dasar antara hukum dengan manusia. Progresivisme bertolak dari pandangan kemanusiaan, bahwa manusia pada dasarnya adalah baik, memiliki sifat-sifat kasih sayang serta kepedulian terhadap sesama. Dengan demikian, asumsi dasar hukum progresif dimulai dari hakikat dasar hukum adalah untuk manusia. Hukum tidak hadir untuk dirinya sendiri sebagaimana yang digagas oleh ilmu hukum positif tetapi untuk manusia dalam rangka mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan manusia. Posisi yang demikian mengantarkan satu predisposisi bahwa hukum itu selalu berada pada status ‘law in the making’ (hukum yang selalu berproses untuk menjadi). Hukum di Indonesia telah kehilangan basis sosialnya, basis multikulturalnya dan ditegakkan secara sentralistik dalam bangunan sistem hukum. Hukum kemudian dipaksakan, didesakkan dan diterapkan dengan kekerasan struktural oleh aparat penegak hukum. Oleh karena itu, perlunya mendesak kekuatan hukum progresif untuk saling bergandeng tangan dalam ide, aksi, dukungan dan lainnya untuk memperbesar kekuatan madzhab hukum progresif. Kekuatan hukum progresif merupakan kekuatan yang menolak dan ingin mematahkan keadaan status quo. Mempertahankan status quo berarti menerima normatifitas dan sistem yang ada tanpa ada usaha untuk melihat aneka kelemahan di dalamnya yang kemudian mendorong bertindak mengatasinya.

Dalam Suatu Negara, Hukum Adalah Kebenaran Yang Dipaksakan Demi Kebaikan Semua Warga. Hukum Disusun, Disepakati, dan Diterapkan Demi Keselamatan Rakyat.

  • Law and social control

Kontrol sosial adalah proses dimana orang diajarkan untuk mematuhi aturan dan nilai-nilai dalam masyarakat dengan memastikan bahwa orang-orang dalam masyarakat berperilaku dengan cara yang dapat diterima oleh kelompok atau masyarakat secara keseluruhan. Hal ini dapat dilakukan melalui hal-hal seperti menghukum orang yang melanggar peraturan, menawarkan kompensasi kepada orang yang dirugikan, atau mencoba membantu orang yang memiliki konflik dengan orang lain. Setiap kelompok masyarakat selalu memiliki problem sebagai akibat adanya perbedaan antara yang ideal dan yang aktual, antara yang standar dan yang praktis, antara yang seharusnya atau yang diharapkan untuk dilakukan dan apa yang dalam kenyataan dilakukan. Standar dan nilai-nilai kelompok dalam masyarakat mempunyai variasi sebagai faktor yang menentukan tingkah laku individu. Dimana fungsi hukum dalam suatu kelompok tersebut yaitu untuk menerapkan mekanisme kontrol sosial yang akan membersihkan masyarakat dari sampah-sampah yang tidak dikehendaki sehingga hukum mempunyai suatu fungsi untuk mempertahankan eksistensi kelompok itu.

  • Socio-legal

Socio-legal bukanlah bidang baru. Studi ini bersifat interdisipliner, menggabungkan studi hukum dan ilmu-ilmu hukum dari perspektif masyarakat. Studi sosio-legal mencakup semua pendekatan terhadap hukum, proses hukum, dan sistem hukum. Studi semacam ini juga mempertimbangkan semua aspek hukum yang berbeda, termasuk cara penerapannya, orang-orang yang terlibat, dan konteks sosial dan budaya. Identifikasi dalam socio-legal tidak hanya mencakup informasi tekstual, tetapi juga melihat konteksnya, yang meliputi segala sesuatu yang terjadi dalam sistem hukum.

  • Legal pluralism

Pluralisme hukum adalah penggunaan beberapa sistem hukum dalam satu wilayah yang sama. Hal ini bisa terjadi di daerah seperti Indonesia yang memiliki beberapa sistem hukum sekaligus. Yang umum terjadi di Indonesia ada tiga sistem hukum yaitu hukum adat, hukum Islam, dan hukum Barat. Pluralisme hukum berarti bahwa hukum yang berbeda ini diterapkan pada kelompok orang yang berbeda. Gagasan pluralisme hukum sebagai sebuah konsep, mulai marak pada dekade 1970an, bersamaaan dengan berseminya ilmu antropologi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun