Seperti manusia, banyak perusahaan mengalami sesak nafas karena terpapar virus korona secara tidak langsung. Lebih-lebih lagi perusahaan bermodal tekad seperti pedagang kecil yang berjualan di pinggir-pinggir jalan. Mereka termasuk dalam kelompok masyarakat berpenghasilan rendah dengan status pekerja informal.
Selain pedagang asongan, termasuk dalam kelompok ini adalah tukang serabutan yang menunggu dipanggil mandor untuk dipekerjakan di proyek-proyek bangunan.
Mereka berasal dari pedesaan yang pindah ke kota besar lantaran tidak ada pekerjaan di desa yang dapat memberi penghasilan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.
Jika mereka tidak mendapat salah satu pun dari berbagai bantuan sosial yang dibagikan pemerintah dan mereka tidak bisa pulang kampung sebelum larangan mudik diberlakukan, pastilah mereka berada dalam kesulitan besar.
Sebagian dari mereka tidak mampu membayar sewa hunian karena tidak ada pemasukan sama sekali. Mereka harus pindah tidur ke saudara atau kenalan terdekat, atau bisa jadi tidur di lorong pasar yang terlantar, di emperan toko, atau di taman-taman lingkungan.
Mereka yang beruntung dapat ditampung oleh pemerintah daerah di gedung olahraga, yang dialihfungsikan menjadi hunian sementara, seperti yang terjadi di Jakarta, Namun sebagian yang lain harus menerima keadaan terburuk dalam hidupnya: berpindah-pindah tempat, dari hari ke hari.Â
Mungkin juga diantara mereka ada yang terpapar virus korona, yang mereka tidak tahu harus bagaimana, atau takut pergi ke puskesmas.
Pandemi Covid-19 membuat banyak orang menderita.
***
Namun ada anggota masyarakat lain yang justru meningkat penghasilannya karena pandemi. Mereka adalah orang yang mampu melihat peluang dari kesulitan ekonomi yang dihadapi.
Tetangga saya, tanpa kasak kusuk, menjual bakso urat di hari ke 3 bulan puasa ini. Ia memposting jualannya di WAG RW kami, dengan foto-foto paket produknya, dan daftar orang-orang yang sudah memesan, untuk menarik pemesan baru tentunya.