Mohon tunggu...
Hendy Hew
Hendy Hew Mohon Tunggu... Konsultan Hukum -

Hanya seorang warga masyarakat yang peduli dengan pelayanan publik yang bersih dan profesional dan memimpikan Indonesia menjadi bangsa yang tidak hanya besar namun dihormati.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Pegawai Imigrasi Tidak Mengerti Peraturan Menteri

24 Juni 2015   14:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:04 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya ingin berbagi pengalaman 'lucu' ketika akan mengurus penggantian/perpanjangan paspor putri saya yang berumur 9 tahun di kantor Imigrasi Kelas I Khusus Jakarta Barat tepatnya di Jalan Poskota. Sebelumnya saya telah melakukan permohonan secara online dan telah melakukan pembayaran biaya paspor melalui bank yang ditunjuk. 

Sesuai jadwal yang ditentukan, saya tiba di kantor imigrasi sekitar pukul 09:00, kemudian langsung menuju antrian khusus online dan dilayani oleh seorang petugas perempuan. Saya kemudian menyerahkan seluruh berkas yang dipersyaratkan sesuai Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI nomor 8 Tahun 2014 tentang Paspor Biasa dan Surat Perjalanan Laksana Paspor yang dilampirkan pada laman resmi imigrasi RI, yaitu:

Pasal 5: Anak WNI Berdomisili di Indonesia
Bagi anak warga negara Indonesia yang berdomisili atau berada di wilayah Indonesia, permohonan Paspor biasa diajukan kepada Menteri atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk pada Kantor Imigrasi setempat dengan mengisi aplikasi data dan melampirkan persyaratan:

  1. Kartu tanda penduduk ayah atau ibu yang masih berlaku atau surat keterangan pindah ke luar negeri;
  2. Kartu keluarga;
  3. Akta kelahiran atau surat baptis
  4. Akta perkawinan atau buku nikah orangtua;
  5. Surat penetapan ganti nama dari pejabat yang berwenang bagi yang telah mengganti nama; dan
  6. Paspor biasa lama bagi yang telah memiliki paspor biasa.

Sesuai ketentuan pada Pasal 5 ayat 1 tersebut diatas, jelas diminta untuk melampirkan KTP ayah ATAU ibu, sehingga pada saat itu jelas saya melampirkan KTP saya pribadi, namun oleh petugas penerima di loket tersebut dikatakan bahwa walaupun ATAU, namun diperlukan KTP ayah DAN ibu? Begitu pula pada saat wawancara (walaupun hanya perpanjangan) diwajibkan kedua orang tua hadir? apakah petugas/pejabat kantor imigrasi tersebut tidak berpikir bagaimana dengan pasangan orang tua yang mempunyai banyak anak yang masih dibawah umur dan memerlukan pengawasan orang tua? apakah harus dibawa semua ke kantor imigrasi ketika hanya akan mengurus perpanjangan paspor salah satu anaknya?

Saya mencoba menjelaskan ke petugas loket tersebut namun diacuhkan. Dari pengalaman ini, jelas tidak mengherankan apabila negara kita (Republik Indonesia) tercinta ini, yang walaupun mempunyai sumber daya alam dan sumber daya manusia (SDM) yang besar namun selalu dipandang remeh negara lain karena ketidak mampuan untuk bersaing dengan mereka. Bagaimana dapat bersaing apabila SDM-SDM tidak berkualitas dan tidak mengerti bahkan peraturan yang dibuat atasannya seperti petugas tersebut (yang "mungkin" hanya dengan KKN dan hanya "untuk" memenuhi kuota keterwakilan gender maupun suku-suku seluruh daerah di Indonesia), dapat lolos diterima bekerja di kantor-kantor pemerintah. 

Cobalah dibandingkan dengan negara-negara lain yang terdekat seperti di Malaysia, dimana petugas mereka melayani masyarakat dengan sangat baik bahkan terhadap warga asing, jauh berbeda dengan mutu dan mental petugas imigrasi di negara kita yang seolah-olah masyarakat adalah 'pengemis' yang mengemis kepada mereka untuk minta pertolongan.

Semoga tulisan ini dibaca oleh pejabat yang berwenang, sehingga kedepannya setiap peraturan yang berlaku disosialisaikan terlebih dahulu kepada petugas-petugas dilapangan, dan akan lebih baik lagi apabila setiap petugas diwajibkan mengikuti ujian berkala untuk melihat pemahaman dan penguasaan mereka terhadap peraturan yang berlaku di lingkungan kerja mereka, sehingga masyarakat tidak selalu dipersulit dan dirugikan baik secara ekonomi maupun waktu hanya untuk bolak balik menyiapkan dokumen yang 'tidak diwajibkan' oleh UU maupun peraturan yang berlaku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun