Di sore yang kalut, dimana langit begitu murung berbalut mendung, seolah sedang mengejek dan menampar diriku yang duduk terpaku di kursi kayu yang semakin lapuk, di ruang tamu rumahku yang pengap ini. Suara baling-baling kipas angin reot yang berderit -seolah hendak menjerit- membuat dadaku semakin sesak.
Aku mencoba untuk bangkit, mengintip dari balik jendela -yang tirainya tampak kumal dan kusam itu-, dan di sana aku melihat tetangga depan rumahku sedang duduk-duduk -sambil membaca koran-, seolah tengah menikmati keindahan taman surga.
Aku meradang. Hatiku mendadak dibakar api cemburu, ya...cemburu oleh kehidupan yang seolah lebih memihak kepada tetangga depan rumahku itu. Tapi aku tak mau tinggal diam begitu saja. Logika dan perasaanku mengatakan bahwa tetanggaku itu melakukan hal-hal yang tidak wajar dalam mendapatkan semuanya, rumah dan harta bendanya itu.
Mungkin saja dia melakukan korupsi di tempat kerjanya, mengadakan kong-kalikong dengan koleganya, menyuap rekanannya, dan lain-lainnya. Atau bahkan dia bisa saja main dukun segala, menggunakan "pesugihan", memelihara tuyul, menguasai ilmu babi ngepet, atau apalah namanya. Atau bisa jadi dia melakukan penipuan dengan kedok investasi, atau dia bisa juga melakukan praktek penggandaan uang atau menggunakan uang palsu dalam setiap pembelian tunainya,.....atau....atau....
Pikiranku meracau, gigiku gemeretak, badanku semakin panas menggigil menahan rasa iri yang menggerogoti dan menyebar ke segala pori-pori nadiku.....Oh....tetanggaku, kau benar-benar membuatku tersiksa dan terhina....
*******
Di sore yang nyaman dan indah ini, dimana langit dihiasi dengan polesan-polesan warna ungu, biru tua dan sedikit jingga menjadikan senja ini semakin mempesona. Sengaja di sore yang membahagiakan ini, saya duduk-duduk di beranda, menikmati secangkir teh dari Negeri Serawak, sambil mengikuti berita dari harian sore kesukaan saya.
Saya benar-benar bersyukur kepada Tuhan Sang Maha Pencipta, yang telah menganugerahkan berbagai kenikmatan kepada saya dan keluarga. Tuhan telah memberikan segala kemudahan bagi saya dan keluarga untuk menikmati kehidupan yang fana ini. Kami sadar bahwa semua ini adalah pemberian Tuhan, dan hanya titipan belaka. Tidak ada kuasa dan kekuatan selain kekuatan dan kekuasaan-Nya.
Kami sadar, bahwa diantara harta yang kami miliki ada hak bagi kaum yang membutuhkan. Masih banyak di sekitar kami yang perlu dan wajib mendapatkan bantuan dan uluran tangan. Kami merasa bahagia, apabila kami bisa memberikan sebagian rejeki dan karunia yang telah Tuhan berikan itu kepada kaum yang membutuhkan.
Maka, di sore yang merona ini, keinginan untuk berbagi dan terus berbagi itu menjadi semakin mendera...melanda....menggelora....merasuk ke seluruh sel-sel dan jaringan tubuh kami.....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H