Mohon tunggu...
Humaniora

Jangan Diskriminatif

14 Maret 2017   22:03 Diperbarui: 14 Maret 2017   22:11 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Diskriminasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai pembedaan perlakuan terhadap sesama warga negara (berdasarkan warna kulit, golongan, suku, ekonomi, agama, dan lain sebagainya). Segala perlakuan pembedaan yang didasarkan atas warna kulit, jenis kelamin, golongan, status sosial, dan berbagai perbedaan lainnya merupakan perbuatan diskriminasi.

Masih banyak tindakan diskriminasi kita saksikan dalam keseharian. Banyak orang yang memperoleh perlakuan berbeda karena memiliki warna kulit berbeda. Masih banyak kita temukan perlakuan berbeda terjadi karena perbedaan status sosial maupun jenis kelamin. Perlakuan berbeda mendatangkan rasa yang tidak nyaman bahkan sakit hati bagi orang yang menerimanya.

Tidak ada manusia yang ingin dilahirkan dengan kekurangan. Setiap manusia menginginkan kesempurnaan. Akan tetapi, tidak semua keinginan manusia terwujud. Ada manusia yang diciptakan dengan kelebihan dalam bidang kecantikan dan ada yang tidak memilikinya. Ada yang dikaruniai kelebihan berbentuk kecerdasan dan ada yang tidak. Semua itu tentu ada hikmahnya dan kita tidak boleh bertindak diskriminasi karena perbedaan tersebut.

Salah satu contoh diskriminasi adalah A tidak mau bergaul dengan B. Sikap tersebut berbeda dengan sikapnya kepada teman-temannya yang lain. Perbedaan perlakuan terhadap B oleh A dikarenakan B hanya anak seorang petani. Status sosial B berbeda dengan teman-temannya yang lain. Tindakan A terhadap B dapat dikategorikan sebagai tindakan diskriminasi. A tidak mau bergaul dengan B hanya karena B anak seorang petani yang status sosialnya berbeda dengan teman-teman sekelasnya. Sikap yang ditunjukkan oleh A dapat menyinggung bahkan menyakiti hati B. Sikap yang demikian tidak pantas untuk ditiru.

Dalam memberikan bimbingan dan konseling, jangan sampai membeda-bedakan anak didik. Orang kaya, anaknya pejabat, kerabat, anaknya petani, tukang becak, buruh, pembantu, dan lain-lain harus diperlakukan sama, diberi perhatian yang sama, dan difasilitasi sama. Tidak ada yang dianakemaskan, diprioritaskan, dan diberi privilageatas yang lain. Diskriminasi dalam konteks bimbingan dan konseling ibarat senjata makan tuan. Konselor adalah jujur mental bagi anak didik. Perlakuan diskriminatif menjadi cacat moral yang bisa menjadi penyebab hilangnuya kepercayaan dari anak didik.

Hilangnya kepercayaan bagi konselor adalah ibarat hilangnya pena bagi penulis. Ia tidak bisa menjalankan fungsinya karena sudah ada penolakan batin. Makanya, deskriminatif dalam hal apapun harus dibuang jauh-jauh, walaupun kadang harus menghadapi tantangan yang tidak ringan. Misalnya, tekanan kepada kepala sekolah untuk mendahulukan anak pejabat, anaknya orang kaya, dan kerabatnya. Tekanan seperti itu harus dihadapi dengan tenang, jangan emosional.

Konselor harus mempunyai kemampuan komunikasi atas-bawah. Kepada atasan, konselor harus bisa memberikan penjelasan yang dapat dipahami; kepada anak didik, konselor harus bisa memberikan penjelasan yang dapat diterima. Misalnya, kepala sekolah memaksa untuk mendahulukan salah satu ank didik, pada suatu saat mungkin bisa dilayani.

Namun setelah itu, konselor harus menghadap kepala sekolah untuk memberikan penjelasan bahwa perbuatan mendahulukan satu dengan menomorduakan yang lain akan berakibat buruk bagi tugasnya sebagai konselor. Hal ini akan menimbulkan krisis kepercayaan anak didik. Sehingga, kalau diteruskan, mereka enggan mencurahkan masalahnya kepada konselor. Akibatnya, anak didik bisa lari kepada orang lain dan efeknya bisa panjang. Akan ada banyak masalah anak didik yang tidak terdeteksi pihak sekolah. Dan, lama-lama reputasi sekolah di masyarakat bisa turun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun