Mohon tunggu...
Haz Algebra
Haz Algebra Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Seorang hamba dari semua insan besar, juga hamba dari para pecundang. Menulis untuk meninggalkan JEJAK! [http://hazbook.blogspot.com/]

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Elegi Tissue Basah

25 Desember 2010   17:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:24 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belum begitu lama pikiranku melayang-layang di balik awan yang cerah, tiba-tiba petir menyambar dan membuatnya terpendar-pendar, lalu menjatuhkannya ke bumi bersama hujan. Beberapa saat kemudian, ku temukan pikiranku tertatih bersama kotoran-kotoran dan sampah di selokan.

Aku teriak, “Basaaahh..!!!”.

Tak ada yang peduli. Setiap kali aku teriak, setiap kali itu pula aku terluka. 'Basah' itu menghujam jauh ke dalam, melewati rongga yang coba kututupi dengan daun-daun berembun sisa kabut pagi tadi. Tetap saja tak sejuk, bahkan seperti terbakar. Mentari tetap condong menuju ke Barat meski aku berlari ke arah Timur, tempat seseorang berada. Aku memaksakan diri berlari meskipun langkah ini tak kuasa ditopang kaki. Namun, ternyata, segala hal yang kuhampiri hanya gambaran ilusi. Sampai kapan waktu ku paksa berdetak, aku tetap saja tak kemana-mana. Masih di sini, duduk di tepi selokan sambil meratap, mencoba sebisa mungkin membersihkan pikiranku yang ‘basah’.

***

Suatu saat orang sering mengalami berbagai kemungkinan yang pada awalnya terlihat tak mungkin. Sudah cukup lama dia termangu menatap selokan, basahnya membuat peparu lubang, membuat hati alergi. Puisi-puisi pun menggeliat merasa tak nyaman diperkosa situasi. Hingga tatapannya yang ‘basah’ teralih pada sebuah papan yang tertancap di depan tong sampah, tak jauh dari tempatnya duduk di sisi selokan. Di atas papan itu tertera sebuah kalimat, “Gunakan tissue secukupnya, lalu buanglah ke tempat sampah bersama kesedihanmu.”

Dia terlihat melongo, seolah-olah berusaha memaknainya dengan sepotong pikirannya yang masih kering. Sesaat kemudian, tangannya bergerak, merogoh kantung dan diambilnya pensil berwarna senja. Entah apa yang dirasakannya, tiba-tiba tangannya membuat garis melengkung di wajahnya sendiri, tepat di antara hidung dan dagu. Sangat di sayangkan, hari itu hampir gelap. Tak begitu jelas terlihat arah garis melengkung yang dibuatnya, ke atas atau ke bawah. Hanya sesekali terdengar nada lipsync yang minor mengantar senja menuju gelap.

###

*)Selamat Natal buat saudara-saudaraku yang merayakan. Semoga Natal kali ini tak ada lagi tissue yang harus basah karena kesedihan. Oh iya, maaf baru menyapa selarut ini, adakah yang menunggu bulan hingga di titik jenuhnya?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun