Manusia meyakini bahwa metode dalam memenuhi kebutuhan hidup tidak bisa diam di tempat. Keharusan mengubah cara lama menjadi cara baru yang efektif dan efisien sesuai perkembangan zaman kini terlaksana. Salah satunya, transaksi jual beli online. Eksistensi internet tidak dapat dielak lagi. Begitu pula konsekuensi yang terselip di dalamnya. Sekalipun Anda memilih untuk bayar di tempat, yakinkah jika bungkusan kardus itu memang pesanan yang sebenarnya?
Pro dan kontra pun terjadi. Jadi, bagaimana Islam menyikapi perihal ini? Mari saksami tinjauan berikut mulai dari konsep dasarnya.
Pada hakikatnya, manusia tidak sekadar diciptakan, juga dibarengi tugas pengabdian diri, baik kepada Tuhan secara vertikal maupun sesama manusia secara horizontal. Kedua hubungan tersebut dinamakan muamalah. Muamalah difokuskan lagi menjadi fiqih muamalah yang menekankan jalinan hubungan sesama manusia. Â yang telah ditentukan dalam firman Al-Quran dan Al-Hadits. Dengan demikian, Allah subhanahu wa ta'ala sudah mengatur sedemikian rupa agar manusia senantiasa hidup terarah dan terhindar dari kedzoliman dunia.
Muamalah bersifat urgensi dengan maksud untuk mencapai kehidupan yang harmonis demi menciptakan masyarakat yang rukun dan tenteram di bumi yang tidak terlepas dari pengadian diri utama; hidup dan mati hanya kepada Allah.
Adapun ruang lingkup muamalah berdasarkan aspeknya dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Muamalah Adabiyah
Muamalah adabiyah merupakan muamalah yang berkaitan dengan bagaimana cara tukar-menukar yang ditinjau dari adab manusia itu sendiri, seperti kejujuran, kesopanan, menghargai sesamam, dan salung meridhai satu sama lain.
2. Muamalah Madiyah
Muamalah madiyah merupakan muamalah yang berkaitan dengan objek muamalah atau bendanya yang mempertanyakan apakah benda tersebut bernilai halal, haram, dan syubhat untuk diperjualbelikan bahkan menimbulkan kemudharatan bagi manusia.
Terdapat empat prinsip dalam bermuamalah antara lain:
1. Pada dasarnya transaksi mengikat pihak yang melakukannya, kecuali jika transaksi telah melanggar syariat.
2. Adanya kesepakatan yang telah disetujui oleh kedua belah pihak dan dilaksanakan dengan tanggung jawab.
3. Transaksi dilakukan dengan sukarela dan tanpa intimidasi antara satu sama lain atau pihak lain.
4. Apabila membuat kesepakatan dalam transaksi tentu harus dilandasi niat baik untuk menghindari penyimpangan dan kecurangan.
5. Penentuan hak yang muncul dalam bertransaksi dilandasi syara' pada urf atau adat untuk menentukan kriteria dan batasannya.
Berfokus pada transaksi jual beli online, transaksi jenis tersebut menggunakan akad tertulis. Di mana suatu barang dipajang dan dilabeli harga di laman internet. Setelah itu, konsumen hendak membeli barang tersebut dan mentransfer uang pembayaran atau bisa bayar di tempat dengan tambahan ongkos kirim. Namun, seperti yang sudah dikatakan di awal bahwa tidak ada jaminan jika sesuai pesanan. Ini berbeda dengan transaksi konvensional yang dilakukan dengan pertemuan langsung yang menunjukkan barang aslinya.
Para ulama telah mendiskusikan soal ini yang kemudian menghasilkan kesepakatan bahwa Islam memperbolehkan transaksi jual beli online selama tidak merugikan salah satu pihak, Â tidak memperjualbelikan barang yang dilarang menurut syariat Islam, dan tidak mengandung riba dan gharar (ketidakjelasan).Â
Mengutip Nawawi, transaksi jual beli online melalui media elektronik dianggap sebagai ijtihad al-majlis. Maksudnya, kedua belah pihak saling mengetahui bendanya dengan jelas sehingga transaksi terhindar dari gharar dan dianggap sah. Keabsahan dan kekuatan hukumnya diakui seperti transaksi yang dilakukan secara langsung.
Daftar Pustaka:
Ahmad Nawawi. (2019). "Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Online di Bukalapak.Com": (diakses pada tanggal 21 Maret 2021).