Istilah toleransi berasal dari bahasa inggris tolerance atau tolerantia dalam bahasa latin. Dalam bahasa Arab istilah ini merujuk kepada kata tasamuh atau tasahul, yaitu; to tolerate, to overlook, excuse, to be indulgent, forbearing, lenient, tolerant, merciful. Perkataan tasamuh; bermakna hilm dan tasahul; diartikan sebagai indulgence, tolerance, toleration, forbearance, leniency, lennit, clemency, mercy dan kindness.Â
Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, di artikan sebagai "hidup bersama dalam masyarakat melalui "kesatuan hati" dan "bersepakat" untuk tidak menciptakan perselisihan dan pertengkaran".
Dalam kehidupan beragama, perilaku toleran merupakan satu syarat utama bagi setiap individu agar membentuk kehidupan yang aman dan saling menghormati di tengah perbedaan yang ada. Islam mengajarkan bahwa adanya perbedaan di antara manusia, baik dari sisi etnis maupun perbedaan keyakinan dalam beragama merupakan fitrah dan sunnatullah atau sudah menjadi ketetapan tuhan, tujuan utamanya adalah supaya di antara mereka saling mengenal dan berinteraksi, sebagaimana dalam QS. Al-Hujurat:13, yang berbunyi:
Â
Â
Artinya:"Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti."Â
Hal ini menunjukkan bahwa adanya perbedaan ini adalah ketetapan tuhan yang harus diterima oleh seluruh manusia. Mengingkari adanya perbedaan atau pluralitas ini berarti mengingkari ketetapan Tuhan. Meskipun begitu Islam memberikan batasan yang tegas tentang toleransi ini dalam hal aqidah dan kepercayaan. Pembatasan yang jelas dalam hal aqidah atau kepercayaan ini merupakan upaya Islam untuk menjaga pemeluknya agar tidak terjebak pada sinkretisme. Sebagaimana yang telah di sebutkan sebelumnya tentang dalil adanya batasan ini dalam QS. Al-Kafirun ayat 6.Â
Dalam konteks ini Hamka menafsirkan surat Al-Kafirun bahwa : "Surat ini memberi pedoman yang tegas bagi kita pengikut nabi Muhammad SAW, bahwasanya aqidah tidaklah dapat diperdamaikan, tauhid dan syirik tidak dapat dipertemukan. Kalau yang hendak disatukan dengan yang bathil, maka yang bathil menang. Aqidah tauhid tidak mengenal sinkritisme artinya sesuai menyesuaikan, misalnya antara animisme dengan tauhid, penyembahan berhala dengan shalat, menyembelih binatang untuk memuja berhala dengan membaca bismillah".Â
Dengan begitu, maka dapat dipahami bahwa toleransi ini harus dilakukan di tengah masyarakat yang heterogen, akan tetapi dalam toleransi beragama ini ada batasan yang harus diperhatikan, yakni toleransi itu diperbolehkan asalkan tidak berhubungan dengan perkara aqidah dan kepercayaan.Â
2. Dakwah dan ToleransiÂ
Dakwah memiliki peran dalam mempromosikan persamaan dan toleransi dalam masyarakat. Allah berfirman "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal." (QS. Al-Hujurat: 13).Â
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah menciptakan manusia dalam beragam bangsa dan suku agar saling mengenal dan memahami satu sama lain. Dakwah dapat memperkuat pesan ini dengan mengajarkan umat Muslim untuk menghormati keberagaman dan menghindari diskriminasi sosial. Dan juga dakwah yang efektif di masyarakat heterogen harus dilakukan dengan bijak, toleran, dan menghormati keyakinan orang lain. Penting untuk fokus pada nilai-nilai universal dan menghindari penyampaian pesan yang tidak tepat sasaran atau memasuki wilayah agama orang lain.Â