Mohon tunggu...
Mohammad Kanzul Fathon
Mohammad Kanzul Fathon Mohon Tunggu... Penulis - Pemula

Hobi : Suka menulis apa saja,Travelling,Tennis,Badminton,Suka Tantangan,Suka Hal Baru

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Program Magister dan Doktoral Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan

20 Januari 2024   05:58 Diperbarui: 20 Januari 2024   07:23 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendidikan merupakan sarana membentuk kepribadian dan mengembangkan bakat,minat dan kompetensi peserta didik . Hampir setiap negara menempatkan bidang pendidikan sebagai program prioritas. Melalui proses pendidikan akan lahir bakat dan para calon ilmuwan. Setiap negara pasti menginginkan sistem pendidikan yang terbaik, tak terkecuali Indonesia. Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mendorong warga negara agar memperoleh pendidikan yang tinggi.

Seiring perkembangan waktu dan zaman yang semakin modern berdampak pada banyak hal dalam berbagai sendi kehidupan. Dunia modern menuntut perubahan tatanan kehidupan sosial yang begitu cepat dan canggih. Perkembangan arus informasi dan teknologi yang sudah menjadi kebutuhan manusia tidak bisa dibendung. Zaman modern membutuhkan  Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul. Negara sebesar Indonesia ini membutuhkan SDM yang terdidik, terampil dan unggul agar dapat mengelola seluruh potensi sumber daya alam yang ada untuk peningkatan kesejahteraan rakyat.

SDM yang unggul bisa diperoleh melalui kesempatan mengenyam pendidikan yang tinggi. Kondisi dahulu sebelum dan sesaat setelah merdeka, tiga puluh tahun kemudian, lima puluh tahun kemudian atau bahkan sekarang tentu berbeda. Sebelum merdeka lulus SD/SR saja merupakan keistimewaan karena situasi dan kondisi saat itu dalam penjajahan Belanda. Kesadaran belajar dan bersekolah masih rendah, dan itu menjadi bagian strategi pemerintah kolonial Belanda untuk membuat rakyat Indonesia terjebak dalam kebodohan.

Wajib belajar enam tahun atau serendah-rendahnya lulus SD sudah diamanatkan dalam UU No. 4 Tahun 1950. Namun pada era 1950, kondisi negara yang baru merdeka tidak memungkinkan pendidikan yang merata. Pada era presiden Soeharto, muncul program wajib belajar 6 tahun.. Program Wajib Belajar ini akhirnya resmi dicanangkan pada Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2 Mei 1984, seperti hari lahir tokoh pendidik Ki Hajar Dewantara.

Sedangkan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun, yang selanjutnya disebut Wajar Dikdas 9 Tahun, merupakan kelanjutan dari program Wajib Belajar 6 Tahun dan secara resmi dicanangkan sejak dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. PP tersebut juga diperkuat dengan Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 1 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar. 

Era pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Yusuf Kalla mencanangkan Program Indonesia Pintar. Program ini memiliki fokus utama pada implementasi Wajib Belajar (Wajar) 12 Tahun, dengan menyelenggarakan pendidikan gratis bagi anak-anak usia 7-18 tahun sampai jenjang menengah atau dari SD MI sampai SMA/SMK/MA.

Pergeseran standar kualifikasi pendidikan terus bergulir. Tiga puluh tahun pasca merdeka standar kualifikasi pendidikan bagi guru/pendidik masih tingkat SLTA/SPG. Kemudian meningkat menjadi sarjana muda ( sarmud) dengan gelar BA . Pada era 1985 ke atas sudah mulai marak alumni sarjana strata satu (S.1). Sepuluh tahun kemudian gelombang mahasiswa yang berminat menempuh studi magister terus meningkat. Selanjutnya pada era 2005 ke atas animo menempuh S.3 juga semakin bertambah.

Peningkatan ini tentu tidak lepas dari peran serta pemerintah dalam rangka membangun SDM yang berkualitas. Pemerintah perlu terus meningkatkan alokasi anggaran pendidikan,memperbaiki fasilitas pendidikan,penyempurnaan kurikulum,penataan SDM,menerbitkan regulasi,menggulirkan berbagai macam program pendidikan dan lain-sebagainya. Munculnya Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional memainkan peran penting dalam upaya memajukan pendidikan Indonesia.

Disamping itu fenomena transfomasi IAIN menjadi  Universitas Islam Negeri ikut andil dalam mencetak alumni S2. dan S.3. Dengan status universitas berdampak pada cakupan kajian disiplin ilmunya semakin luas tidak terbatas pada keilmuan tertentu saja. Banyaknya perguruan tinggi yang membuka program magister dan doktoral memberikan alternatif calon mahasiswa untuk memilih prodi yang diminati.

Kemudahan mengakses pendidikan S.2 dan S.3 terbuka lebar baik yang mandiri mandiri maupun tugas belajar. Kesempatan meningkatkan kompetensi keilmuan didukung adanya program beasiswa S.2 dan S.3 yang didanai oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). LPDP adalah sebuah lembaga pengelola dana abadi untuk mendanai beasiswa yang berada di bawah pengawasan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Tentu tidaklah logis jika seorang mahasiswa program strata satu diajar dosen S.1. Sekedar referensi negara Jepang mempersyaratkan bagi seorang pendidik harus bergelar master. Sedangkan Indonesia masih membolehkan / mensyaratkan minimal S.1 bagi guru. Maka perlu upaya dari pemerintah dan  seluruh elemen masyarakat untuk mendorong warga negara memiliki kesadaran tidak hanya cukup puas  S.1 saja, namun juga menempuh pendidikan sampai S.2 bahkan S.3. Tuntutan membuat karya ilmiah melalui berbagai riset memacu daya nalar dan kritis. Pengalaman ini akan membantu memperbaiki kemampuan struktur berpikir, menumbuhkan kerangka berpikir kritis analitis.

Kalau kita coba menengok ke belakang orientasi keilmuan setiap strata memang berbeda. Program S.1 untuk memperdalam keilmuan bidang yang ditekuni. Sedangkan S2. lebih kepada pengembangan keilmuan. Sementara  program doktoral / S.3. proyeksinya bisa menemukan teori baru.Salah satu manfaat yang diperoleh dari pengalaman studi S.2 dan S.3 adalah motivasi membuat karya tulis ilmiah. Karya tulis ilmiah berupa jurnal menjadi syarat wajib bagi mahasiswa S.2 dan S.3. Bagi para dosen melalui S.3 terbuka kesempatan  untuk meraih gelar guru besar.   Bagi guru dan ASN struktural pemegang ijazah S.3 mempunyai kesempatan untuk alih fungsi menjadi tenaga pendidik/dosen di perguruan tinggi.

Disamping para pendidik baik itu  dosen dan guru , para ASN yang bertugas dalam pelayanan masyarakat juga perlu mengenyam S.2 dan S.3. Aparatur Sipil Negara ( ASN) yang memiliki pendidikan tinggi akan mempengaruhi dalam kualitas pelayanan kepada masyarakat. Ada potensi menciptakan ide-ide baru dengan membuat inovasi layanan publik. Kemampuan merespon dengan cepat permasalahan umat dengan berpijak pada regulasi dan hasil analisa yang tajam. Bagi pejabat publik/pemangku kebijakan tentu akan membantu dalam membuat analisa untuk merumuskan kebijakan/keputusan yang tepat untuk kemaslahatan masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun