Manajemen sering diartikan sebagai ilmu, kiat dan profesi. Dikatakan sebagai ilmu oleh Luther Gulick kerena menajemen dipandang sebagai suatu bidang pengetahuan yang secara sistematik berusaha memahami mengapa dan bagaiman orang bekerja sama. Dikatakan sebagai kiat karena manajemen mencapai sasaran melalui cara-cara dengan mengatur orang lain menjalankan tugas. Dipandang sebagai profesi kerena manajemen dilandasi oleh keahlian khusus untuk mencapai suatu prestasi manajer, dan para profesional itu dituntut kode etik tertentu.
Manajemen adalah suatu proses yang terdiri dari rangkaian kegiatan, seperti perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan  pengendalian/ pengawasan, yang dilakukan untuk menentukan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnydisebut managing dan orang yang melakukannya disebut manajer. Dalam proses manajemen terdapat fungsi-fungsi pokok yang ditampilkan oleh seorang manajer/pimpinan, yaitu : perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pemimpinan (leading), dan pengawasan (controlling). Oleh karena itu, manajemen diartikan sebagai proses merencanakan, mengorganisai, memimpin dan mengendalikan upaya organisasi dengan segala aspeknya agar tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien.
Istilah berasal dari kata "madrasah" dalam bahasa Arab adalah bentuk kata "keterangan empat" (zharaf makan) dari akar kata "darasa". Secara harfiah "madrasah" diartikan sebagai "tempat belajar para pelajar", atau "tempat untuk memberikan pelajaran". Dari akar kata "darasa" juga bisa diturunkan kata "midras" yang mempunyai arti "buku yang dipelajari" atau "tempat belajar"; kata "al-midras" juga diartikan sebagai "rumah untuk mempelajari kitab Taurat'.Kata "madrasah" juga ditemukan dalam bahasa Hebrew atau Aramy, dari akar kata yang sama yaitu "darasa", yang berarti "membaca dan belajar" atau "tempat duduk untuk belajar". Dari kedua bahasa tersebut, kata "madrasah" mempunyai arti yang sama: "tempat belajar". Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, kata "madrasah" memiliki arti "sekolah" kendati pada mulanya kata "sekolah" itu sendiri bukan berasal dari bahasa Indonesia, melainkan dari bahasa asing, yaitu school atau scola. Secara teknis, dalam proses belajar-mengajarnya secara formal, madrasah tidak berbeda dengan sekolah, namun di Indonesia madrasah tidak lantas dipahami sebagai sekolah, melainkan diberi konotasi yang lebih spesifik lagi, yakni "sekolah agama", tempat di mana anak-anak didik memperoleh pembelajaran hal-ihwal atau seluk-beluk agama dan keagamaan (dalam hal ini agama Islam).Dalam prakteknya memang ada madrasah yang di samping mengajarkan ilmu-ilmu keagamaan (al-'ulum al-diniyyah), juga mengajarkan ilmu-ilmu yang diajarkan di sekolah-sekolah umum. Selain itu ada madrasah yang hanya mengkhususkan diri pada pelajaran ilmu-ilmu agama, yang biasa disebut madrasah diniyyah.Kenyataan bahwa kata "madrasah" berasal dari bahasa Arab, dan tidak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, menyebabkan masyarakat lebih memahami "madrasah" sebagai lembaga pendidikan Islam, yakni "tempat untuk belajar agama" atau "tempat untuk memberikan pelajaran agama dan keagamaan". stilah madrasah sebagai pendidikan Islam muncul dari penduduk Nisapur, tetapi tersiarnya melalui menteri Saljuqi yangbernama Nizam al-Mulk, yang mendirikan madrasah Nizammiyah.
Sejarah perkembangan Pendidikan Islam (madrasah) di Indonesia dapat dikaji melalui empat masa yaitu pertama, masa pra-kemerdekaan; kedua, masa orde lama; ketiga, masa orde baru; keempat, masa reformasi. Berikut akan diuraikan perkembangan pendidikan islam (madrasah) dari masa-masa tersebut.
Madrasah Pada Masa Pra- KemerdekaanÂ
Secara historis, keberadaan pendidikan islam di Indonesia dimulai sejak masuknya Islam ke Indonesia yaitu pada abad ke-7.Dengan masuknya Islam ke Indonesia secara otomatis praktek pendidikan atau pengajaran Islam telah ada meski dalam bentuk yang sangat sederhana.Secara institusional pendidikan islam mulai berkembang pada awal abad ke-20 M dengan didirikannya madrasah dan pondok-pondok pesantren atau surau baik di pulau jawa, Sumatra dan Kalimantan. Semangat pendirian madrasah sebagai sentral pendidikan Islam setidaknya didasarkan pada dua hal, pertama pendidikan Islam tradisional kurang sistematis dan kurang memberikan kemampuan pragmatis yang memadai.Kedua, laju perkembangan sekolah- sekolah model Belanda di masyarakat cenderung meluas dan membawakan watak secular sehingga harus diimbangi dengan sistem pendidikan islam yang lebih teratur dan terencana.Dengan demikian didirikanlah sistem pendidikan islam yang berbentuk madrasah baik d Jawa maupun Luar Jawa diantaranya Pondok Pesantren Tebuireng Jombang (1899 M), didirikan oleh K.H. Hasyim Asy'ari. Madrasah formalnya didirikan pada tahun 1919 M, dengan nama salafiyah, dan diasuh oleh K.H. Ilyas ( mantan menteri Agama RI) madrasah ini memberikan pengetahuan agama dan penegetahuan umum.
Kebijakan pemerintah Belanda terhadap pendidikan islam pada saat itu pada dasarnya bersifat menekan -- deskriminatif. Hal ini disebabkan kekhawatiran pemerintah Belanda akan bangkitnya militansi kaum muslimin terpelajar dari madrasah tersebut. Oleh sebab itu pendidikan islam harus dikontrol, diawasi, dan dikendalikan. Salah satu kebijakan yang diberikan adalah penerbitan Ordonansi Guru, yaitu kewajiban bagi guru-guru agama untuk memiliki surat izin dari pemerintah Belanda. Akibat pemberlakuan Ordonansi Guru adalah tidak semua orang dapat menjadi guru agama dan diperbolehkan mengajar di lembaga-lembaga pendidikan meskipun dia ahli agama. Latar belakang penerbitan ordonansi ini adalah bersifat politis untuk menekan sedemikian rupa sehingga pendidikan agama tidak menjadi pemicu perlawanan rakyat terhadap penjajah.Madrasah pada masa Orde Lama keberadaan pendidikan Islam (madrasah) pada awal kemerdekaan semakin jelas, karena lembaga-lembaga tersebut telah diakui bahkan dilindungi dan dikembangkan oleh pemerintah. Â
Undang-unadang Dasar 1945, pasal 31 ayat 2 menyatakan " Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang".Dengan demikian secara langsung penyelenggaraan pendidikan islam merupakan sub sistem pendidikan nasional. Selain itu, berdasarkan rapat Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) tanggal 22 Desember 1945 diantaranya memutuskan bahwa dalam rangka memajukan pendidikan dan pengajaran di negeri ini, pendidikan di langgar-langgar dan madrasah-madrasah dianjurkan agar berjalan terus dan diperpesat. Pernyataan ini, kemudian diikuti dengan keluarnya keputusan BPKNIP yang menyatakan agar madrasah-madrasah itu mendapatkan perhatian dan bantuan dari pemerintah. (Husaini Usman, Manajemen Pendidikan 1981:13).
Madrasah Pada Masa Orde BaruÂ
Muhaimin. dalam Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. ( 2003:13) pada masa ini, kebijakan sistem pendidikan nasional didasarkan pada TAP MPRS No. 27, pasal 1 tanggal 5 Juli 1966; yang menetapkan bahwa " Agama, pendidikan dan kebudayaan adalah unsur mutlak dalam Nation and Character Building", dan sekaligus menetapkan bahwa " Pendidikan agama menjadi mata pelajaran pokok dan wajib diikuti oleh setiap murid atau mahasiswa sesuai dengan agamanya masing-masing".
Madrasah Pada Masa ReformasiÂ