Kebijakan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) untuk fighting mendukung Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) dalam pencalonan pilgub DKI Jakarta telah melahirkan pemecatan terhadap 10 kadernya yang berseberangan, sikap tegas, demikian Djan Faridz mengatakan jika ada kader yang melanggar Ad/Art Partai maka harus di pecat. sebuah realitas contoh yang yang patut di lihat oleh parpol-parpol lainya.
Abraham lunggana atau Lulung dan Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok adalah dua pribadi yang sangat berbeda dan jauh dari kata sepakat, Lulung yang merupakan tokoh Jakarta dan juga anggota DPRD DKI itu harus menerima kenyataan pahit atas karier politiknya di Partai berlambang Ka'bah tersebut, Lulung di pecat karena satu hal "tidak bersedia mendukung Ahok,' sedangkan kebijakan Partai harus mendukung Ahok dan tidak ada toleransi, bila ada yang tidak mendukung maka 'pecat' menjadi akhir kata dari tindakan Partai.
Sejarah mencatat inilah dimensi politik yang mau tidak mau melahirkan terciptanya orisinalitas modernisme Partai politik (PPP) yang dulunya islami dan menjunjung prinsip aturan nilai-nilai Agamis. dan gerbang modernisme itu di raih dengan baik oleh PPP melalui jalan (moment) demi Ahok.
Orisinalistas atau ketegasan Partai politik di era modern memang sangat penting di lakukan, karena dengan ketegasan serta platfon yang jelas, pemilih tidak akan ragu menentukan pilihanya, (masyarakat tidak suka parpol abu-abu). Djan Farid sebagai Ketua Umum sudah dengan baik membawa PPP menuju gerbang modernisme.
Ada dua pesan yang tersirat dalam soal pemecatan terhadap Lulung, yang pertama partai belambang ka'bah itu memberikan ketegasan dan yang kedua seperti saya katakan di atas, perubahan, PPP akan melakukan perubahan menuju parpol yang terbuka modern, untuk semua kalangan. dan tidak lagi mengandalkan basis islami.
Salam kompasiana
