Mohon tunggu...
Tuwi Haydie
Tuwi Haydie Mohon Tunggu... -

Amatir yang terus belajar menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kasus Korupsi BLBI, Siapa Tersangka Selanjutnya Setelah Syafrudin Arsyad?

26 April 2017   14:59 Diperbarui: 27 April 2017   00:00 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai unjuk gigi, jika sebelumnya KPK sudah membidik dan memberikan prestasi dengan kasus Bancakan korupsi EKTP, kini KPK akan merampungkan Kasus "masa lalu" korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). sebagai warga negara Indonesia tentu kita semua akan meminta KPK untuk menuntaskanya agar tidak menjadi bumerang untuk Indonesia lebih maju lagi.

Kasus BLBI sudah mulai kembali meminta tersangka, jika soal korupsi ektp KPK belum mampu menyentuh elit pelaku, pada kasus BLBI KPK sudah mentersangkakan mantan kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafrudin Temenggung. dan Syafrudin bukan sosok yang paling penting tapi termasuk elit di masa lalu, masih banyak di atas Syafrudin yang sangat lebih penting, Kasus penyelewengan duit yang merugikan Negara ratusan triliun tersebut selalu kandas di babak pertama. Apakah komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jilid terkini mampu menyelesaikan?

Masa lalu, begitu sebagian masyarakat mengatakan jika kita membicarakan "kasus BLBI." apakah jika itu sebuah masa lalu maka kita akan mengesampingkanya.?

Hiruk pikuk Pilkada DKI sempat membuat Publik sejenak melupakan kasus-kasus korupsi seperti ektp, grand corruption reklamasi, tangkap tangan Patrialis dan sebagainya, bahkan penyerangan terhadap penyidiknya pun tidak menjadi heboh, semua karena Pilkada DKI yang telah menguras media, tenaga dan pikiran Pemerintah. menjadi wajar karena seperti kasus ektp sendiri merupakan sindikasi berbagai partai politik. tidak mudah menyentuh elit.di butuhkan formula khusus untuk menjerat elit.

Secara langsung masyarakat menyebut, baik itu kasus BLBI maupun ektp adalah produk sindikasi korupsi yang di dalamnya ada banyak eksekutif terlibat (penguasa), sangat sulit untuk mengatakan penguasa tidak terlibat atau tidak tahu menahu. hanya yang patut di selidiki adalah, sejauh mana keterlibatan para penguasa di dalam aksi perampokan uang negara tersebut.

13 tahun lalu Kejaksaan Agung yang saat itu dipimpin MA Rachman menerbitkan SP3 (surat perintah penghentian penyidikan) terhadap beberapa tersangka kasus BLBI. padahal Hasil audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) menyebutkan ratusan triliun uang negara di kemplang, karena dana BLBI yang dikucurkan kepada 48 bank umum nasional di salah gunakan dan Penggunaan dana-dana tersebut juga sangat tidak jelas,

Kwik kian Gie (Menteri saat era tersebut) menilai, penghentian SP3 tersebut sangat tidak sesuai dengan koridor hukum dan menyesatkan. saat itu Kwik mempertanyakan apa gunanya para pengutang kakap itu diberi pengampunan. Kwik juga menyesalkan pemberian SKL yang di jadikan dasar SP3. karena dirinya tahu para pengemplang dana itu tidak bangkrut. melainkan memang sengaja pura-pura bangkrut untuk mendapat pengampunan, padahal Pemerintah (saat itu) juga tahu mereka mensiasati untuk melarikan duitnya ke luar negeri.

Jika saat itu (2004) BPPN mengeluarkan SKL berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002, kejagung juga mengeluarkan SP3 berdasar SKL. yang patut di cermati adalah apakah benar apa yang di katakan Kwik soal "BLBI adalah permainan kebijakan yang sangat aneh." kita tunggu saja sejauh mana KPK yang akan mengusut kasus ini, menarik untuk kita simak bersama-sama karena KPK adalah lembaga Hukum yang tidak bisa mengeluarkan kebijakan aneh seperti para politisi.

Salam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun