Mohon tunggu...
hayatun nufus
hayatun nufus Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/S1PPKN/UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM

Hobby saya senang belajar berbagai bahasa didunia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Demokrasi dalam Kerangka Keturunan

24 Desember 2023   19:47 Diperbarui: 24 Desember 2023   19:47 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Demokrasi sepertinya senantiasa diasosiasikan sebagai sistem politik yang melindungi kebebasan dasar manusia. Dia berada di sebelah sistem-sistem yang menafikan kebebasan demi ketertiban dan stabilitas. Padahal, Demokrasi tidak melulu harus diartikan sebagai jaminan politik kebebasan dasar. Demokrasi pertama-tama adalah asosiasi manusia bebas, setara, dan yang berkomunikasi di ruang publik dan mengatur diri berdasarkan institusi representatif yang dipilih berdasarkan suara terbanyak dan berkala.

Pertalian demokrasi dengan kebebasan, khususnya kebebasan individu, dipengaruhi dengan munculnya ideologi politik bernama liberalisme. Liberalisme memberikan batasan terhadap politik demokrasi. bagi liberalisme, prinsip mayoritianisme demokrasi tidak dapat mengalahkan kebebasan individu. Hak individu untuk melakukan apa yang dianggap baik dan benar tidak dapat di abaikan hanya karena mayoritas. berkata lain. Asosiasi atau kelompok tidak dapat campur tangan terhadap kebebasan individu dalam dirinya sendiri. individu bebas menentukan sendiri apa yang baik dan benar baginya tampa campu tangan Negara. Komunitas atau keakraban. Demokrasi sebab itu, juga diartikan sebagai netralitas terhadap berbagai perkara menyangkut keyakinan, nilai atau adat yang dijalankan setiap individu. Negara demokratis-liberal harus tetap netral terhadap berbagai isu fundamental yang mana masing-masing individu berbeda satu sama lain. kebebasan individu adalah sesuatu yang mutlak bagi liberalisme. Liberalisme adalah pengaturan institusi sedimikian rupa sehingga masing-masing individu dapat sejahtera dengan caranya sendiri.

Padahal, tidak semua sepakat terhadap pertalian demokrasi dengan kebebasan individu. bagi para pemikir komunitarian. kebebasan harus dipahami sebagai yang tertanam di dalam kebajikan kolektif sebuah komunitas tertentu. Demokrasi menuntut agar individu memiliki kebajikan yang memungkinkan dalam pemerintahan kelompoknya. Kebebasan tidak sama dengan absennya campur tangan melainkan kemampuan untuk berpartisipasi dalam pengelolaan kelompok atau komunitas. dengan demikian, Demokrasi tidak berarti netralitas. dalam Demokrasi diperlukan semacam kultivasi kebajikan kolektif yang memungkinkan lahirnya kebaikan umum dan pemerintahan sendiri kebajikan kolektif di sini tidak dapat direalisasikan secara individualistik. itu hanya dapat direalisasikan oleh individu dalam perannya sebagai Warganegara sebuah asosiasi demokratis. sebab itu, demokrasi tidak sekedar soal perlindungan terhadap kebebasan individu melainkan juga asosiasi-asosiasi demokratis yang menanamkan kebajikan kolektif kepada masing-masing individu. Kebajikan kolektif memungkinkan individu memainkan peran sebagai warganegara yang aktif sekaligus partisipatif dalam komunitas di mana dia bermukim.

Demokrasi, seperti yang saya jelaskan di atas, bukan melulu perkara kebebasan melainkan kebajikan. Kebajikan disini adalah hasil pembiasaan. Dia adalah kultur, Demokrasi tak lain merupakan asosiasi alias pertalian antar manusia berdasarkan kultur none-kekerasan. Sebab, demokrasi meyelesaikan segala perkara melalui persuasi atau argumentasi, Namun, hal itu tidak berarti demokrasi bertentangan dengan konfrontasi Hanya saja, seperti yang dikemukakan "Chantal Mouffe", satu-satunya konfrontasi yang di akui oleh demokrasi adalah konfrontasi agonistik (Mouffe). Konfrontasi agonistik adalah konfrontasi antara seteru sejawan "friendly enemy". dalam Demokrasi berbagai kelompok saling berkonfrontasi namun tetap dalam koridor etika politik yang sama yakni kebebasan dan kesetaraan. Seorang bisa menolak habis- habisan posisi lawan politiknya, Namun, hak sang lawan politik untuk memposisikan dirinya sedemikian di hormati bahkan di bela habis-habisan, demokrasi adalah sebuah kultur konfrontasi nir kekerasan dengan kata lain. Demokrasi adalah penanda keadaban.

Demokrasi dapat pula dimengerti sebagai kultur yang mengedepankan kebaikan umum. ini berbeda dengan liberalisme yang memaknai demokrasi sebagai arena bagi pemuasan keinginan masing-masing individu. Demokrasi bukan kultur yang mengagungkan individu. Demokrasi adalah republik atau res publica "urusan publik". Liberalisme, sebaliknya, mereduksi demokrasi sebagai ruang yang netral bagi setiap individu untuk memuaskan keinginan egoistiknya. 

Dalam Kerangkaian Keturunan...

Jika di telusuri lebih jauh dalam tesis saya Negara Demokrasi Indonesia, memang kurang ideal sekarang, dan amat-amat menjijikkan, seperti uraian saya di atas tentang Demokrasi sudah sangat jelas. namun pertanyaannya bagaimana dengan politisi-politisi Indonesia saat ini? lebih spesifik lagi, bagaimana dengan capres-cawapres kita yang akan berlaga pada pemilu "2024" nanti? Bagaimana dengan "constitutional dan political engineering" yang dilakukan oleh salah satu kubu pasangan capres-cawapres baru-baru ini? 

Cukup disayangkan dunia perpolitikan di Negara Demokrasi Indonesia ini memang kurang ideal penampakannya, dan bahkan melanggar "Ethos" demokrasi demi pemenuhan kepentingan (Politik Dinasti). dari ayah turun ke anaknya. Saat ini, kontestasi untuk posisi presiden, misalnya, sudah dimulai dengan intrik politik 'kacangan' yang kental dengan pertimbangan pragmatis di satu sisi dan minus spirit kenegarawanan di sisi lain. 

Bahkan, semangat penguasa dan salah satu pasangan capres-cawapres yang didukung penguasa sudah masuk kategori terlalu ambisius, yakni ingin memastikan diri menjadi pemenang, jika perlu sekali putaran, jauh hari sebelum kontestasi dimulai. Ambisi yang berlebihan tersebut mulai terlihat dari obrolan dan temuan banyak kalangan di ruang publik. Demikian pula dengan obrolan di media sosial terkait penggunaan beberapa institusi negara dalam mengekang gerakan politik lawan, seperti penggunaan institusi pemerintahan untuk membersihkan alat peraga lawan.

Namun hal tersebut nampaknya hanyalah kelanjutan dari rekayasa politik di level atas, dengan menggunakan beberapa hakim Mahkamah Konstitusi (MK) untuk meloloskan pasal yang menguntungkan kepentingan politik salah satu kandidat.

Faktanya sudah tak bisa dibantah lagi, karena Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yang dijadikan tameng politik hukum penguasa nyatanya pada akhirnya diputus telah melakukan kesalahan etis dan melacurkan konstitusi fatal oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), tapi tidak membatalkan putusan yang telah dikeluarkan oleh MK sebelumnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun