Mohon tunggu...
Hayati Badrunnisa
Hayati Badrunnisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Book

Bedah Buku: Novel Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari

26 Oktober 2022   11:11 Diperbarui: 26 Oktober 2022   11:22 1630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Book. Sumber ilustrasi: Freepik

Novel ini diterbitkan pertama kali oleh Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama anggota IKAPI di Jakarta, Februari 2003. Novel isi berisi 408 halaman dan ISBN 978-979-22-7728-9.  Novel ini yakni penyatuan trilogi Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dinihari, dan Jentera Bianglala, dengan memasukkan kembali bagian-bagian yang tersensor selama 22 tahun.

Novel ini mengisahkan kehidupan masyarakat suatu pedesaan yang masih tenggelam dengan kebudayaan leluhur, yakni Dukuh Paruk. Dengan tokoh yang bernama Srintil ini yang mana ia adalah sebuah ronggeng, lebih tepatnya dijadikan ronggeng oleh kakeknya yang sejak pertama kali melihat Srintil menari pertama kali saat bermain dengan teman-temannya yaitu Rasus, Warta, dan Darsun di bawah pohon nangka pedesaan itu. Kakek Srintil pun Sakarya tidak pernah tahu bahwa Srintil bisa menari, dan berpikir dengan kepercayaan kuat pedukuhan bahwa Srintil kemasukkan roh indang yaitu semacam wangsit yang dimuliakan di dunia peronggengan. Setelah melihat kejadian itu, kakek Srintil ini yang bernama Sakarya langsung mengabari Kartareja, lelaki hampir sebaya dengan Sakarya yang merupakan seorang turun-temurun dukun ronggeng di Dukuh Paruk. Dan setiap ada ronggeng, ia pun bersama istrinya yaitu Nyai Kartareja yang mengasuh ronggeng di pedukuhan. Dan pedukuhan tersebut sudah mati karena sudah lama tidak ada ronggeng, semenjak kejadian besar yang dikarenakan hasil penjualan ayah dan ibu Srintil yang menjual tempe bongkrek dan mengakibatkan kematian pada warga Dukuh Paruk termasuk ayah dan ibu Srintil.

Novel ini sebagian besar mempunya sisi kewanitaan pada tokoh Srintil. Dalam menjadi ronggeng di Dukuh Paruk ini tentunya mempunyai persyaratan yang sudah ada sejak turun-temurun. Tanpa terkecuali seseorang yang ingin menjadi ronggeng harus mengikuti dan menjalakan persyaratan turun-temurun, yakni dengan pemandian di pemakaman Ki Secamenggala yakni leluhur dipedukuhan tersebut dan tragedi Bukak Kelambu, tak dihiraukan walaupun Srintil masih berusa belasan tahun harus tetap mengikuti persyaratan tersebut. Pada novel tersebut dijelaskan bahwa Bukak kelambu merupakan seyembara yang mana seorang ronggeng harus menyerahkan keseluruhan dirinya termasuk keperawanan kepada seorang laki-laki yang berhasil memberikan taruhan yang diminta oleh dukun ronggeng tersebut. Tragedi ini diperlihatkan kenafsuan masyarakat pedukuhan itu. Teman kecil Srintil yaitu Rasus ia mempunya pikiran bahwa kenapa harus diadakannya Bukak Kelambu untuk seorang ronggeng, dan dengan opini nya yang tidak menyukai bahwa seorang ronggeng harus mengikuti persyaratan Bukak Kelambu akhirnya Rasus pergi dari pedukuhan tersebut untuk menjalani kehidupan baru dipedesaan lain dan meninggalkan seorang neneknya sendirian di Dukuh Paruk.

Wilayah kecamatan Dawuan ialah yang menjadi tempat singgah Rasus selama kepergian dari pedukuhan tempat lahirnya. Tahun 1960 wilayah tersebut tidak aman karena adanya perampokan dan kekerasan senjata yang terjadi. Karean tragedi tidak aman itu, Rasus memikirkan untuk kembali ke Dukuh Paruk atau pergi dari pasar yang ia tinggali di Dawuan. Saat pergi meninggalkan pasar Dawuan pun harus ikut berpindah dari satu tempat ke tempat lain bersama sekelompok tentara yang di bawah pimpinan Sersan Slamet. Dalam tragedia itu, Rasus diajak untuk ikut bersama sekelompok tentara. Sersan Slamet telah menjerat agar Rasus ikut bekerja bersamanya sebagai seorang tobang, yaitu menjadi kacung yang harus melayani diri serta seluruh anggota pasukannya. Akhirnya Rasus pun ikut dalam sekelompok tentara Sersan Slamet dan meninggalkan pekerjaan nya yang diawal menjadi seorang penjual maupun pengupas singkong.

Ronggeng Dukuh Paruk ini telah membuat Srintil menjadi kehilangan jati dirinya, karena usia yang masih belasan tahun sudah kehilangan kewanitaannya dan bahkan istri dari dukun ronggeng yakni Nyai Kartareja sudah membuat agar Srintil tidak bisa hamil. Novel ini telah mengantarkan pembaca tentang gambaran kesalahan masyarakat terhadap seksualitas perempuan. Kejadian ini berhubungan dengan politik tahun 1965 dari sisi kewanitaan yang mana Srintil digambarkan sebuah tokoh perempuan yang selalu ditindas dan dimanfaatkan oleh Nyai Kartareja agar bisa hidup dan melangsungkan kehidupan tanpa harus bekerja. Dan masih adanya kepercayaan terhadap hal mistis yang percaya bahwa masih terikat dengan leluhur yaitu Ki Secemenggala.

Dalam tragedi yang terjadi di pedukuhan tersebut membuat Srintil kehilangan jati dirinya maupun setelah kehilangan teman kecilnya si Rasus yang membuat pikirannya bercabang. Ia terus memikirkan ibunya dan memikirkan nasibnya yang tidak mungkin bisa menjadi seorang ibu. Srintil menyesal akan perbuatannya dan mengakibatkan ketenaran sebagai ronggeng jatuh, yang selama ini di agung-agungkan kini ia di cemooh sebagai sanksi sosial. Akhirnya Srintil memohon ampun atas apa yang dilakukannya dan atas apa yang telah diperbuat.  Ronggeng Dukuh Paruk merupakan sebuah pedesaan yang memiliki keterbelakangan yang mana Srintil sebagai tokoh utama mengalami penderitaan sebagai penari perempuan atau disebut ronggeng. Perempuan yang masih belasan tahun yang masih bermain dengan teman-temannya, kini kehidupannya sudah dituntut menjadi ronggeng dipedesannya.

Pesan yang dapat diambil dari kisah cerita novel Ronggeng Dukuh Paruk ini ialah jangan pernah memandang rendah perempuan untuk bisa memanfaatkan dengan kepentingan pribadi. Hal ini pun tak terlepas dari kasus-kasus perempuan seperti kekerasan dalam rumah tangga ataupun pelecehan seksual, dan kisah inipun berkenaan dengan perkara persetubuhan (eksploitasi) antar tokoh utama Srintil dengan masyarakat pedukuhan. Untuk itu kehidupan lelaki dan perempuan ialah kehidupan yang sepadan diantara keduanya dan jangan sekali-kali untuk mendiskriminasi adanya gender. Pesan yang terkandung dalam novel ini yaitu nilai yang mengandung hubungan yang sangat mendalam pada suatu masyarakat dan kebudayaan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun