[caption caption="Sumber: Dok.pri"]Â
[/caption]Minggu tanggal 17 April 2016 sekitar jam 09.00 WIT saat itu saya yang baru turun dari gunung Tambora dan bersiap-siap pulang kerumah dari bandara Lombok tiba-tiba di tngah kantuk di senderan kursi bandara mendapat telpon dari kawan bahwa ada fatality yang terjadi pada team Kartini di kawasan carstenzs pyramid. Terasa sedih dan shock saya kemudian terdiam dan menahan tangis yang hampir meledak. Betapa tidak team yang akan memperingati hari Kartini 21 April 2016 ini adalah seluruhnya saya kenal dan pernah mendaki bersama-sama ke carstenzs pyramid di bulan Feberuari 2016.
Setelah menyebut nama korban yang naas dan mendapat kronologis kecelakaan tersebut saya pun kembali merenung dan timbul pertanyaan "apakah akan selalu ada kecelakaan di gunung ?" dan mengapa bisa membuat pendaki nya mengalami kecelakaan di gunung. Tentu dengan tidak mengesamping kan faktor takdir karena takdir adalah kata akhir selagi kita bisa ikhtiar dan berusaha dengan sekuat tenaga dan potensi penyelamatan terhadap nyawa seseorang di kondisi alam.
jika kita urut di tahun 2015 sampai dengan 2016 paling tidak telah terjadi 5-6 kecelakan fatal yang terjadi di gunung yaitu dimulai dengan jatuh salah seorang penaki di gunung merapi jawa tengah. Disusul dengan tertimpa batu salah seorang pendaki wanita saat smendaki gunung semeru di jawa timur dan sederet korban lainnya.
dari kecelakaan-kecelakaan yang terjadi seperti itu perlukah kita membelakukan peraturan - peraturan yang lebih ketat terhadap para pendaki jika ingi mendaki salah satu gunung lalu siapa yang akan membuat peraturannya dan seperti apa sangsi nya jika dilanggar. Kemudain apakah kita perlu membuat RUUD yang di sahkan oleh para dewan di parlemen. Inilah pekerjaan besar jika memang kita ingin memberikan sumbangsih bagi dunia pendakian jika tidak ingin lagi ada korban di gunung.
ditengah ramai dengan terbentuknya assossiasi pemandu gunung yang telah terbentuk beberapa waktu yang lalu dan harus kita aprisiasikan dan kita sambut dengan gembira. Bisa kita petakan beberapa hal yang semestinya ada di ranah aktifitas pendakian gunung dan juga semesti diberlakukan bagi para penggiatnya yaitu :
Pemandu gunung:
Pemandu gunung adalah seorang yang mengerti betul akan kompetensi dirinya saat dia memandu para pendaki agar saat melakukan pendakian dalam keadaan aman. Dia adalah lini terdepan dalam memberikan edukasi terhadap para pendaki. Dia juga adalah orang terdepan dalam memberikan rasa aman terhadap saat melakukan pendakian. oleh sebab itu diperlukan pembekalan bagi para pemandu gunung sebelum benar-benar mereka terjun menjadi seorang pemandu walaupun mereka berasal dari latar belakang pendaki. Hal ini dirasa perlu agar menjadi sebuah standarisasi terhadap pemandu gunung. Modul-modul yang berisi tentang materi-materi hidup dialam bebas perlu sekiranya di jadikan buku wajib untuk di baca dan diajarkan kepada calon yang berminat menjadi pemandu gunung.
Modul-modul tersebut terdiri dari beberapa level, level 1 adalah terdari sub modul 3-5 modul yang membahas secara umum ruang lingkup alam bebas beserta keselamatan dan kesehatannya (SHE). Pengetahuan tentang kreteria gunung-gunung beserta habitat-habitatnya yang ada di indonesia di disini dipelajari secara detail dengan jenis kebudayaan yang berada serta dilakukan oleh penduduk lokal. Level dua (2) adalah sama terdiri dari beberapa sub modul yang mencakup bidang pengajaran dalam hal perlengkapan pendakian tata cara hidup di gunung dan hal yang bersifat teknis pelaksanaan di gunung nafigasi serta SAR dan CPR dipelajari dilevel ini dan kemudian adalah level tiga (3) adalah modul specialis yang juga terdiri dari sub modul specialis di mana calon peserta dan pemandu gunung di berika pilihan sesuai dengan kecendrungan minatnya masing-masing.
Uji kelayakan dan Sertifikasi :
Uji kelayakan dan sertifikasi adalah bentuk bukti uji di mana bidang kompetensi tersebut telah di lalui dengan nilai kompeten dan tidak kompeten. Uji kelayakan dan sertifikasi ini diberikan setelah melalui asessment yang dilakukan asessor BNSP. Jika calon pemandu gunung ini di nyatakan kompeten dan tidak kompeten maka calon pemandu tersebut perlu melakukan praktek di lapangan dengan jumlah jam tertentu (on the job training) sampai ia di nyatakan kompeten dan kemudian yang bersangkutan di perboleh kan menyadang pemandu gunung dan diberikan tugas memandu para calon pendaki Demikian juga dengan level 1 dan level 2.
Nah demikian semoga tulisan ini memberikan subangsih kepada para pemandu gunung. Dan tentu memberikan dampak ekonomi kepada pemuda dan pencari lapangan pekerjaan serta kepada keluarganya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H