Sebut saja namaku Hayana, mahasiswi pasif yang sedang menunggu wisuda di salah satu perguruan tinggi di kota Parepare, Sulawesi Selatan. Mencoba menulis berlandaskan dengan kejujuran atau apa adanya. Gadis desa yang berasal dari Padanglampe Sulawesi Selatan ini belum pernah merasakan bagaimana menghirup udara luar negeri. Â
Saat melihat informasi lomba ini, jujur saja saya tidak tertarik untuk mengikuti (mungkin ini dipengaruhi karena saya sama sekali belum memiliki informasi tentang Macao). Namun, sejenak terlintas dibenakku, akankah Macau menjadi  kota pertama yang aku kunjungi di luar negeri? Saya tidak tahu, karena tulisan saya bukanlah yang terbaik. Tapi kuyakin disetiap usaha selalu ada peluang dan doa yang akan menguatkannya.
Macao yang terletak di sebelah barat Hongkong ini merupakan kota yang mempunyai masa lampau dan masa depan. Hal ini berdasarkan analisa saya setelah menjelajahi Macao dari balik layar komputer yang terhubung dari internet. Mengapa masa lampau dan masa depan? Karena dulu bangsa Portugis tiba dan menetap di Macau pada pertengahan abad ke 16 yang aristektur kotanya, agama, tradisi dan makanan masih tetap dipertahankan. Tentu hal ini sangat menarik bagiku, gadis desa pecinta budaya. Saya menyukai budaya, karena budaya selalu mempunyai kisah cerita yang menarik.Â
Kau bisa saja mengenal nenek moyang dahulu melalui budaya yang tetap dilestarikan sampai saat ini. Lalu mengapa disebut Macao kota masa depan? Â Saat membuka situs website (eb.macautourism.gov.mo) Â sesuai dengan petunjuk mekanisme lomba, saya mencoba memahami setiap kata perkata yang tersusun dalam bentuk kalimat menjadi beberapa paragraf. Macao designed as UNESCO Creative City of Gastronomy, sangat menarik. Macao ditunjuk sebagai anggota baru UNESCO Creative Cities Network (UCCN) di bidang Gastronomi.
Menemukan warisan dan mengungkap cerita tentang pusat sejarah Macau yang telah ditulis dalam daftar warisan Dunia pada tahun 2005 itu hal yang sangat mengesankan bagi gadis desa seperti saya. Melihat berbagai museum Macao seperti Macao Museum atau Macao Museum of Art merupakan khayalanku berada di sana saat jari-jemariku mengetik tulisan sederhana ini. Apalagi jika mataku ini menelusuri gardens yang ada di Macao, taman-taman cantik yang dihiasi bunga, air mancur ataupun patung menambah antusiasku untuk menginjakkan kaki di Macau. Maklum saya penyuka taman, mungkin saat disuruh memilih taman mana yang kau ingin kunjungi, saya akan memilih Dr. Sun Yat Sen Municipal Park.Â
Terletak di ujung utara Macau, tidak jauh dari gerbang tua yang menandai perbatasan Macao dengan Cina. Taman ini memiliki kandang burung, rumah kaca bergaya Viktoria, trotoar bekelok-kelok, taman bunga hutan fung shui (dikutip dari http://en.macaotourism.gov.mo/sightseeing/sightseeing_detail.php?c=5&id=110#.WkNFCWdS3Dd).Â
Lagi-lagi mengapa saya pilih taman ini karena ada patung perunggu yang manarik perhatian saya, yakni Permanent Handshake. Sebuat patung yang mewakili persahabatan antara Portugal dan China dan saya berharap suatu hari nanti saya bisa berfoto di sana sambil handshake dengan sahabat baru yang kutemui di Macao, lalu akankah kota ini menjadi kota pertama yang kujumpai di luar negeri? Kita tunggu cerita selanjutnya atau berhenti hanya pada tulisan ini. Jujur, menulis ini saja saya sudah bersyukur dan merasa senang tentang berkenalan dengan kota Macao.Â
Mengeluarkan isi otak melalui tulisan adalah salah satu cara untuk melegakan otakmu yang menyebabkan hatimu merasa kesenangan tersendiri. "Bertemu dengan Kota Macao", harapku akan tulisan selanjutnya, tapi tulisan selanjutnya saya ingin menulis berdasarkan fakta yang kutemui sendiri dengan raga dan jiwa yang telah berada di sana, Kota Macao.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H