Perkembangan zaman memberikan tantangan-tantangan baru bagi masyarakat untuk terus berkembang dalam berpikir dan bertindak. Termasuk dalam beragama, maka perlu mengikuti perkembangan zaman tanpa merusak eksistensi dari keyakinan yang dimiliki. Di samping  itu, keberadaan ilmu Antropologi memberikan pemahaman terkait kondisi sosial dan budaya dari zaman ke zaman yang terus mengalami perubahan.Â
Di era digital saat ini, kemudahan akses dalam berdakwah justru bisa menjadi bumerang bagi umat muslim. Misalnya menelan dakwah dengan mentah-mentah atau menyampaikan dakwah dengan ilmu yang belum mumpuni. Maka sebagai umat muslim yang baik, perlu cerdas dalam beragama supaya tidak terjerumus pada keburukan. Antropologi memiliki peran dalam kajian perubahan dan diferensiasi budaya. Melalui kajian tersebut, dibutuhkan Antropolog muslim untuk menjelaskan cara cerdas dalam beragama.Â
Ismail Fajrie Alatas merupakan antropolog muslim yang telah menjelaskan cerdas beragama dalam kanal YouTube "Tsamara Amany" dengan tajuk "Cerdas Beragama, Mungkin Nggak? Feat Prof. Ismail Fajrie Alatas". Penjelasan cerdas beragama menjadi penting karena tantangan-tantangan yang tidak lagi sama dengan kondisi di masa lalu. Cerdas beragama di era digital berguna bagi masyarakat muslim supaya bisa toleran dan adaptif tetapi tidak meninggalkan ajaran Islam.
Mengapa kita harus cerdas beragama?
Ismail Fajrie Alatas atau akrab disapa Prof. Aji merupakan sejarawan dan antropolog Islam yang kini menjadi dosen Antropologi dan Sejarah di New York University. Beliau menjelaskan konsep kecerdasan beragama berangkat dari pemahaman bahwa Islam sebagai ajaran yang ideal. Tapi di sisi lain, kita hidup di konteks sosial masyarakat yang kehidupan sehari-hari selalu berubah dan tantangannya juga selalu berubah.Â
Hal tersebut mengakibatkan adanya ketegangan antara ideal dan realitas kehidupan. Maka ketika menerjemahkan ideal ke realitas sosial akan menjadi sulit. Kemudian dicari cara untuk menjadi seorang muslim yang cerdik dan pandai beragama. Disitulah ada konsep cerdas beragama bagi seorang muslim yang hidup di era dengan penuh tantangan tetapi tetap menjadi seorang muslim yang baik.
Cerdas beragama bukan hanya pada aspek kognitif saja, tetapi juga perilaku yang tercermin pada ilmu akhlak. Ilmu akhlak yang dipelajari dalam Islam ternyata juga ditemukan pada ajaran etnis Jawa. kalau di Jawa sudah direduksi menjadi tata krama. Maka pada dasarnya, ilmu akhlak juga sama dengan ilmu etika. Atau ilmu menjadi manusia yang baik di mata masyarakat.
Berkaitan dengan ilmu etika, ternyata banyak ulama Islam yang menggunakan filosofi dari Yunani kuno, terutama Aristoteles. Aristoteles mengajarkan bahwa manusia harus baik di mata masyarakat dengan cara yang tidak kurang dan tidak ekstrem, atau berada di tengah.
Bagaimana penerapan cerdas beragama?
Manusia sebagai makhluk yang berakal dan memiliki logika, memiliki kemampuan mengetahui baik dan buruk. Namun manusia juga perlu berlatih untuk membedakannya. Prof. Aji menyatakan bahwa akhlak yang baik itu tidak eksesif (melampaui kebiasaan) dan tidak defisit (kekurangan), tetapi median atau di tengah-tengah.Â
Bagi manusia yang eksesif, maka perlu mengurangi kebiasaan tersebut. Begitupula dengan yang defisit maka perlu menambahnya supaya median. Melalui penjelasan ini, dapat dipahami bahwa akhlak yang baik itu berada di tengah. Untuk bisa menerapkan konsep cerdas beragama sesuai dengan pemikiran Prof. Aji, manusia perlu memiliki kesadaran akan dirinya sendiri.