Keberagaman agama di Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara yang pluralisme. Berbagai agama dan kepercayaan dianut oleh penduduk Indonesia, termasuk Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Konghucu, serta kepercayaan-kepercayaan tradisional. Keragaman agama ini mencerminkan sejarah panjang dan budaya yang kaya di Indonesia. keragaman agama di Indonesia bukan hanya sekadar statistik demografi, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai fundamental dalam pembentukan identitas nasional dan kehidupan sosial masyarakat Indonesia.Â
Pancasila sebagai dasar filsafat dan ideologi bangsa, telah mengamanahkan dalam sila pertama yaitu "Ketuhanan Yang Maha Esa", yang menegaskan keberagaman agama dengan menghormati keyakinan agama dan kepercayaan masyarakat Indonesia yang beragam. Ini berarti bahwa negara Indonesia tidak memihak kepada satu agama tertentu, namun mengakui dan menghormati semua agama yang dianut oleh warganya. Dengan demikian, keberagaman agama di dalam Pancasila bukanlah sekadar toleransi, tetapi lebih merupakan pengakuan yang tulus terhadap hak setiap individu untuk memilih dan menjalankan keyakinan agamanya tanpa takut akan diskriminasi atau penganiayaan. Keberagaman agama dalam Pancasila adalah salah satu aspek penting yang mencerminkan semangat inklusif dan pluralisme yang menjadi ciri khas Indonesia.Â
Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan negara yang mempunyai makna "Berbedabeda tetapi tetap satu", juga menggambarkan semangat persatuan dalam keberagaman, termasuk keberagaman agama. Dalam konteks semboyan ini, keberagaman agama diakui sebagai salah satu aspek penting dari keberagaman yang menjadi kekuatan utama Indonesia. Meskipun warga Indonesia memiliki kepercayaan dan keyakinan agama yang berbeda-beda, mereka tetap bersatu sebagai satu bangsa yang kokoh di bawah semangat Bhinneka Tunggal Ika. Semboyan ini mencerminkan nilai-nilai persatuan, harmoni, dan toleransi antar-agama yang dijunjung tinggi dalam masyarakat Indonesia. Ini juga menegaskan bahwa keberagaman agama bukanlah hambatan, tetapi justru menjadi kekayaan dan sumber kekuatan bagi bangsa Indonesia.Â
Dewasa ini, banyak sekali isu-isu negatif mengenai agama seperti ekstremisme dan terorisme, diskriminasi dan intoleransi, yang membuat agama terlihat buruk bagi beberapa orang, penting untuk diingat bahwa agama sendiri bukanlah penyebab utama masalah tersebut. Isu-isu tersebut sering kali timbul karena penyalahgunaan atau penafsiran yang salah terhadap ajaran agama, ketidakpedulian terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang universal, atau faktor-faktor politik dan sosial lainnya.Â
Di tengah-tengah banyaknya isu negatif tentang agama tersebut, sikap moderasi beragama sangat penting. Salah satu prioritas utama pemerintah Indonesia saat ini adalah meningkatkan moderasi beragama sendiri. Namun, banyak orang masih salah paham tentang moderasi beragama. Banyak orang percaya bahwa bersikap moderat berarti tidak teguh dalam pendirian dan tidak sungguh-sungguh dalam mengamalkan keyakinan agamanya. Banyak orang juga menganggap ini berarti memoderasi agama.Â
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata moderasi berasal dari bahasa Latin moderatio, yang berarti pengurangan kekerasan atau penghindaran ekstremisme. Moderasi beragama dapat diartikan sebagai cara pandang, sikap, dan praktik beragama yang berprinsip adil dan seimbang untuk mencapai kemaslahatan bersama. Dengan moderasi beragama, seseorang tidak berlebihan dalam menjalankan ajaran agamanya dan tidak bersikap ekstrem, baik dalam keyakinan mutlak terhadap satu tafsir agama sambil menyalahkan tafsir lain, maupun dalam mengutamakan akal hingga mengabaikan kesucian agama. Individu yang menerapkan moderasi ini disebut moderat.Â
Moderasi juga dikenal dalam tradisi berbagai agama. Dalam tradisi Islam, dikenal sebagai konsep Wasathiyah; dalam tradisi Kristen, konsep Golden Mean; dalam tradisi Buddha, Majjhima Patipada; dalam tradisi Hindu, Madhyamika; dan dalam Konghucu, konsep Zhongyong. Setiap istilah agama memiliki makna yang sama, yaitu bahwa sikap agama yang paling baik adalah memilih jalan tengah antara dua kutub ekstrem dan tidak berlebihan.Â
Tidak sama dengan moderasi agama; agama itu sendiri sudah mengajarkan keadilan dan keseimbangan dengan baik, sehingga tidak perlu dimoderasi; yang perlu dimoderasi adalah bagaimana penganut agama menjalankan ajarannya. Tidak ada agama yang mendorong ekstremitas, tetapi banyak orang yang menggunakan ajaran agama mereka dengan cara yang ekstrem.Â
Pernyataan bahwa menjadi moderat berarti tidak sungguh-sungguh dalam menjalankan ajaran agama sangatlah tidak tepat. Seorang yang moderat tetap harus memiliki pendirian teguh dan semangat beragama yang tinggi. Namun, ia harus mampu memilah mana pokok ajaran agama yang memerlukan keteguhan pendirian dan mana tafsir ajaran agama yang memerlukan toleransi, menghormati pendirian orang lain, dan tidak saling menyalahkan. Moderasi beragama sangat diperlukan mengingat sikap ekstrem dalam beragama tidak sesuai dengan esensi ajaran agama itu sendiri. Setiap agama mengajarkan nilai-nilai keadilan, keseimbangan, dan kasih sayang. Namun, ketika ajaran agama diterapkan dengan cara yang ekstrem dan tanpa toleransi, hal ini justru bisa menyimpang dari tujuan awal agama tersebut.Â
Perilaku ekstrem atas nama agama sering mengakibatkan lahirnya konflik, kebencian, intoleransi, dan bahkan peperangan yang memusnahkan peradaban. Sikap-sikap seperti inilah yang perlu dimoderasi. Moderasi beragama merupakan upaya untuk mengembalikan pemahaman dan praktik beragama agar sesuai dengan esensinya, yaitu menjaga harkat, martabat, dan peradaban manusia. Agama tidak boleh digunakan untuk hal-hal yang justru merusak peradaban, sebab sejak diturunkan, agama pada hakekatnya ditujukan untuk membangun peradaban itu sendiri. Dengan moderasi, pemeluk agama diharapkan dapat hidup berdampingan secara damai, saling menghormati, dan bekerja sama untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan harmonis. Oleh karena itu, moderasi beragama bukanlah kelemahan, melainkan kekuatan yang membantu mencapai tujuan mulia dari ajaran agama.Â
Seberapa kuat moderasi beragama seseorang dapat diukur dengan empat indikator: komitmen kebangsaan, toleransi, anti-kekerasan, dan akomodasi terhadap kebudayaan lokal. Penguatan moderasi beragama telah menjadi salah satu program prioritas nasional karena kesadaran akan pentingnya moderasi beragama. Kebijakan ditujukan untuk memperkuat moderasi beragama sebagai perspektif, sikap, dan praktik agama untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang damai, inklusif, dan toleran. Ini dimulai dengan temuan bahwa orang kurang memahami dan mengalami nilai agama yang moderat dan inklusif. Program-program ini diharapkan dapat membantu masyarakat lebih memahami dan menerapkan prinsip-prinsip moderasi beragama dalam kehidupan sehari-hari mereka, sehingga mereka dapat menciptakan lingkungan yang damai dan saling menghargai.Â