Mohon tunggu...
Hawa F. Kurniadi
Hawa F. Kurniadi Mohon Tunggu... Freelancer - Education and science communication enthusiast

Penulis artikel ilmiah populer yang banyak menyinggung ilmu alam, teknologi, gaya hidup, dan humaniora.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kelamaan di Rumah Bikin Lemot?

22 Desember 2020   12:47 Diperbarui: 23 Desember 2020   10:12 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Area otak yang terpengaruh kesepian

Pandemi Covid-19 di Indonesia sudah berlangsung selama 9 bulan, dan selama itu pula kebanyakan dari kita mau nggak mau banyak menghabiskan waktu di rumah. Sekolah, kuliah, kerja, seminar, jualan, wisuda, bahkan nikah pun sekarang dilakukan virtual di rumah masing-masing demi mencegah kerumunan. Silaturahmi dengan saudara, orangtua, dan teman-teman jadi serba terbatas.

Keterbatasan interaksi antar sesama manusia ini memicu rasa kesepian yang ternyata mengurangi kemampuan kognitif otak, alias lemot atau “lemah otak”.

Penelitian tentang rasa sepi

Kalau kita membayangkan kesepian bisa membuat orang depresi, memang ada benarnya. Banyak studi yang berkesimpulan bahwa social isolation dan loneliness punya hubungan ke kondisi mental dan fisik kita sebagai manusia. Selain depresi dan gangguan kecemasan sebagai bentuk dari penyakit mental, rasa sepi juga bisa memperparah obesitas, kelainan jantung, dementia (pikun akut), dan penurunan fungsi kognitif otak.

Sebuah studi tahun 2013 dari English Longitudinal Study of Ageing yang melibatkan lebih dari 6000 volunteer memperlihatkan bahwa orang yang mengaku punya sedikit kenalan (social contacts) menunjukkan skor yang rendah pada tes ingatan dan kelancaran verbal.

Memang volunteer pada studi tersebut adalah para lanjut usia yang hasilnya bisa bias karena faktor umur. Perlu kita ingat juga bahwa nggak selamanya punya sedikit kenalan berarti kesepian. Mirip-mirip dengan ekspektasi, loneliness adalah perbedaan yang menganga dari apa yang kita inginkan dan apa yang kita miliki.

Studi lainnya yang digagas oleh seorang neurobiologist dalam proyek Berlin Aging Study menggunakan pengukuran yang dirasa lebih tepat sasaran, yaitu loneliness scale. Metrik yang dikembangkan tahun 70-an ini mengukur seberapa besar orang merasa kesepian, dan bukan menghitung jumlah kontak sosialnya. Hasilnya, melalui alat scan MRI, diketahui bahwa orang yang “skor kesepian”-nya tinggi cenderung punya volume otak yang lebih kecil.

Otak yang kesepian

Area otak yang terlihat menyusut pada orang-orang kesepian yang diteliti di Berlin Aging Study tadi adalah bagian prefrontal cortex, hippocampus, dan amigdala.

Prefrontal cortex ini punya peran penting dalam proses decision making dan kemampuan bersosialisasi. Walaupun kemampuan bersosialisasi bisa dipengaruhi oleh karakter dan kepribadian manusianya, beberapa studi sepakat bahwa rasa terisolasi memicu ketidakaturan sinyal syaraf di area tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun