Pelaksanaan hukum di Indonesia sering dilihat dalam kacamata yang berbeda oleh masyarakat. Hukum sebagai dewa penolong bagi mereka yang diuntungkan, dan hukum sebagai hantu bagi mereka yang dirugikan. Masyarakat pada umumnya meyakini bahwa hukum lebih banyak merugikan mereka, dan sedapat mungkin dihindari.
Hukum yang seharusnya bersifat netral bagi setiap pencari keadilan atau bagi setiap pihak yang sedang mengalami permasalahan hukum, seringkali bersifat diskriminatif, memihak kepada yang kuat, kaya dan berkuasa.
Permasalahan hukum di Indonesia terjadi karena beberapa hal, antara lain diakibatkan oleh lemahnya system peradilannya, buruknya mentalitas aparatur hukum, inkonsistensi penegakan hukum, intervensi kekuasaan, maupun Produk hukum i-relevan dan kondisi ini diperburuk dengan rendahnya kesadaran dan pemahaman hukum masyarakat itu sendiri.
Dalam konteks keberadaan pentingnya peranan Lembaga Bantuan Hukum, lebih menitik beratkan (concern) pada upaya advokasi hukum baik pada tingkat Litigasi maupun Non-Litigasi serta upaya membangun kesadaran dan pemahaman hukum masyarakat melalui model pendidikan dan penyuluhan hukum pada masyarakat, khususnya pada masyarakat miskin dan termajinalkan secara sosial politik.
Paling sedikit ada 2 (dua) tujuan besar dari keberadaan didirikannya Lembaga Bantuan Hukum tersebut, yakni :
a.Aspek Kemanusiaan
Dalam banyak ulasan tentang penegakan hukum di Indonesia melalui studi riset baik yang dilakukan oleh lembaga riset independen Nasional maupun internasional disebutkan bahwaaspek kemanusiaan dari program bantuan hukum ini adalah untuk meringankan beban (biaya) hukum yang harus ditanggung oleh masyarakat tidak mampu di depan Pengadilan. Dengan demikian, ketika masyarakat golongan tidak mampu berhadapan dengan proses hukum di Pengadilan, mereka tetap memperoleh kesempatan untuk memperolah pembelaan dan perlindungan hukum.
b.Peningkatan Kesadaran Hukum
Dalam aspek kesadaran hukum, diharapkan bahwa program bantuan hukum ini akan memacu tingkat kesadaran hukum masyarakat ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Dengan demikian, apresiasi masyarakat terhadap hukum akan tampil melalui sikap dan perbuatan yang mencerminkan hak dan kewajibannya secara hukum.
Sementara dalam upaya mencapai tujuan dan ekspektasi kelembagaan, maka lembaga dapat melakukan hal-hal dan/atau program kerja, antara lain sebagai berikut :
a.Memberikan nasehat atau advis hukum bagi masyarakat yang membutuhkannya;
b.Bertindak sebagai pendamping atau kuasa hukum, untuk menyelesaikan perselisihan tentang hak dan kewajiban (perdata) seseorang di depan Pengadilan;
c.Bertindak sebagai pendamping dan pembela, terhadap seseorang yang disangka/didakwa melakukan tindak pidana di depan Pengadilan.
d.Melakukan kampanye hukum secara sistematis pada masyarakat tingkat akar rumput, dengan model pendidikan dan penyuluhan hukum melalui media seminar, workshop, penerbitan bulletin hukum dls. Bentuk kegiatan diatas kami istilahkan dengan program Hukum Masuk Desa (HMD)
Kesadaran hukum merupakan hal yang paling penting dan mendasar untuk ketahui dalam mencapai Akses terhadap Keadilan. Kelompok miskin dan marjinal sering kali tidak menggunakan hukum dan hak yang mereka miliki justru karena mereka tidak menyadarinya. Masyarakat miskin harus menyadari hukum, cara penyelesaian masalah yang tersedia, dan bagaimana caranya mengakses jalur tersebut.
Akhirnya diperlukan kepedulian yang cukup bagi mereka-mereka yang memiliki kapasitas dan kapabilitas pada bidang hukum untuk "mengadakan" lembaga hukum yang concern terhadap upaya membangun kesadaran hukum sekaligus advokasi litigasi/non litigasi bagi masyarakat marginal, miskin, tidak memiliki akses dan buta hukum. Semoga terpanggil dan dapat terwujud.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H