Sudah dua minggu tahun ajaran baru berlalu, sebagian besar sekolah masih memberlakukan pembelajaran jarak jauh. Beribu kesan, keluh kesah bahkan kepiluan kerap melintas di tiap lini masa media sosial para siswa, guru, orang tua maupun mereka yang peduli pada pendidikan.
Pandemi memang datang tiba-tiba, meski juga tak bisa dibilang tidak diduga sebelumnya. Pandemi memaksa hampir seluruh siklus kehidupan untuk berubah, termasuk pendidikan.
Tak ada tatap muka di kelas, tak ada jabat dan cium tangan di gerbang sekolah. Bahkan siswa baru tak sempat bertandang menengok sekolah mereka yang baru.
Jika saja pandemi tak ada, mungkin sudah puluhan bahkan ratusan teman baru yang bertegur sapa, bersenda gurau, dan bersorak riang ketika bel pulang berdentang kencang.
Beberapa guru mengaku merasa pilu, menatap sunyi halaman sekolah, kelas dan bangku serta meja-meja yang terbujur kaku. Kini, pembelajaran berlangsung secara daring (dalam jaringan), tentu berbagai kendala kerap melanda.
Tak semua siswa menyanggupi mengikuti kelas daring, ketiadaan jaringan internet, tak punya gawai yang memadai, serta ketidakmampuan membeli paket data adalah sekian keluhan hampir semua orang tua.
Lalu, pihak sekolah berusaha menyiasati, berusaha sekuat tenaga agar mereka tetap dapat belajar. Para guru mendatangi mereka satu persatu, mengajari mereka secara sungguh-sungguh. Meski tak semua siswa sanggup didatangi, sebab keterbatasan tenaga, waktu dan rumitnya medan jalan yang harus dilalui.
Mereka yang dapat belajar secara daring, tak juga lepas dari masalah. Kadang, beratnya tugas pelajaran dan kejenuhan belajar seorang diri, membuat para siswa mengeluh.
Beberapa siswa yang tidak akrab dengan aplikasi pembelajaran, menjadi "beban" tersendiri bagi para guru, sebab mereka harus mengajarkan dua hal sekaligus, yakni materi pembelajaran dan cara penggunaan aplikasi pembelajaran.