Mutilasi adalah aktivitas yang membuat satu atau lebih bagian tubuh (manusia) tidak berfungsi. Beberapa contoh mutilasi adalah amputasi, pembakaran atau flagelasi. Dalam beberapa kasus, mutilasi juga sering terjadi bersamaan dengan pembunuhan, yang mungkin juga melibatkan pemotongan tubuh manusia. Salah satunya pembunuhan disertai penyiksaan dengan cara memutilasi tubuh korbannya. Mutilasi dapat disebabkan oleh perasaan dendam antara pelaku dan korban. Karena tidak bisa menahan amarahnya, pelaku tega membunuh korbannya secara tragis lalu tubuh korban di mutilasi untuk menyalurkan perasaan marah dan dendamnya. Di sisi lain mutilasi juga dilakukan untuk menghilangkan jejak pembunuhan. Tubuh korban yang sudah di potong akan di sebar ke segala tempat agar sulit untuk dilacak.
Mutilasi secara garis besar terbagi dalam 4 kategori, yaitu:
- Defensive mutilation, bertujuan untuk menghilangkan tubuh korban dengan maksud mempersulit identifikasi.
- Aggressive mutilation, pelaku melakukan mutilasi dalam keadaan marah
- Offensive mutilation, tindakan irasional yang dilakukan dalam keadaan marah, biasanya dilakukan sebelum membunuh korban. Hal ini biasanya terjadi pada pembunuhan nafsu dan necrophilia yang memiliki keinginan untuk membunuh dan melakukan aktivitas seksual dengan mayat.
- Necromanic mutilation dilakukan pada mayat, setiap bagian tubuh yang terpenggal  dianggap sebagai piala kepuasan atau tujuan seksual.
Alasan pelaku mutilasi melakukan pembunuhan mutilasi adalah :
- Ingin menghilangkan bukti-bukti yang menyulitkan identifikasi korban
- Dipicu oleh sifat temperamental dan agresif dari pelaku mutilasi
- Pelaku melakukan mutilasi untuk kejahatan
- Adanya fetish atau obsesi, yaitu seseorang menjadikan mutilasi sebagai simbol kepuasan dan nafsu
Dalam banyak kasus dan berdasarkan temuan penelitian sebelumnya, pelaku kekerasan mungkin secara spontan melakukan mutilasi terhadap pasangan, anak, atau keluarganya. Peristiwa itu bermula dari salah paham, perselisihan rumah tangga, atau konflik sepele.
      Seperti pada kasus pembunuhan dan mutilasi yang terjadi di Malang pada 30 Desember 2023 lalu. Kasus tragis ini dilakukan oleh sepasang suami istri dengan sang istri menjadi korban, Ni Made Sutarini (55). James Loodewyk Tomatala (61) pelaku sekaligus suami dari kisah tragis ini sering melakukan tindak kekerasan dalam rumah tangga. Karena tak tahan dengan perlakuan James, akhirnya Sutarini memutuskan untuk ikut anak keduanya tinggal di Bali tanpa sepengetahuan James selama 6 bulan 25 hari terhitung dari bulan Juli. James yang kebingungan dan berbagai emosi yang berkecamuk, menilai sang istri meninggalkannya karena berselingkuh dan pergi dengan lelaki lain. Keberadaan Sutarini akhirnya diketahui oleh James ketika mendapat kabar bahwa tempat kerjanya sedang mengadakan acara gathering. Pertemuan mereka berlangsung ricuh dan berakhir dengan Sutarini yang ditarik paksa untuk pulang. Ketika sampai di rumah, karena tak tahan dengan emosi yang berkecamuk, James langsung  mengambil tongkat untuk memukul dan mencekik Sutarini hingga tewas, pembunuhan ini terjadi di teras rumah. Di hari yang sama, pukul 10.00 WIB, James langsung mengambil pisau dan memutilasi jenazah Sutarini menjadi 10 bagian. Lalu bagian-bagian tubuhnya dimasukan ke ember yang ada di halaman. Setelah melakukan itu, James sempat kebingungan dengan apa yang telah diperbuat kepada istrinya. Keesokan harinya, pada minggu, 31 Desember 2023 pagi, James memanggil tetangganya dengan alasan untuk membantunya mengangkat perabotan rumah. Betapa terkejutnya saksi ketika yang ditunjukan bukanlah perabotan rumah, melainkan jasad Sutarini yang sudah terpotong-potong berada di dalam ember di rumah yang penuh dengan darah. Mengetahui itu, saksi lalu berlari menjauh dengan ketakutan ke Polsek Blimbing untuk membuat laporan. Pada saat yang bersamaan James juga datang ke Polsek Blimbing untuk mengakui dan menyerahkan diri setelah perbuatan kejinya terhadap sang istri.
Setelah di selidiki, James memang orang yang tempramental. Ia cenderung bereaksi berlebihan dan mengungkapkan kemarahannya dalam situasi yang mungkin tidak sesuai dengan intensitas perasaannya. Orang yang tempramental bisa sangat sensitif terhadap perasaannya sendiri dan orang lain. Banyak orang yang menganggap temperamental itu sama dengan temperamen, padahal keduanya berbeda. Temperamen merupakan sifat bawaan, namun juga bisa dipengaruhi oleh keluarga, lingkungan, budaya, atau pengalaman hidup. Ini dapat dilihat dari cara seseorang berperilaku atau berinteraksi dengan orang lain. Setiap orang mempunyai temperamen yang berbeda-beda seperti tenang, ceria, santai, pendiam, dan lain-lain. Sementara temperamental identik dengan kepribadian yang mudah marah dan sulit untuk mengendalikan emosi. Ini biasanya muncul dalam situasi sulit. Dalam banyak kasus, orang yang temperamental mengalami perubahan emosi yang dramatis atau sulit diprediksi, dan hal ini dapat mempengaruhi hubungan dan interaksi sosialnya hingga menjadi sulit dan menimbulkan ketegangan dalam interaksi sosial.
Lalu apa hubungan temperamental dan pembunuhan hingga mutilasi? Sifat tempramental dapat dikatakan sebagai cikal bakal terjadinya pembunuhan dan mutilasi. Hal ini bisa terjadi karena pengalaman buruk masa lalu yang menimbulkan trauma. Misalnya, sebagai korban bullying. Karena merasa tidak bisa melawan sang pelaku bullying, maka korban justru membalaskan dendamnya itu pada seseorang yang mirip dengan pelaku. Contoh selanjutnya adalah korban kekerasan dalam keluarganya. Seperti orangtua yang sering kali memukul, mencubit, menjambak anaknya jika melakukan hal yang tidak diinginkan. Seringkali orang tua menuntut dan memaksakan kehendaknya sehingga anak stress dan tidak leluasa mengutarakan pendapatnya. Hal ini dapat menyebabkan anak mengalami depresi sehingga emosinya tinggi dan sulit dikendalikan. Contoh lainnya adalah pengaruh media sosial. Anak-anak sering kali melihat hal-hal yang tidak semestinya, seperti gambar kekerasan, pembunuhan, dan adegan berdarah lainnya yang dapat mempengaruhi psikis mereka. Dari semua pengalaman ini kemungkinan besar bisa menjadi tindak kekerasan dan kejahatan yang akan mereka lakukan di masa depan.
Selanjutnya ada proses meniru (modelling) atas semua tindakan yang dilihat bahkan dirasakan. Orang yang sulit mengatur emosinya seperti cepat marah, mudah kecewa, mudah frustasi, dan sangat sensitif terhadap emosi diri sendiri dan orang lain. Ditambah dengan semua pengalaman buruk yang pernah mereka alami, maka individu percaya bahwa cara untuk menyelesaikan suatu masalah adalah dengan melakukan tindakan kekerasan dan percaya bahwa siapa pun yang membuatnya marah maka harus diberi pelajaran dalam bentuk kekerasan. Individu akan dengan mudah mengikutinya dan menerapkannya kepada orang-orang disekitarnya, bahkan dalam beberapa kasus sampai pada pembunuhan dan mutilasi.
Ciri-ciri temperamental ditandai dengan mudah tersulut emosi, cenderung membela diri atau tidak ingin disalahkan, menarik diri dari pergaulan, cenderung merusak sesuatu, sering melakukan kekerasan verbal, senang menyakiti diri sendiri, sulit untuk menyelesaikan masalah, dan melepaskan emosi melalui tindakan berbahaya. Lalu adakah perbedaan ciri tempramental pada perempuan dan laki-laki? Perbedaannya terletak pada pengekspresian amarah dan durasi menahan amarahnya. Pada perempuan, mereka memiliki durasi menahan amarah yang cukup lama dikarenakan perempuan cenderung menahan amarahnya dan tidak mengekspresikan amarahnya. Sedangkan pada laki-laki, merek memiliki durasi menahan amarah yang relatif singkat sehingga bisa lebih leluasa untuk mengekspresikan amarahnya.
Hal ini sesuai dengan kasus mutilasi yang dilakukan James yang membunuh dan memutilasi istrinya sendiri. Â Memiliki sifat tempramental dimana sulit untuk mengendalikan emosi, menyebabkan ia sering melakukan kekerasan dalam rumah tangga. Kemudian Sutarini menghilang dan meninggalkan James selama 6 bulan 25 hari. Selama itu pula James menahan amarahnya karena tidak mengetahui keberadaan istrinya. Usai bertemu kembali, James langsung mengekspresikan kemarahannya dengan membunuh dan memutilasi Sutarini.
Pentingnya peran orangtua dalam dinamika perkembangan temperamen. Sikap dan pola asuh orangtua yang umumnya negatif, seperti penindasan, desakan, menuntut, penolakan dan protektif berlebihan, bisa menghasilkan temperamen yang negatif dalam hal reaktivitas, emosionalitas, dan pengendalian diri. Sebaliknya, orang tua yang menunjukan sikap demokratis yang ditandai dengan penerimaan, kasih sayang, dan cinta cenderung berpengaruh positif terhadap dinamika perkembangan temperamen. Faktor yang mempengaruhi kondisi internal meliputi kepribadian, kedewasaan, pengalaman individu dan hubungan sosial. Faktor eksternal meliputi pola asuh dan pengalaman perilaku kekerasan