Mohon tunggu...
Humaniora

Masa Kini (Sebuah Oase Akrobat Kepribadian)

12 Juni 2017   07:08 Diperbarui: 12 Juni 2017   09:53 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

SINAR PAGI SEBUAH SARAN DAN SOLUSI

Disebuah pagi yang cerah ceria setiap orang ada keyakinan untuk mulai merintis dan melangkah dengan langkah baru. Dalam perspektif sosioplogis dan psikhologis sangat berbeda su dut pandangnya. Tiap hari setiap kita mengalami perubahan , baik pemikiran maupun pendirian, serta berubah dalam ementapkan tata cara , ukuran , pola yang tentu tidak bias kita ukur dengan ukuran orang lain.

Dalam kenhidupan nyata sunbgguh kita ditantang berhadap hadapan antara teori dan paraktis , kita dituntut lentur dalam praktek , namun tak kehilangan kecemndekiaan , bahkan ada asam digunung , garamn\m dilaut pun dalam periuk sebelanga serasa , senasib sepenanggungan , tak ada bukti asam , tak ada bukti garam , semua tercampur dalam keterp[aduan dan rasa , serta selera, tak ada lagi pilah pilahan tempat SARA di bumi nusantara yang kita pijak ini , kita sama sama membhutuhkan kesatupaduan , gotong royong persatuan , toleransi , kebersamaan, berat sama dipikul ringan sama dijinjing, tak perlu lagi pisahkan gununbg dan lautan bahkan pinangpun berbagi9 tempat dengan tamar jawa ( asem), suatu yang pahit dan manis pun bias dipadukan , sebagaimana yang pahit sebagaimana kopinya mpok lela. Dan pinang ditanam rapat rapat.

Tidak semua orang mudah dip[inang , disanjung dan diadu domba , masih banyak orang yang sadar dan tidak kepanc ing provokasi, jadi sebagai wacana kritik , tulisan saya pgi ini sengaja mengetengahkan kesejukat ke tangan pembaca , mudah mudahan setelah konflik dan keruntuhan yang kita alami ini bias kita padukan lagi , dan kita kembali kepada kesejatiaj jati diri kita sebagai bangsa yang berpancasila dan berbinneka tunggal Ika, sebagaimana dicangkan bapak presiden Joko widodo, kita ini Indonesia , kita ini berpancasila, sanubari kita pancasila ,jiwa kita pancasila , way of life kita pancasila , dan kita ini insane Indonesia yang berbhinneka Tunggal Ika,

Ternyata tidak mudah orang membangkitkan keaslian , keabadian jatri diri kita , membuktikan kepribadian orang oitu terkadang membuat kita terjebak dengan pembandingan atas kesuksesan orang lain ypang sangat artificial,mitasi dan penuh kepalsusn ,karena tak ada buktinya itu lanjtas rame rame orang menjustifikasi akar persoalan , dan permasalahan menjadi makin runyam , perbedaan sudut pandang bukan dipandang sebagai berkah ragamnya wacana brsve in difference , tapi ternyata selama ini kita toergesa gesa menyimpulkan kepribadian orang lain dari perilaku dan geraknya , padahal kita tak pernah mau mengajak dialog , dan mendalami apa yang mereka inginkan kepada , dari dan oleh kita , banyak orang kehilangan kesadaran dan kbijaksanaan , kesadaran untuk tahu , peduli ,mencintai , memahami , berkaca diri dan membentuk kembali asa yang terpecah.

Harimau yang segang lapar akan mengaum sekrasnya sehingga semua mendengar , kambing yang lapar akan memanage,mbek kuat kuat , sapi melenguh ,danb semua akab berusaha mengeluarkan suaranya menyuarakan kepentinga dan kebutuhannya sendiri , seorang teman saya mengatakan derap perubahan bangsa ini dimulai darei sekrang , kalau tidak sekarang kapan lagi , kita dipacu dengan teknologi informasi yang demikian cepat , kalau tidak kita filter dengan keaslian pribadi ketimutrrtan , nilai nilai dan filsafat hidup , jati diri , norma , etika , budi pekerti yang luhur akan dikemanakan bangsa kalau nantii] pirak poranda . kita diadu domba oleh sebuah produk yang dinamakan teknologi , komuniukasi nberjarak itu pberesiko sikap aviliati, agnotis, arogan , anarkhis , terpengaruh dan gampang marah , dan harimau lapar yang dinamakan teknologi itu kalau tidak dikendalikan akan memakan kita sendiri dengan mencabik cabik jati diri bangsa Indonesai

Otak orang sekarang yang serba instan dan tergesa gesa sudah terpola sedemikian lupa teramat lama setelah eforia Reformasi , dimana Mahasiswa bias menumbangkan sebuah rezim belum selesai diterngngkan kepada generasi ssesudahnya , bahwa nilai nilai demokrasi bila tidak dipimpin dengan kehendak yang baik akan kebablasan tanpa kendali , arahan dan pimpinan, dan oaring makin ngawir tak perduli resiko dan harga beli sebuah teknologi , sampai abnak kecilpun tak terkontrol menggunakan gaget , sampai lupa dengan aktifitas fisi , semua bermain game , Gambling ,casino ,COC , dan bayak permainan lainnya faforit dimainkan anak - anak sehingga komunuikasi antara kita gagap dan jurang pemisah antara manusia dan poeradaban makin jauh. Takaran nilaipun jadi berubah, dan bedanya pandangan anatara para pejabat dan pedagang dalam mendpatkan laba berbeda caranya.

Kita selau dipertentangkan TERUS OLEH KECURIGAAN , KECIRANGAN , KETIDAK JUJURAN secara faktula , dengan fakta pembuktian , di dunia maya pun orang dihadapkan dengan fakta pembuktian , mari kita reningkan lebih dalam efek dan dampak teknologi dan kemanfaatannya kepada kita yang orang Timur ini , destruktifkah atau konstriktif , sesuai dengan nailai atau tidak . sekali l;agi dalam berpendapat dalam pergolakan pemikiran filosofit orang dtiutntut untuk mampu menyelami persialan kemasyarakatan dan kenegaraan, dengan pengertian , sebelum terjadi sesuati yang serius , kita bias mengantisipasiinys denga Rmbukan , mediasi , klarifikasi , tampa mengabaikan satu dan lainnya , menghargai kerlebihan dan menutupi aib dan kekurangan orang lain , saling terbuka dan mendalami

Saya kira ( penulis) bias menyimpulkan bahwa ukkuran yang kita pakai sekarang barangkal;I MUngkret dan tak bias mulur lagi,sehingga toleransi tak dimungkinkan dengan alas an Dinas dan birokrasi serta administrasi. Ukuran palinbg dasar diabaikan oleh politik praktis, sindikat mafiua makelar lkasus , sehingga para penegak hukum , jaksa maupun hakim sulit jauh dari kata kata Adil. Misalnya saya sudah serius menderita dan hidup merana karena ditinggal kekasih , sya dalam keadaan miskin , lapar dan melarat , lalau minta dengan sangat belas kasihsn , karena semua orang sibuk dengan gaget , merekapun terbutakan dan t ak peduli denga kelaparan . dapa pula yang Maling suatu yang berharga, kepolisian yang teknologinya relative cangguh sekalipun masih sulit menerima tanggung jawab, sedang yang tak simple dan tak ada buktinya , mereka lenggang kangkung begiutu saja tidak punya pertimbangan trik dan teknis sebagaiman SOT yang di tetapkan , mereka pemegang kebijakan jadi mudah tersinggung dengan pelayanan dan peklaksana tugas eksekutif yang mentukan nasib bangsa

Mengingat makin banyaknya pelanggaran hokum yangt didepo0neering oleh pemerintah , ditutup –tutupi dan di 86 , maka pelanggaran , demi pelanggran serta penyim pangan makin diberi ruang gerak dan miskin pengawasan, maka pertanyaannya kpankah dilemma yang paradox ini dap[at diatasi dan diakhiri oleh pengakhirannya sendiri. Kebalilah kita pada jati diri kta bahwa kita bias

Hartini wira//dekaty .com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun