Mohon tunggu...
Hasyim Siddiq
Hasyim Siddiq Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Pemerintah Jagokan Siapa di Munaslub Golkar?

17 Maret 2016   15:56 Diperbarui: 17 Maret 2016   17:23 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Partai Golkar akan menggelar Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) yang akan memilih ketua umum baru. Semua yang merasa calon ketua umum kini sedang gencar-gencarnya mencari dukungan ke berbagai daerah untuk mengamankan suara DPD I dan DPD II. Tidak lupa, mereka meminta restu dari para tokoh senior partai, serta yang paling penting adalah mencari dukungan dari pemerintah.

[caption caption="sumber foto : koran sindo"][/caption]Ada satu nama eks-tokoh Golkar era ARB yang kerap didatangi untuk mendapat dukungan politik. Ia adalah Luhut Binsar Pandjaitan yang pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Pertimbangan DPP Partai Golkar. Bukan hanya karena Luhut kerap dianggap dekat dengan presiden, tapi karena memang Luhut adalah menko yang ngurusin politik. Selain itu, Luhut dikenal sebagai sosok yang hangat dan terbuka. Nah, bagi yang mengenal Luhut dengan baik, dilihat dari semangat, idealisme dan latar belakang serta jabatan yang diembannya, Luhut mestinya tidak akan mendukung orang yang bermasalah, baik etis, politis, apalagi hukum.

Sebagai Menko Polhukam, Luhut tentunya harus mampu mengoordinasikan dan mengamankan garis kebijakan Presiden Jokowi di bidang politik, hukum, dan keamanan. Presiden Jokowi berkomitmen untuk menegakkan pemerintahan yang bersih dan tidak berkompromi melawan korupsi. Hal itu pernah ia buktikan saat membatalkan pencalonan Kapolri yang kala itu berkasus dengan KPK sehingga ditolak publik akibat tuduhan ‘rekening gendut’. Konsistensi citra penegakan pemerintahan yang bersih ini dibutuhkan untuk menunjukkan ketauladanan dan kewibawaan pemerintah di mata rakyat. Apalagi rakyat muak dengan model politisi-politisi korup atau yang dibayang-bayangi citra skandal dan bermasalah secara hukum.

Menko Polhukam dalam konteks menata dinamika politik Indonesia sekaligus dalam rangka membangun bangsa sebaiknya jangan berkompromi secara pragmatis dengan kemunculan-kemunculan politisi-politisi berbau mafia dalam panggung politik kita. Kita tidak bisa membayangkan jika dari sisi pemerintah malah mendukung sosok calon Ketum Golkar yang jelas-jelas menolak melaporkan harta kekayaannya ke KPK dari tahun 2002 lalu karena alasan sibuk. Atau, menjadi aneh ketika sosok politisi yang terlibat skandal penyebutan nama pejabat negara dalam kasus "papa minta saham" malah mendapat angin dari unsur pemerintah untuk didukung menjadi ketua umum.

Munas Partai Golkar 2016 ini kurang lebih akan sangat ditentukan oleh dua hal.

Pertama, gestur dukungan politik pemerintah terhadap siapa sosok yang hendak didukung. Sebelumnya di beberapa media online, ARB secara terang menyatakan ia tidak diingini oleh penguasa untuk kembali menjadi Ketum Golkar. Akibatnya, proses rekonsiliasi di tubuh Partai Beringin menjadi terhambat. Artinya, siapa pun yang jadi nanti terpilih sebagai ketua umum harus "direstui" oleh pemerintah. 

Restu presiden menjadi kunci. Namun, kepada siapa restu presiden diberikan tentunya sangat riskan terhadap masukan, manuver, atau bahkan "olahan" dari orang-orang di sekitarnya. Untuk itu, Presiden Jokowi harus lebih berhati-hati jangan sampai salah dengar atau kasih restu. Jangan pilih anak macan yang bisa menyulitkan penguatan stabilitas politik dan agenda pemerintahan Jokowi nantinya.

Kedua, faktor ARB. ARB adalah ketua umum yang sah secara hukum sampai saat ini setelah diputuskan MA. Ia tentunya memiliki otoritas dan kekuatan untuk menentukan jadwal Munas dan kepada siapa dukungan akan diberikan mengingat hubungan yang erat antara ARB dengan pimpinan-pimpinan daerah. Restu ARB karenanya akan menjadi faktor yang juga signifikan untuk menjadikan calon tertentu menjadi ketua umum selanjutnya. 

ARB harus menyadari bahwa jangan sampai Golkar justru runtuh di masa akhir kepemimpinannya. Akhirilah dengan baik, dengan sebuah kenangan dan warisan kenegarawanan. Jangan hanya memilih karena sosok tersebut adalah "orangnya ARB". Biarkan proses politik yang demokratis yang memunculkan sendiri kepemimpinan baru Golkar nanti. Setiap zaman melahirkan anak-anak zamannya sendiri.

Dalam membangun bangsa, kita tidak bisa mementingkan kepentingan pribadi, golongan atau kelompok sendiri. Indonesia ini diperjuangkan dan didirikan oleh cita-cita yang luhur. Keberadaan partai politik yang disorot citra dan kinerjanya harus dijawab dengan sebuah upaya pembenahan internal partai. Para elite jangan sibuk sendiri dengan ambisi sendiri lalu melanggar janji-janji. Jika misalnya sudah berjanji hitam di atas putih untuk tidak maju menjadi ketum karena sudah memilih menjadi Ketua DPR sebaiknya dipatuhi karena keteladanan dan ksatria adalah tanda seorang pemimpin sejati. Dengarkanlah aspirasi rakyat dan suara zaman.

Keberadaan Golkar masih berguna dan memiliki peran tersendiri dalam konfigurasi politik Indonesia. Ia adalah partai tengah moderat, karya kekaryaan, berguna menjadi tandem pemerintah untuk mendukung berbagai program pembangunan. Jadi, citra Golkar sebagai partai mafia harus dibongkar. Masa kader-kadernya mau selalu dicap dan dihantui dengan persoalan hukum? Dulu di Golkar masih ada sosok seperti Ahok sebelum mundur menjadi wakil gubernur. Benahi Golkar, benahi sistem politik Indonesia agar menjadi lebih stabil dan demokratis. Saat ini liat tuh Ahok, calon perseorangan yang didukung rakyat Jakarta.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun