Pelaksanaan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar semakin dekat dengan pelaksanaannya. Terhitung dari hari ini, tak kurang dari 1 bulan lagi untuk menghadapi perhelatan rekonsiliasi partai berlambang pohon beringin ini, yaitu 23 Mei 2016. Nama-nama kader yang digadang-gadang sebagai calon ketuaumum Golkar semakin giat melakukan sosialisasi, baik di sosial media maupunturun langsung ke daerah-daerah. Stigma dan harapan mengenai sosok pemimpinGolkar semakin terbentuk dengan beberapa pandangan para senior di partaitersebut, tokoh-tokoh politik, atau bahkan “istana” sekalipun.
Tak dapat dipungkiri, dari pandangan dan harapan yang telah disampaikan, ketua umum Golkar nantinya diharapkan adalah sosok yang bersih dari hukum dan amanah,terutama terhadap daerah tingkat 1 dan 2. Hal ini tentunya agar tidak adaganjalan partai berwarna kuning ini dalam kontestasi politik yang berjalan secara maraton beberapa tahun kedepan, Pilkada serentak 2017, 2018, dan Pemilu sekaligus Pilpres 2019. Dari beberapa nama calon ketua umum Golkar yang ada sekarang ini, maka nama-nama tersebut akan mengerucut ketika merujuk kepadakreteria yang diharapakan diatas. Mereka adalah Idrus Marham, Mayhudin, AdeKomarudin, dan Airlangga Hartarto.
Namun,sepertinya dari nama-nama yang sudah tersaring sebagai kandidat idaman tersebutakan semakin mengerucut, terutama setelah terkuak beberapa kasus yang sedangheboh belakangan ini. Nama yang kemungkinan akan keluar dari bursa CaketumGolkar yang amanah atau dapat dipercaya oleh daerah adalah Ade Komarudin. Halini dikarenakan kekecewaan beberapa pengurus DPD 1 dan 2 yang dibohongi olehcalon ketua umum tersebut. Menurut berita dari Harian Terbit, beberapa pengurus Golkar daerah tingkat 1 dan 2 merasa dibohongi oleh Ade Komarudin saat deklarasi Caketum yang dilaksanakan di Yogyakarta 11 Maret lalu. Sayangnya tidak disebutkan siapa saja yang dibohongi mengenai uang transportyang dijanjikan oleh Ade Komarudin dalam deklarasinya tersebut.
Trik politik uang yang biasa dilakukan Akom ternyata tidak semulus yang dia bayangkan. DPDII yang merasa dibohongi oleh Akom malah justru mem-bully Akom secara internal. Parahnya kisruh uang transport deklarasi itu sekarang ini semakin mencuat ke permukaan dan sudah menjadi konsumsi publik. Usut punya usut, ternyata kasus in tidak hanya terjadi di deklarasinya saja, namun hal ini jugaterjadi saat Akom berkunjung ke Papua. Hampir semua DPD II di Papua mengeluhkanjanji Akom yang katanya akan memberikan ganti transportasi saat melakukan silaturahmi di Papua.
Dari kasusdiatas, sudah jelas bahwa Akom menggunakan cara politik uang untuk memuluskansosialisasinya sebagai calon ketua umum. Namun cara tersebut nyatanya malah menjadi bumerang bagi dirinya sendiri karena itu hanyalah janji belaka. Dalam artikel yang sama, DPD II itu menyebutkan bahwa dirinya dan pengurus lain tak bermasalah jika tidak diberikan uang transport asalkan dibicarakan sebelumnya.Dengan berbohong seperti ini maka dapat dinilai bahwa Akom tidak amanah dantidak dapat dipercaya, khususnya oleh DPD II. Jika belum jadi ketua umum sajasudah tidak amanah dan tidak dapat dipercaya, bagaimana kalau sudah menjadi ketua umum, ditambah lagi masih meggunakan cara-cara politik uang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H