Mohon tunggu...
Hasyim MAH
Hasyim MAH Mohon Tunggu... wiraswasta -

Berusaha mengusung wacana nasionalisme, pluralisme dan kepedulian pada alam ini dengan disertai pemikiran yang bijak dan arif... Begitu maunya...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Reformasi Baru Terjadi di Tingkat Nasional (3/3-habis)

8 April 2010   02:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:55 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebelumnya lebih baik baca dulu Seri 1 dan Seri 2.

[caption id="" align="alignleft" width="150" caption="foto dari rachmawan.wordpress.com "][/caption]

Setelah melihat contoh-contoh tersebut, sekarang mari kita bahas satu-persatu elemen-elemen yang seharusnya mengontrol kinerja pemerintah daerah:

DPR Daerah

Dari contoh yang sudah disebutkan, sebenarnya sudah bisa kita ambil kesimpulan bahwa reformasi benar-benar belum terjadi di daerah. Partai apapun yang mejadi kepala daerah, semua sama saja. Partai di daerah tampaknya sudah tidak begitu peduli dengan ideologi yang diusungnya. Satu-satunya ideologi yang dipegang di daerah adalah bagaimana mempertahankan kekuasaan.

Anggota dewan yang duduk di DPRD pun mencari aman. Apapun partai yang diusungnya tak membuat dia menjadi kritis terhadap pemda. Anggota juga tak ubahnya seperti pejabat pemda pada umumnya. Mereka perlu status quo tetap berjalan sehingga semua yang sudah dia genggam tidak terlepas lagi. Sehebat dan sebersih apapun ideologi partai di tingkat nasional, mereka harus rela partainya diwakili oleh orang-orang yang oportunis di tingkat daerah.

Media Daerah

Di tingkat nasional, media yang laku adalah yang jujur dan membela rakyat. Ini membuat media nasional berlomba mengawasi jalannya pemerintahan dan juga lembaga tinggi negara lainnya. Ini juga didasari bahwa media nasional sangatlah banyak sehingga persaingan juga tinggi.

Namun ini tidak terjadi di daerah terutama di tingkat kabupaten. Dan lebih parah lagi di kabupaten kecil atau pelosok. Di tingkat kabupaten kecil, media yang beredar mengawasi jalannya pemerintahan bisa dibilang cuma media cetak dan radio. Dari sisi wartawan, ada wartawan media cetak, reporter radio dan kontributor TV nasional.

Dari ketiga bentuk wartawan ini, yang paling berpeluang mengawasi dan membentuk opini publik hanyalah media cetak. Sayangnya, media cetak yang ada di kabupaten kecil biasanya cuma ada 1 atau 2 saja yang laku. Nah, dari media cetak yang sedikit ini, biasanya semua telah "dibina" oleh pemda setempat. Hasilnya, apapun kejelekan yang dilakukan pemda, DPRD dan juga partai, menjadi hal yang sepenuhnya baik bagi masyarakat setempat.

Maaf kepada pembaca yang berprofesi wartawan dan ada di daerah. Mungkin tulisan ini menyamaratakan semua wartawan daerah. Dan meski tidak mungkin bisa disamaratakan, tapi memang kondisi yang saya lihat terutama di Mojokerto adalah memang seperti itu.

LSM Daerah

Di daerah manapun, LSM selalu ada. LSM ini kebanyakan berangkat karena faktor ekonomi. LSM yang seperti ini biasanya didirikan oleh orang yang tahu celah di pemerintahan dan bisa mendapatkan dana dari situ. Meski begitu, ada juga sedikti LSM yang berangkat dari faktor ideologi. Sayangnya, dari yang sedikit ini, kebanyakan LSM juga sudah "terbeli".

Mahasiswa Daerah

Mahasiswa di kota besar biasanya jauh lebih kritis dalam melihat kehidupan di sekitarnya. Meski tidak semua, tapi memang banyak mahasiswa yang menyempatkan diri di luar tugas akademisnya untuk peduli dengan kondisi sosial di sekitarnya. Namun sayang, kepedulian seperti ini jarang kita temui di kota kecil. Mahasiswa di perguruan tinggi dari kota kecil cenderung hanya mengejar gelar untuk segera cari kerja.

Jika Anda pernah kuliah di universitas besar seperti UI, UGM atau Unair, Anda pasti menemukan komunitas-komunitas mahasiswa yang terkesan tidak peduli sama nilai akademisnya. Mereka ini lebih sering membuat forum diskusi dibanding harus mengerjakan tugas dari dosennya. Dan meski mereka seringkali di-cap sebagai mahasiswa abadi, tapi kita juga harus berterima kasih pada mereka karena sering kali perubahan bangsa ini dimulai dari gerakan mereka.

Sayang, kondisi kampus sebagai penggerak perubahan tidak berlaku di daerah. Di Mojokerto misalnya, mahasiswa lebih suka mencari pekerjaan sambilan untuk mendapat tambahan uang saku daripada harus repot-repot berpikir tentang pemerintahan. Bagi mahasiswa kota kecil, tidak ada untungnya bagi mereka untuk memikirkan kepentingan rakyat, toh rakyat secara keseluruhan juga tidak memikirkan nasibnya.

Akhirnya, mahasiswa daerah tak ubahnya pelajar SMP atau SMA. Mereka datang ke kampus sesuai jadwal, lalu pulang ketika jam pelajaran usai. Begitu terus setiap hari hingga akhir semester mereka mengikuti ujian dan setelah sekian tahun, mereka lulus dan dapat ijasah. Di luar itu, tidak ada kepedulian, tidak ada diskusi dan tentunya tidak ada gerakan yang mereka kerjakan.

Kesimpulan

Rakyat di daerah dikondisikan menjadi rakyat yang tak punya masalah dengan pemda setempat. Mereka tak pernah terusik bahwa kemiskinan mereka adalah tanggung jawab pemda. Mereka merasa normal untuk menjadi miskin dan menderita. Mereka merasa kemiskinan dan kebodohan mereka adalah karena kesalahan mereka sendiri. Mereka ini tertindas tapi tak pernah merasa tertindas. Mereka hanya menunduk lesu ketika pemerintah dan media bilang, "Kamu itu tidak tertindas, tapi kamu itu memang dari sananya miskin!"

Di banyak daerah belum terjadi reformasi. Kondisinya masih seperti zaman orde baru. Kepedulian tokoh daerah bisa dibilang masih kurang karena orang pintar di daerah cenderung pergi meninggalkan desanya menuju kota besar. Yang bisa kita harapkan adalah dari orang daerah yang masih tinggal di daerah. Bagaimana dengan Anda? Sudahkah reformasi terjadi di daerah Anda? Kalau belum, mungkin Anda yang harus memulai.

Caranya? Buat media-media cetak independen yang bisa menyampaikan ide-ide dan pandangan Anda tentang kota Anda. Buatlah gerakan dengan mencari orang-orang yang berpandangan sama dengan Anda. Kumpulkan dana yang bisa membuat media Anda gratis dan terbit rutin. Media cetak bisa dibuat sesederhana mungkin sesuai dana yang ada.

Jika di kota Anda ada perguruan tinggi, sampaikan ide-ide Anda ini kepada mahasiswa terlebih dahulu. Gerakan bisa dimulai dari kampus yang ada. Gandeng LSM yang masih jujur untuk memperkuat jaringan Anda. Jika kekuatan gerakan Anda sudah mulai terlihat, hal ini dengan sendirinya akan memaksa media-media resmi untuk ikut menyuarakan suara-suara Anda.

Yang perlu disadari adalah bahwa ujung dari gerakan reformasi daerah ini bukanlah kekuasaan. Kita tidak mencari kekuasaan. Yang kita perlukan adalah bangkitnya media-media, LSM-LSM dan mahasiswa serta elemen masyarakat lain untuk mengontrol jalannya pemerintahan daerah.

Dan tantangan terbesar bagi Anda (yang dengan sendirinya telah menjadi LSM) adalah ketika suara Anda sudah terdengar di kota Anda, lalu Anda "dibeli" oleh kekuatan status quo. Kalau Anda terbeli, sia-sia semua yang Anda perjuangkan sejak awal. Nilai positif dan kebaikan pada diri Anda di mata Tuhan, rakyat dan alam semesta langsung lenyap. I hope not.

Mojokerto, 7 April 2010

Hasyim MAH

hasyimmah.wordpress.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun