Mohon tunggu...
Hastuti Moeljono
Hastuti Moeljono Mohon Tunggu... lainnya -

Mengajar di SMPN 105 Jakarta Barat dan memiliki usaha pembuatan mug

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Sertifikasi untuk Semua Guru-kah...?

30 Desember 2013   21:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:20 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sertifikasi dalam definisi menurut saya adalah sebuah legalitas keprofesionalan guru yang diselenggarakan oleh pemerintah. Jikalau boleh saya berpendapat, walaupun saat ini saya telah lulus dari “proses persertifikasian”, sebenarnya predikat guru tersertifikasi atau belum, yang sebenar-benarnya ada pada “kejujuran” seorang guru dalam mendidik para siswa pada kegiatan belajar mengajar. Kejujuran untuk mencintai dalam mendidik dan berkarya untuk negeri.

Saya, secara pribadi, sejujurnya kurang sependapat dengan pengadaan PLPG atau apapun namanya, di mana dalam waktu 9-10 hari, peserta sertifikasi diberikan pelatihan dan kemudian diuji untuk mendapatkan legalitas tersertifikasi ataukah tidak. Padahal, seorang Guru, tentunya menjalani masa pendidikan selama lebih kurang 4 – 5 tahun di sebuah institusi keguruan. Dan, itu bukan waktu yang main-main. Sesuatu yang luar biasa untuk mendapatkan gelar kesarjanaan Sarjana Pendidikan (masih menurut saya).

Karena saya mengajar di sebuah sekolah negeri, dan berinteraksi dengan rekan-rekan Guru yang belum PNS ataupun CPNS, ternyata, rekan-rekan saya ini belum dapat mengikuti sertifikasi, padahal masa kerja, profesionalitas dan komitmen serta pengabdian pada negara juga tidak main-main.

Berbeda dengan Guru yang bekerja di swasta. Masih menurut saya, relatif mendapat kemudahan untuk mengikuti PLPG ataupun proses sertifikasi, asalkan memenuhi syarat sebagai Guru Tetap atau minimal ada surat keterangan dari sekolah/yayasan yang menyatakan bahwa guru tersebut Guru Tetap Yayasan dan telah mengabdi selama sekian tahun dan memenuhi jam mengajar sekian jam pada satu mata pelajaran tertentu yang sesuai dengan bidang studi sertifikasinya.

Andai, dua guru tersebut (yang satu di sekolah negeri dan satunya lagi di sekolah swasta) memiliki semua hal yang sama, tetap saja, rekan saya yang berada di sekolah negeri, tetap tak dapat mengikuti proses sertifikasi, karena memang tak ada payung hukumnya.

Seharusnya ada prinsip keadilan dalam proses sertifikasi ini. Apalagi, jika saya tak salah, tahun depan (2014) adalah proses sertifikasi terakhir untuk Guru pada jalur PLPG. Selanjutnya proses sertifikasi akan melalui jalur sekolah selama satu tahun.

Tunjangan fungsional pun bagi guru-guru non-PNS di sekolah negeri, ada yang keluar dan ada pula yang tidak. Kabarnya karena tidak termasuk dalam kuota.

Sudah seharusnya Pemerintah, dalam hal ini Kemendikbud bebenah diri untuk beberapa hal krusial yang berhubungan dengan finansial. Dan tentunya prinsip keadilan harus dikedepankan.

Dan, ini... tidak main-main...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun