Mohon tunggu...
Hastuti K
Hastuti K Mohon Tunggu... -

Hastutik Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2014

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hiruk Pikuk Pengamen

20 Oktober 2014   21:31 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:21 2
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Suara akulele itu telah menjadi hiburan gratis bagi seluruh tamu atau pengunjung yang datang disekitar Malioboro, Yogyakarta. Suara yang terkadang enak didengar namun juga kadang membuat bising dan mengganggu bagi pengunjung yang datang. Dengan senangnya para pengamen itu menghibur para pengunjung yang datang dengan suara dan alat musik yang dibawakannya. Suasana yang ramai, perpaduan antara suara nyanyian pengamen, kendaraan, serta komunikasi antar orang membuat semakin ramainya kawasan jalan Malioboro dan benteng Verderburg Yogyakarta ini. Maka suatu keharusan bagi setiap pengunjung yang mengunjungi wilayah ini agar selalu membawa uang receh atau uang kecil untuk diberikan pada pengamen yang silih berganti mendatangi anda.

Tanpa sadari suatu ketika saya dan teman-teman sedang enaknya makan, disebuah warung pedagang kaki lima dikawasan benteng Verderburg seketika kami didatangi dua orang pengamen dengan enaknya membawakan lagu dihadapan kami. Okelah, kami langsung memberikan selembar uang seribu dan mereka langsung beranjak pergi. Selang dua menit kemudian datang seorang pengamen lagi. Berhubung kami berempat maka kami sepakat untuk bergantian memberi uang kepada pengamen tersebut. Dan empat kali sudah pengamen bergilir datang dan kamipun telah merogok kocek untuk memberikan uang itu kepaa pengamen. Namun, masih saja ada pengamen yang datang untuk meminta lagi pada kami. Hingga kami akhhirnya tersadar, “Kalau kita lama-lama makan disini, bisa-bisa habis ini uang, 10ribu buat bayar makan, 10ribu lagi buat para pengamen” ucap Annisa saat itu.

Maraknya pengamen yang silih berganti terus berdatangan juga kelamaan bikin kantong menipis. Jika hal itu terus dibiarkan, lama kelamaan akan menjadi kebiasaan dan akan terus membudi daya di negeri ini. Karena jika kita melihat para pengamen tersebut, terkadang diantara mereka ada yang anak muda yang masih sehat bugar, selintas dalam pikiran, “Mengapa dia tidak mencari pekerjaan lain yang lebih bermanfaat, daripada harus mengamen ?”. bahkan anak kecil yang seharusnya mendapat pendidikan akan tetapi mereka harus turun kejalan bersama teriknya matahari. Sungguh ironis. Mungkin ini bisa dijadikan intropeksi bagi pemerintahan baru masa Jokowi-JK ini agar dapat menata para pengamen. Sangat resah ketika melihat seorang anak kecil yang bernama Angga ini harus turun kejalan berpanas-panasan bersama kejamnya kehidupan dijalanan.

Anak berumur 14 tahun asal Klaten itu setiap harinya harus mengamen untuk membantu menghidupi keluarganya. Dia harus terpaksa berhenti ditingkat SMP tanpa melanjutkan sekolah kejenjang yang lebih tinggi. Dan yang sangat mengherankan, angga adalah salah satu anak ke 5 dari 6 bersaudara, dimana kedua kakaknya tersebut masih duduk dibangku SMA dan kakaknya yang pertama juga telah bekerja disalah satu perusahaan swastayang menurut saya sendiri, harusnya tak pantas jika Angga harus mengamen dijalan.sementara kakaknya sedang menempuh dibangku SMA, dan adiknya masih duduk dibangku SMP.

“Saya mengamen karena saya memang pingin kak membantu orang tua mencari nafkah, dan saya melakukan hal i ni juga disuruh orang tua dan juga keinginan saya sendiri”, ucap Angga ketika ditanyai mengapa dia memutuskan untuk mengamen.

Setiap harinya Angga mengamen ketika malam hari, waktu pagi dan siang ia gunakan untuk bermaindan sorenya membantu orang berjualan. Semalam dia menghasilkan uang sekitar 20ribu rupiah, uang segitu dia selalu menyisihkan uangnya untuk diberikan kepada kedua orangtuanya. Setiap sebulan sekali ia pulang ke Klaten dan memberikan uang tabungannya itu kepada kedua orang tuanya. 2 tahun sudah Angga menjalani kerasnya kehidupan dijalanan tanpa mempunyai tempat tinggal, setiap malam ia tidur didalam pasar tanpa peduli dinginnya angin malam.

Harapannya untuk pemerintahan yang baru ini, bapak Jokowi yang menjadi walikota Solo mampu menata PKL diwilayah Solo, kedepannya mampu meminimalisir pengamen-pengamen yang harusnya mendapatkan pekerjaan yang lebih layak dan menuntut ilmu bagi anak-anak yang seharusnya masih dididik dibangku sekolah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun