Mohon tunggu...
Hastuti Ishere
Hastuti Ishere Mohon Tunggu... Administrasi - hamba Allah di bumiNya

Manusia biasa yang senang belajar dan merantau. Alumni IPB yang pernah menempuh pendidikan di negeri Kilimanjaro. Bukan petualang, hanya senang menggelandang di bumi Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dukung Kilimanjaro atau Komodo?

10 November 2011   18:45 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:49 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini, setelah seharian berjibaku dengan praktik karena pasien yang menunggu, saya disodori sebuah selebaran. Ternyata selebaran untuk memberi suara ke objek wisata Gunung Kilimanjaro. Lengkap dengan beberapa nomor telepon yang bisa digunakan untuk menyumbang suara. Namun hanya ada satu website yang bisa dipakai untuk menyumbang suara. Saya agak heran juga mengapa kampanyenya lebih menyorot media telekomunikasi dibanding internet. Hanya dibutuhkan beberapa menit bagi saya untuk menemukan jawabannya. Dugaan saya adalah karena animo masyarakat di Tanzania yangs angat tinggi terhadap telekomunikasi, terutama telepon selular. Jujur saja awalnya saya bahkan tidak terlalu memperhatikan perkembangan jumlah suara kalau saja topik tentang Komodo tidak begitu ramai diulas di Kompasiana.

“You have to vote this.”

Sebuah suara membuat saya menoleh dari selebaran tersebut. Ternyata salah satu dosen, Mr. Temba. Beliau termasuk dosen senior yang sudah melanglang buana ke aneka negara di aneka benua. Dia sudah menjelajahi Jerman, kembali ke Tanzania, terakhir ke Thailand sekarang kembali lagi ke Tanzania. Wajah dan nadanya ramah dengan sedikit nada canda. Beliau juga termasuk dosen yang paling merakyat alias paling dekat dengan mahasiswa.

“We have Komodo mualim.” Jawab teman saya sebelum saya sempat menjawab. Mualim itu bahasa Swahili yang artinya guru.

Pembicaraan pun berkembang ke arah jumlah suara yang masuk ke kedua objek tersebut. Saya hanya mendengar sekilas kalau kans Komodo untuk masuk nominasi tak terlalu bagus.

“Mungkin karena banyak orang kurang tahu tentang Komodo.” Kata Mr. Temba lagi.

Pendapat yang cukup rasional mengingat fakta bahwa banyak turis asing masih kebingungan antara Bali dan Indonesia. Indonesia itu sebelah mananya Bali? Ngenes.

Oh sekarang saya ingat. Saya pernah vote sekali untuk Komodo, kala itu gara-gara tulisan dari Pak Ahmad Saukani. Situs yang dijadikan tautan oleh beliau sayangnya hanya bisa digunakan untuk urun suara sekali seumur hidup. Kalau mau memberi suara lagi harus membuat akun baru lagi. Macam ganti-ganti kartu telepon selular demi berburu aneka bonus kartu perdana saja. Di situs tersebut juga tidak memperbolehkan memberi suara untuk Komodo saja, melainkan juga harus memberi vote untuk keenam objek keajaiban dunia lainnya. Jadi kita memberi suara untuk daftar nominasi 7 keajaiban dunia yang baru versi yang kita mau, begitulah kurang lebih intinya. Saya ingat waktu itu saya memberi suara untuk Komodo dan Kilimanjaro. Sisanya saya lupa saya beri ke mana.

Beginilah jadi manusia yang tinggal di dua negara dan dua benua. Saya memilih yang saya tahu. Ini bukan masalah patriotik atau tidak patriotik. Saya belum pernah ke Pulau Komodo maupun Kilimanjaro, meski yang terakhir ini menjadi mimpi saya yang diharapkan terwujud sebelum saya lulus dan meninggalkan Tanzania untuk (mungkin) selamanya. Kalau memang Komodo belum sukses sebagai salah satu keajaiban dunia, semoga ini membuat pemerintah Indonesia semakin terbuka kesadarannya.  Sudah terlalu banyak warisan bangsa ini yang diklaim menjadi hak milik bangsa lain. Sudah terlalu lama bangsa ini dipandang sebelah mata karena pemerintahnya seolah tertidur pulas. Belum akan ambil tindakan nyata kalau belum kebobolan. Hanya ini harapan saya sebagai perantau yang masih merasa menjadi bagian dari bangsa Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun