Livi Zheng. Nama yang tak banyak terdengar di belantika perfilman nasional maupun internasional. Hingga akhirnya sebuah film lahir dari tangannya. Ia menulis, menyutradarai, sekaligus membintangi film tersebut: Brush with Danger.
Â
Berbekal lukisan-lukisan andalan Alice Qiang, ia dan adiknya mencoba mencari uang dengan berjualan di pasar dadakan. Tak sesenpun mereka dapat hingga akhirnya Ken Zhang berinisiatif mempertontonkan jurus-jurus laga yang ia dan kakaknya kuasai. Nasib mereka mulai berubah saat seorang kolektor lukisan berminat dengan bakat Alice.
Ia bahkan berbaik hati memberi mereka tempat tinggal. Suatu hari, sang kolektor meminta Alice membuat lukisan karya Van Gogh yang tergolong langka. Awalnya Alice keberatan karena itu artinya dia menjadi peniru lukisan. Sang kolektor berdalih lukisan tersebut akan dihadiahkan ke temannya yang sedang sakit keras. Alice merasa tak percaya diri kalau ia dapat menyamai lukisan tersebut tetapi akhirnya ia menyanggupi.
Pada saat yang sama, seorang detektif tengah menyelidiki kematian seorang wanita Asia yang diduga semasa hidupnya adalah seorang pelukis. Ketika Alice mampir ke toko cat lukis inilah ia bertemu dengan sang detektif yang memiliki insting kuat bahwa Alice akan menjadi target korban pembunuhan berikutnya. Alice awalnya tak percaya tetapi akhirnya ia mengalami sendiri bahwa bakatnya tersebut hampir membawanya menuju maut.
Secara umum film ini memiliki alur yang cepat. Ada beberapa bagian yang menurut saya menjadi kelemahan film ini. Salah satunya adalah di bagian ending. Setelah komplotan pembeli lukisan palsu tertangkap, dengan mudahnya Alice dan Ken memiliki alibi sehingga identitas mereka sebagai imigran illegal tidak terungkap dan akhirnya mereka bisa memperoleh visa.
Bukan hanya visa untuk mereka berdua tetapi juga visa untuk sang ayah. Padahal selama film berlangsung tak ditampakkan keduanya membawa dokumen penting kecuali buntalan berisi pakaian dan uang (itupun dirampok sesampainya mereka di pelabuhan Seattle) serta lukisan-lukisan Alice.
Bagian lain yang juga menjadi kurang mengigit adalah karakter Alice Qiang sendiri. Livi Zheng seolah ingin menunjukkan bahwa Alice Qiang adalah seorang remaja yang tangguh,baik secara fisik mauun karakter. Ia bertekad tak ingin bertarung lagi dan memilih menjadi pelukis. Pada akhirnya, justru jurus-jurus laga Alice lah yang menjadi penyelamat hidup dari kelaparan atas bujukan sang adik. Alice yang tadinya membuat Ken juga berjanji untuk tidak bertarung lagi justru malah menjadi petinju bayaran dan lagi-lagi, Alice mau tak mau menerima fakta tersebut.
Namun begitu, pemilihan setting yang seluruhnya berada di Amerika serta bahasa yang dipergunakan adalah bahasa Inggris menunjukkan tekad sang pembuat film bahwa nantinya film ini akan dipasarkan di Amerika. Untuk seorang pembuat film pemula, Brush with Danger patut diacungi jempol karena mampu menjebol nominasi Oscar, terlebih film ini dibuat oleh orang Indonesia. Selamat menonton.
Â