Mohon tunggu...
Hastuti Ishere
Hastuti Ishere Mohon Tunggu... Administrasi - hamba Allah di bumiNya

Manusia biasa yang senang belajar dan merantau. Alumni IPB yang pernah menempuh pendidikan di negeri Kilimanjaro. Bukan petualang, hanya senang menggelandang di bumi Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Blessing in Disguise Kuliah di Kilimanjaro: Mulai Tablet Hingga Apple Mac Gratis

30 Maret 2013   08:10 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:00 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rezeki sudah diatur oleh Tuhan. Benar memang. Yang dimaksud adalah Tuhan menjamin bahwa setiap makhluk pasti diberi rezeki. Sayangnya Dia tidak menjamin kuantitas dan kualitas dari rezeki tiap hambaNya secara detil. Yang ini diserahkan secara PENUH kepada si hamba. Sepanjang si hamba mau berusaha dan berdoa, pundi-pundi rejeki akan dibuka dan sebanding dengan kualitas dan kuantitas ikhtiar hamba. Jadi bisa dikatakan memberi rejeki adalah hak prerogatif Sang Pencipta. Berikhtiar adalah kewajiban prerogatif hamba agar rejeki itu dihamparkanNya dalam jangkauan si hamba. Interaksi timbal balik. Demikian Sang Pencipta menjadikannya akar mekanisme keseimbangan jagad raya.

Jadi mahasiswa di sebuah negeri yang tak pernah terbayangkan jadi tujuan belajar, memang tak biasa. Jangan lupa bahwa Tuhan itu Maha Adil dan Maha Lihai membuat dua hal bertolak belakang bisa eksis berdampingan. Dimulai dari tahun lalu. Setiap mahasiswa baru fakultas kedokteran di kampus saya mendapat sebuah tablet. Satu orang satu tablet. Bukan hanya itu. Setiap tablet juga dilengkapi dengan harddisk eksternal berkapasitas 500 GB. Jelas tablet yang dimaksud bukan tablet yang bisa dikunyah atau ditelan dengan air. Jadi, setiap mahasiswa baru mendapat dua buah barang cuma-cuma dari kampus: 1 buah tablet plus 1 buah eksternal harddisk. Semua hasil proyek kerjasama kampus saya dengan sebuah universitas di Canada.

[caption id="attachment_251922" align="aligncenter" width="480" caption="bukan mereknya, tapi fungsi dan DAPAT GRATIS-nya itu"][/caption] Tahun ini, saya kembali dibuat tercengang. Berhubung saya ganti laptop, otomatis saya harus registrasi ulang di bagian IT untuk mendapatkan akses wifi di kampus. Begitu masuk, saya mendapati semua komputer di laboratorium komputer itu berubah total. Baik yang diperuntukkan untuk mahasiswa maupun untuk admin, sama persis. Semua diseragamkan dengan satu merek ternama: Apple dengan OS Mac alias Macintosh. Tak tanggung-tanggung, monitor yang dipilih seragam berukuran besar: sekitar 20 inch. Mantap sudah para mahasiswa ini diberi fasilitas pakai gratis berteknologi mutakhir dengan layar nan nyaman di mata.

Ketika Windows berbahasa swahili diluncurkan beberapa tahun lalu saja sudah saya anggap suatu terobosan. Kisahnya sempat saya beberkan dalam tulisan berjudul Pemerintah Tanzania dan Microsoft Meluncurkan Windows 7 Berbahasa Swahili. Kali ini makin mantap saja. Tentu ada alasan kuat mengapa (lagi-lagi) hasil proyek kerjasama dengan pihak luar ini membuat mereka mantap menyuguhkan mesin-mesin ber-OS Mac berlayar segambreng itu daripada mesin ber-OS Windows 8 misalnya. Ini sekedar perbandingan kasar motivasi memberikan fasilitas dengan teknologi mutakhir. Bagaimanapun juga OS Windows masih jauh lebih familiar di belahan bumi Asia dan Afrika dibandingkan Mac.

[caption id="attachment_251919" align="aligncenter" width="480" caption="black apple for black africa (suatu kebetulan yang unik)"]

1364629606551155714
1364629606551155714
[/caption] [caption id="attachment_251920" align="aligncenter" width="480" caption="meja dan layar yg sama-sama lebar, mantap dah"]
13646298121590902185
13646298121590902185
[/caption] [caption id="attachment_251921" align="aligncenter" width="480" caption="bebas bereksplorasi, mumpung sepi :)"]
1364629932151782274
1364629932151782274
[/caption]

Saya selalu percaya kalimat ini. Don't judge a book COMPLETELY until you COMPLETELY read it. Bungkus luar bisa menipu. Kartu mahasiswa kami memang tak ubahnya seperti KTP biasa di Indonesia (bukan e-KTP). Bahkan KTP biasa masih lebih canggih karena fotonya hasil scan, bukan pas foto yang ditempel manual. Jelas jauh bila dibandingkan dengan KTM di banyak PTN di Indonesia yang sudah merangkap jadi kartu ATM. Namun Tuhan menakdirkan ada sesuatu yang lebih rumit di balik desain KTM yang sederhana itu. Oh, betapa berwarnanya hidup jika semakin dieksplorasi. Wallohu a'lam.

Salam mahasiswa perantau

Kilimanjaro, 30/03/2013

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun