Mohon tunggu...
Hastira Soekardi
Hastira Soekardi Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu pemerhati dunia anak-anak

Pengajar, Penulis, Blogger,Peduli denagn lingkungan hidup, Suka kerajinan tangan daur ulang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pembunuhan Berantai

15 Maret 2023   02:40 Diperbarui: 15 Maret 2023   02:44 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pembunuhan/https://kalsel.antaranews.com

Seluruh kota digemparkan dengan banyaknya pembunuhan akhir-akhir ini. Polisi disibukan untuk mencari tahu siapa pembunuhnya. Kabar burung semakin liar apalagi orang selalu dibumbui dengan hal-hal yang dramatis agar beritanya heboh. Dalam waktu 6 bulan akhirnya polisi bisa menangkap pelaku yang ternyata orang yang berprofesi sebagai dukun. Modusnya adalah pasiennya yang merasa ditipu dan mulai menagih janji dukun tersebut. Dan berakhir dibunuh dukun karena terdesak oleh kliennya sendiri.  Dan orang yang dibunuhnya selalu dibenamkan dalam tanah . Dari satu jasad yang ditemukan akhirnya juga banyak ditemukan jasad dengan posisi yang sama. Polisi menduga pelakunya sama. Ternyata benar, pelakunya sama.

Rudi juga membaca berita ini. Semua orang membicarakan pembunuhan berantai ini. tak ada satupun yang tidak membicarakan. Semua menunggu berita dari televisi tentang kasus ini. Karena desakan klien yang menuntut janjinya membuat dukun ini gelap mata. Sayangnya penemuan satu jasad membuat kasus ini terkuak. Entah mengapa pikiran Rudi yang kalut seperti menemukan ide untuk menyelesaikan masalah hutangnya. Banyak hutang Rudi pada teman-temannya . Itu semua dia lakukan karena usahanya selalu tak pernah berhasil. Padahal sudah banyak orang menyarankan Rudi untuk bekerja saja , tapi Rudi tetap mau beruisaha seperti dia tak mau kalah dengan kakaknya yang berhasil jadi pengusaha dan orangtuanya selalu memuji-muji kakaknya. Rudi merasa dia juga mampu seperti kakaknya, sayangnya usahanya belum berhasil tapi hutangnya menumpuk. Kini satu persatu banyak yang menagih hutang padanya. Rudi mulai cemas, bagaimana kalau orangtuanya tahu akan hal ini. Mungkin dia akan jadi bulan-bulanan mereka. Ide yang berkelebat di pikirannya memang gila , tapi sepertinya jalan yang paling baik menurutnya. Dan ini perlu rencana yang matang dan jangan sampai ketahuan. Jangan seperti dukun itu.

Rudi mulai menjalankan idenya. Orang-orang yang menagih dirinya, mereka harus mati . benar saja satu persatu orang yang menagih padanya lenyap tanpa bekas. Mulailah banyak kabar kalau kehilangan keluarganya. Rudi tak cemas karena dia begitu rapih melakukannya. Tanpa bekas , tanpa jejak. Akhirnya semua orang yang dihutangi dia lenyap tanpa bekas. Rudi kini tenang karena semua orang sudah lenyap. Rudi mulai mencari hutangan baru untuk memulai usahan barunya. Tapi untuk itu dia perlu bekerja . Paling tidak sebelum usahanya menghasilkan dia ada pemasukan dari hasil kerjanya. Tapi karena usahanya disambi dengan dirinya bekerja usahanya berjalan tersendat-sendat. Tapi dipekerjaannya Rudi sangat cemerlang yang membuat bosnya percara pada dirinya. Dalam waktu singkat dia sudah bisa menjabat jadi kepala bagian. Benar kata temannya kalau Rudi lebih cocok untuk bekerja daripada berusaha.

Sepandai-pandaiya tupai melompat ternyata salah satu jasad orang yang dibunuh Rudi diketemukan. Dan satu persatu kasus terkuak Rudi lama berdiam diri di ruamh , dia tak berani keluar. Kecemasan muncul karena takut dia ketahuan yang melakukannya. Tiba-tiba ada ketukan dari pintu rumahnya. Saat dibuka dua polsi sudah ada di hadapannya.

            "Tuan Rudi?" Rudi pucat dan berteriak.

            "Ampun tuan, ampun tuan." Begitu teriak Rudi. Rudi terbangun dengan keringat yang mengucur. Ternyata dia hanya bermimpi. Rudi lega. Dia hanya bermimpi. Idenya sangat buruk. Rudi harus mencari pekerjaan. Mungkin dia tak bakat jadi pengusaha. Mungkin dari pekerjaannya dia bisa mendapat kedudukan yang tinggi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun